Side Story of Chapter 13

446 77 35
                                    

(read chapter 13 first)

***

Bola orange itu dengan ringannya menjebol jaring-jaring basket. Jung Chanwoo di bawah atap langit gulita, seorang diri, memasukkan bolanya dalam sekali kedipan mata. Seperti inilah setiap malam yang ia habiskan. Bukan bermain-main membuang waktu, tidak. Ia hanya menunggu seseorang. Di lapangan basket sekolah.

Sepertinya hampir tiga tahun masa SMA-nya, inilah kegiatan yang ia lakukan setelah bel pulang berdering. Lama atau tidaknya tergantung orang yang ia tunggu juga—apakah banyak tugas yang harus dikerjakan atau tidak. Atau ketika orang itu mengikuti rapat-rapat klub, terpaksa ia juga menanti sampai selesai. Sering-seringnya lebih dari satu jam. Apabila kurang dari itu, syukurlah. Chanwoo dan orang itu bisa pulang lebih cepat.

Tak, tak, tak...

Jung Chanwoo men-dribble bola basketnya. Apakah ia bodoh? Apakah ia pengecut? Bertahun-tahun berada di sisi seseorang yang sangat ia suka, namun bertindak seolah 'Hai, bocah! Kita ini sudah bersama-sama selama enam tahun! Jangan pikir ada sesuatu di antara kita!' Chanwoo menghela napas berat tanpa ia sadari. Ia bertanya-tanya dalam hati, bagaimana bisa hubungan pertemanannya dengan Yein masih tetap bertahan hingga bertahun-tahun lamanya sementara ada satu hati yang merasa ingin lebih dari itu? Yap, satu hati itu adalah miliknya. Bohong bila ia tidak menyukai Yein dengan begitu banyak.

Ia memang pengecut, sangat. Bahkan ketika ia belum memberanikan diri mengutarakan perasaannya, ia sudah melangkah mundur dan membiarkan dirinya kalah dengan perasaannya sendiri. Tetapi ia tidak punya pilihan lain. Chanwoo hanya tidak ingin Yein menjauh. Tidak masalah baginya jika perasaan ini hanya ada di satu pihak saja, tidak masalah juga ketika selama ini ia hanya bertindak sebagai bayangan yang menempel di kaki Yein, atau ketika ia setiap malam mengantar Yein pulang diam-diam tanpa terlihat, selama gadis itu tetap di sisinya, tidak masalah. Tidak ada masalah.

Matanya menangkap sosok gadis tinggi berjalan lemah di koridor. Tidak berubah sejak tadi, tetap melamun. Sesekali dilihatnya gadis itu hampir jatuh karena ketidakfokusan.

"Kenapa sudah selesai? Apa ia tidak melakukan misi khususnya?" gumam Jung Chanwoo. "Bukankah Guru Ji memintanya menilai pekerjaan Fisika kelas satu?"

Laki-laki itu berniat mengambil tasnya. Seperti biasa, ia membiarkan Jung Yein berjalan lebih jauh di depannya, nanti ia yang menyusul di belakang tanpa suara. Selalu, di belakang.

Baru sempat beranjak dari lapangan basket, niat itu tiba-tiba terurung begitu saja. Tubuh tegap Chanwoo mematung, memaku, membeku, tak bergerak. Kemudian senyum pilu dan tatapan sendu terpancar di wajahnya seketika. Senyuman getir satu sudut terulas setelahnya.

"Wah, ternyata yang ada di depan selalu lebih beruntung, ya."

Dari kejauhan sana, jelas sekali ada lelaki yang menuruni tangga dan memapasi Yein yang juga sedang berjalan. Baiklah, ya sudah kalau begitu. Penantian singkatnya malam ini agaknya percuma.

Let Me KnowWhere stories live. Discover now