Jagad berencana mendatangi Agus untuk meminta persetujuannya nolak gantiin Imam dan ngedukung Jagad buat maju sebagai Ketua Himpunan Teknik.
Bersama beberapa mahasiswa sipil lainnya, mereka mendatangi Himpunan Arsitektur.
"Kalian cari siapa?" Tanya salah satu mahasiswa arsitektur.
"Agus di mana?" Tanya Jagad balik.
"Agus Salim?" Jagad mengangguk.
"Paling di ruang himpunan. Cek aja di situ." Tunjuknya.
Jagad dan rombongannya berjalan ke ruangan yang dia maksud. Jagad membuka pintu dan mendapati anak-anak arsi sekitar 15 orang lagi asik nongkrong di dalam. Ada yang main domino, ada yang nyanyi main gitar, dan ada yang asik gosok parang. Aneh yah para pelajar negeri kita? Jagad menyita perhatian semua pasang mata.
"Sorry ganggu, Agus ada enggak?" Tanya Jagad.
Orang yang dimaksud Jagad berdiri menunjukkan wajahnya. Tangannya masih megang kartu domino.
"Kenapa?" Tanyanya datar.
"Gue pengen ngomong sesuatu berdua." Kata Jagad.
"Ngomong aja di sini. Anggap aja mereka tembok." Sosor Agus yang sepertinya udah curiga dengan maksud kedatangan Jagad.
Jagad memperhatikan mereka semua. Wajahnya enggak ada yang ramah ke Jagad.
"Bisa enggak lo nolak pengajuan diri lo sebagai ketua himpunan?" Sambar Jagad enggak ragu.
Seisi ruangan berang mendengar penuturannya. Agus tertawa kecil menatapnya.
"Buat apa?" Tanya Agus kembali.
"Supaya gue yang maju gantiin posisi Imam." Jawab Jagad tanpa pikir panjang.
"Gad, kita udah bersama bukan dalam waktu yang singkat. Sipil Arsitektur udah kayak kembar. Selalu sehati. Haruskah kita berseberangan sekarang?" Tanyanya tajam. Jagad enggak terpengaruh.
"Berseberangan pun enggak masalah kalo memang itu yang gue butuhin buat ngisi jabatan itu." Suara Jagad menegang.
Kompatriotnya masuk ke dalam ruangan. Ada 7 orang yang ikut bersamanya. Agus menatap mereka satu persatu.
"Lo yakin 7 orang ini bisa bantu lo keluar hidup-hidup dari ruangan ini?" Agus menguji mental Jagad.
"Kenapa enggak kita coba aja dan cari jawabannya sama-sama?" Tantang Jagad.
Agus melangkah mendekat ke hadapan Jagad. Wajahnya terlihat sangat kesal.
"Gad, Imam udah mati. Lo jangan ikut-ikutan mati konyol di kampus ini."
Perkataan Agus sukses memompa emosi Jagad. Jagad menghadiahi dagunya pukulan keras yang membuatnya hampir ambruk jatuh pingsan. Belum tau kali dia gimana kerasnya tinju super Jagad.
Teman Agus kompak menyerang melihat pemimpinnya oleng di lantai. Orang yang dibawa Jagad enggak mau kalah, mereka kalah jumlah tapi garangnya enggak kurang sedikitpun. Mereka nunjukin perlawanan yang gigih bahkan enggak gentar liat lawannya ada yang pegang senjata tajam. Baru diasah lagi.
Jagad melanjutkan pembicaraannya dengan Agus. Ia mengangkat leher baju Agus dan memaksanya berdiri. Tatapan Jagad seperti hendak menerkamnya.
"Gimana Gus, kita bisa sepakat?" Tanya Jagad.
"Jangan mimpi lo Gad."
Mendengar jawaban yang enggak sesuai, Jagad menarik tubuh Agus lalu melemparnya ke tumpukan kursi dan meja yang ada di sisi ruangan itu. Tubuh Agus ambruk di atas balok yang udah lapuk. Jagad kayak orang kelaparan menghajarnya, Jagad menarik kakinya lagi.