Chapter 8: Unexpected

1.7K 127 10
                                    

Enjoy! Next up 25 February 2018

All unexpected things can happen anytime and anywhere, before you realize it "Oh Snap!" You fell for it!

***

Valen memejamkan matanya, hanya waktu yang dapat menjawab apa yang akan terjadi selanjutnya.
Simpulan terakhir tali terlihat semakin memutus, hingga simpulan terakhir tali memutus.
Valen hanya dapat pasrah terhadap keadaannya.

"Have a little faith..." Kalimat tersebut terhembus ke dalam telinganya.
Kemudian tubuhnya segera jatuh kedalam sungai.

Akan tetapi, sebelum ia jatuh ke dalam sungai, tangan seseorang dengan cepat meraih tangannya.
"Jangan melepaskan pegangan tangan saya Nona." Ucap prajurit tersebut.

Valen langsung membuka matanya, kemudian menganggukan kepalanya.

Prajurit tersebut dengan cepat menarik Valen ke atas.
"Thanks!" Ucap Valen setelah sampai diatas.

"Sama-sama Nona, sudah menjadi tugas saya dan setiap pengabdi untuk mengabdi pada keluarga kerajaan beserta kerajaan." Ucap prajurit.

"Dimana Avery?" Tanya Valen dengan cepat.

"Tuan Avery sedang menunggu Nona, kita akan langsung menuju ke arah sana Nona. Mari ikuti saya." Ucap prajurit itu.

Valen melangkahkan kakinya mengikuti sang prajurit. Kepalanya masih berputar kejadian tadi, hampir saja ia termakan derasnya air.

Setelah berpikir lama Valen melihat sekitar,
"Bagaimana kalau kita beristirahat terlebih dahulu?" Tanya Valen.

"Tidak Nona, kita harus segera sampai ke tempat Tuan Avery, ia menunggu kita." Ucap prajurit tersebut.

"Tidak apa-apa, kita harus beristirahat, hari yang melelahkan bukan?"

Prajurit tersebut menggelengkan kepalanya,
"Tetapi Nona, kita benar-benar harus melanjutkan perjalanan."

"Baiklah-baiklah." Ucap Valen pasrah.

Kakinya yang sudah lelah terpaksa ia langkahkan.
Semangat yang menurun membuat Valen berjalan dengan gontai.

"Hei," panggil Valen.

Prajurit tersebut membalikan tubuhnya,
"Ada apa Nona?"

"Kita beristirahat terlebih dahulu ya? Aku benar-benar lelah." Kemudian ia mendudukan tubuhnya ke lantai.

"Baiklah Nona." Akhirnya prajurit tersebut mengalah, kemudian prajurit tersebut mengikutinya.

"Sebenarnya apakah Avery masih jauh?" Tanya Valen.

"Tidak Nona."

"Eh, kenapa wajah mu terlihat membiru." Tanya Valen.

Tangan prajurit tersebut langsung menyentuh wajahnya,
"Tidak apa-apa." Tangannya secara sekilas terlihat memiliki sebuah tattoo berwarna hitam dengan gambar dua taring.

"Mari kita lanjutkan perjalanan Nona." Lanjutnya.

"Kita baru sebentar disini, kenapa harus terburu-buru?"

"Tuan Avery sudah menunggu terlalu lama." Lalu ia berdiri dari tempatnya.

"Mari Nona." Ucapnya.

Valen akhirnya mengikuti kembali prajurit tersebut,
Valen melihat dinding lorong yang ia lalui.

Merasa ada yang janggal lantas ia bertanya,
"Bukankah ini jalan yang pernah kita lalui sebelumnya?"

"Mungkin Anda salah Nona." Ucap prajurit tersebut.

"Tidak mungkin!" Valen memundurkan langkahnya.

"Ssht!" Prajurit itu menaruh jari telunjuknya didepan mulutnya.

"Apa?!" Valen berteriak.

"Nona, kami hanya ingin membawa Anda ke tempat seharusnya. Bisakah Anda diam?!" Ucap prajurit tersebut.

"Siapa kau?" Tanya Valen.

"Kau akan mengetahuinya nanti."

"AVERY!" Valen menjeritkan nama tersebut dengan kencang, menggema dalam lorong.

"Diamlah Nona!" Ucap ia dengan tajam, kemudian ia memperlihatkan pisaunya kepada Valen.

"Kau tidak ingin pisau ini bersarang didalam jantung mu bukan? Tetapi tenanglah aku tidak di izinkan membunuhmu."

Pisau tersebut diarahkan ke pipi Valen, dingin dari pisau menyengat dikulitnya.

"Apa yang kau lakukan?!" Teriak Avery secara mendadak.

Dengan cepat Avery menarik pedang prajurit yang berada disebelahnya.

Prajurit tersebut langsung menarik dirinya dan meletakkan pisau yang dipegangnya tepat diarah leher Valen.

Avery mendekat ke arah Valen,
"Tenanglah." Ucap Avery.

"Mendekat lagi, ia akan ku bunuh!" Ancam prajurit yang sedang menyandera Valen.

"Kau tidak akan berani. Jika kau membunuh dia, berarti tidak ada lagi penghalang untuk membunuhmu."

Merasa tersudutkan prajurit tersebut berpikir, sementara Avery berkoordinasi dengan prajuritnya.

"Bagaimana?" Ucap Avery pada akhirnya.

Prajurit tersebut dengan kaku memegang pisau sembari berkeringat dingin memikirkan beberapa rencana.

"Sekarang!" Seru Avery, kemudian beberapa prajurit menyelamatkan Valen, mengambil pisau yang di arahkan ke leher Valen, serta menahan prajurit yang menyandera Valen.

Prajurit yang telah merasa kalah, dengan gerakan cepat ia meraih pedang yang dimiliki prajurit lain kemudian menusuk dirinya sendiri.

"Tugas gagal." Ucapnya kemudian menutup matanya.

Valen hanya bisa menahan air matanya,
Avery dengan cepat memeriksa prajurit tersebut.

Avery melihat tangan dari sang prajurit,
"Vampir!" Decaknya.

Kemudian Avery membaca mantra sembari memegang kepala sang prajurit,
Kemudian prajurit tersebut menghilang menjadi debu.

Setelah selesai Avery beranjak menjauh, kemudian ia berhenti tepat di hadapan Valen.

"Maaf, aku meninggalkan mu." Ungkap Avery penuh sesal.

Valen terdiam menatap Avery.
Lalu, ia berlari ke arah Avery dengan cepat.

Tangisnya mulai terdengar,
"Mana kak Nata? Cepat hubungi dia kembali."

"Segera Valen, segera..." Ucap Avery sembari menepuk punggung Valen.

"Kita harus berjalan ke markas terlebih dahulu, hapus air matamu." Sambungnya.

"Baiklah." Ucap Valen kemudian menghapus segala air matanya.

"Apa yang terjadi dengan prajurit itu?" Tanya Valen penasaran.

"Nanti akan ku cerita kan kepadamu, dimana para pelayan dan prajurit yang sebelumnya ku utus untuk menjemputmu dimansion." Tanya Avery.

"Mereka terbunuh di mansion, Tetapi pelayan terakhir memberitahuku tentang pintu rahasia diruang tengah." Ucap Valen.

"Baiklah, bagaimana jika kita berjalan ke arah markas menjauhi tempat ini terlebih dahulu, karna tempat ini tidak terlalu aman." Kata Avery.

"Baiklah, tapi kau harus berjanji untuk menceritakannya kepadaku! Janji?" Ucap Valen sembari mengeluarkan jari kelingkingnya.

Avery mengaitkan kelingkingnya dengan malas,
"Baiklah-baiklah aku berjanji, puas?"

"Sangat." Ucap Valen sembari tersenyum.

Dan, mereka berjalan melanjutkan perjalanan menuju markas.

18.02.18

Luna TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang