10 A

554 130 39
                                    

(yang lupa sama ceritanya bisa dibaca part sebelumnya^^ Oh iya, part ini dibagi 2 karena panjanggg banget) Tolong jangan kecewa sama update-an ini ya;'()

***

CHAPTER 10 BAGIAN A


Rasa sesak dan frustasi menyelinap ke dalam jiwa. Entahlah, bukan hal buruk seperti ini yang laki-laki itu inginkan. Ia tak mengharapkan kegelapan. Namun mereka datang menghampiri tanpa undangan. Jungkook menajamkan penglihatan, memandangi semua objek yang menemani langkahnya. Samar-samar. Seketika terekam jelas ingatan beberapa tahun lalu di benaknya, kenangan mengerikan yang membuatnya mendapatkan hal ini.

Aku tak menginginkan kegelapan, aku hanya ingin duniaku kembali normal. Tapi mengapa diagnosa menyangkalnya? Mengapa Tuhan melarangnya?

Langkah lunglai itu menyusuri lorong gelap di hari petang ini, kembali ke kelas tentu saja. Sekarang ada seseorang yang akan menaruh rasa curiga terhadapnya. Bagaimana tidak, ia lari dengan segera di saat orang itu sedang bicara padanya, beberapa saat lalu. Aneh bukan ketika seseorang mendapat perlakuan seperti itu?

Jeon Jungkook berhenti di ambang pintu kelasnya. Dari tempat ia berdiri, terlihat gadis yang ada di dalam tengah memegang sesuatu. Jungkook tak tahu apa itu dan sebenarnya tak ingin tahu, namun tiba-tiba otaknya menangkap satu kemungkinan terbesar.

"Apa yang kaulakukan?" serunya segera.

Terkejut mendengar teguran itu, refleks Jung Yein menjatuhkan benda yang ia pegang. Tak lain lagi adalah kamera milik laki-laki yang barusan menyeruinya. Gadis itu berbalik dan mendapati pemilik kamera berdiri di sana, terpancar api amarah dari kedua mata tajamnya.

Laki-laki itu berjalan cepat tanpa memedulikan kepanikan yang tercetak jelas di wajah gadis di depannya. Ah, sejujurnya ia sendiri sedang menyembunyikan rasa paniknya.

"Jungkook-a, J... aku..." ucap Yein terbata.

"Aku tidak suka siapapun menyentuh itu," kata Jungkook dengan nada setajam dua mata rajawalinya.

Kamera SLR hitam teronggok di bawah meja depan, tergeletak begitu saja setelah berbenturan keras dengan lantai keramik kelas. Beruntungnya tak ada kepingan apapun bercecer di sekitar, benda itu baik-baik saja. Hanya, lensa fix-nya agak mengendor, namun tidak pecah. Itu tak masalah.

Sang pemilik berlutut, tergesa-gesa memungut. Yein yang ketakutan pun mengikuti apa yang Jungkook lakukan, ia berlutut menghadap laki-laki itu. Tetapi yang dihadapi justru langsung bangkit begitu wajah sang gadis terlihat di ekor matanya. Mendapati dirinya diacuhkan---wajar saja, Jungkook pasti marah besar---Yein turut berdiri dan menghadang cepat, seakan memaksa Jungkook untuk melihat ke dalam sepasang bola mata legam miliknya.

"Maafkan aku, aku benar-benar tidak sengaja," ujar Yein.

"Aku bisa mengatasinya sendiri."

Lelaki itu meraih tasnya asal-asalan, kemudian melangkahkan diri meninggalkan ruangan. Tak ada yang tahu, siapapun tak tahu bagaimana perasaannya serta apa yang sesungguhnya ia pikirkan tentang ini. Semua orang takkan tahu, karena yang tahu hanya dirinya sendiri. Yang ia tahu, seharusnya ia tak bersikap seperti ini.

Garis bibirnya membentuk lengkungan kurva satu sudut. Senyuman. Ia menyadari betapa licik dirinya saat ini, berbuat bodoh di depan orang lain dan membodohi diri sendiri. Frustasi, amarah, emosi, penyesalan, kekecewaan, putus asa, secara bersamaan menyeruak ke dalam jiwanya, bersiap meledak saat itu juga.

***

Seorang siswi berambut bob turun ketika mobil yang ia tumpangi memasuki halaman luas. Sempoyongan ia berjalan memasuki rumah mewahnya. Sudah kesekian kali di bulan ini dirinya merasakan pening hebat yang menjalari tempurung kepala. Sakit sekali terasa. Awalnya ia hanya berpikir hal ini terjadi karena tekanan atau depresi yang ia alami, namun nyatanya tidak seperti itu. Saat ia mencoba melupakan masalahnya, pening itu justru semakin membabi buta.

Let Me KnowWhere stories live. Discover now