On Step: A War You Cannot Win

109 6 0
                                    

Bentrokan kemarin sangat menyita perhatian karena teknik hampir saja dipermalukan. Beruntung Erik dan rombongannya datang membantu Imam.

Pikiran Imam semakin dibuat sibuk terlebih sang dekan memberinya informasi kalo demonstrasi akan lebih intens lagi ke depannya seiring menguatnya penolakan terhadap rektor.

Rektornya sih ganti-ganti tapi udah puluhan tahun gantinya sesama kedokteran melulu. Hal ini yang memicu kecemburuan di antara para pejabat kampus. Ujung-ujungnya mahasiswa yang diperalat memperjuangkan omong kosong yang bersembunyi di balik idealisme.

"Gue harus gimana bang?" Imam menyambangi sarang Erik dan Ciko di lantai 5.

Imam merasa perlu aja meminta arahan dari mereka.

"Hadepin aja." Jawab Erik santai.

"Iya gue tau, tapi ngadepinnya gimana?" Desak Imam.

"Yah lo adepin. Mereka datang lo layanin, mereka nyerang lo balas dan pertahanin teknik area. Gitu aja." Terang Erik.

Ciko mendukungnya dengan anggukan.

"Apa kita harus seperti ini terus bang?" Tanya Imam lemah.

"Kawan, teknik enggak pernah nyari masalah duluan. Nyerang duluan. Sejak pertama sampe hari ini, teknik hanya terus bertahan dan berhasil jadi legend." Tegas Erik.

"Dan jadi anjing pengawal yang setia bang?" Tanya Imam sinis.

Emosi Erik tersulut dan melemparnya dengan rokok yang lagi dia isap.

"Eh anak kemarin sore, jangan mentang-mentang sekarang lo udah jadi ketua himpunan dan lo bisa sok tau ngerendahin segala jerih payah senior lo yang terdahulu ngebangun aura fakultas ini." Tutur Erik kesal.

Tangannya seperti udah gatal mau nonjok Imam tapi Ciko menahannya. Imam sendiri hanya diam mendengarnya.

"Sorry bang, bukannya gue ngerendahin tapi gue merasa perlu aja melihat kedamaian di kampus kita." Kata Imam pelan.

"Kita damai kalo mereka damai. Kita bentrok kalo mereka yang nyerang. Gitu aja. Lo bingung di bagian mananya?" Kejar Erik.

Emosinya seperti sudah meluap. Imam hanya terdiam lalu tak lama meminta pamit.

——————

Pendirian Imam enggak berubah, dia masih merasa perlu memerangi semua fakultas dan takluk di tangan teknik. Jika sudah seperti itu, maka bentrokan akan sirna di kampusnya. Enggak akan ada yang berani macam-macam dengan teknik. Tapi gue setuju dengan Jagad, hal itu hampir mustahil dilakukan. Mengingat bukan sedikit fakultas yang ada di kampus mereka.

Imam mulai mengatur langkahnya satu persatu. Rencananya, Imam akan berdiplomasi ke setiap fakultas dan meminta mereka bersatu di bawah kepemimpinan teknik. Jika bersikeras menolak maka teknik akan mengambil langkah, menyerang dan menghancurkan mereka.

Enggak main-main, Imam menyuruh jajarannya menyiapkan anak busur yang banyak. Parang dan benda tajam lainnya sebanyak mungkin dikumpulin ke ruang himpunan dan tak lupa senjata rakitan yang terbuat dari pipa besi. Bentuknya mirip bazoka. Cara kerjanya juga. Yang beda pelurunya. Kalo senjata rakitan ini berpelurukan paku dan kaca yang sudah diramu sedemikian rupa membentuk bola kecil mirip peluru meriam.

Jagad berulang kali mengingatkannya tapi Imam tetap yakin dengan keputusannya. Karena keras kepalanya itu, Jagad memilih mundur dan tidak ikut membantu Imam. Kali ini Imam tidak memohon padanya untuk ikut. Berarti keputusan Imam memang udah bulat.

JAGAD RAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang