Chapter 3: Poetry

5.4K 394 14
                                        

Enjoy! Next up Desember/10 January 2017

Secarik kertas berisi makna
Kata demi kata meninggalkan arti

***

"Nona!"

Panggilan itu membuat Valen tersadar,
"Ya?" Tanya Valen.

"Mengapa Nona berdiri disitu? Nona harus makan, tadi Nona sudah melewatkan makan siang."

Seakan sadar dengan apa yang Avery katakan, ia segera berjalan kearah meja makan.

"Avery, bagaimana Kak Nata bisa mengutusmu saat ia sudah pergi? Lagipula biasanya jika ia mengutus seseorang ia pasti memberitahukannya padaku." Tanya Valen.

Wajah Avery tak dapat dibaca,
"It--itu mungkin dia lupa! Ya mungkin dia lupa." Jawabnya.

Huh? Lupa?

"Baiklah terserah kau saja." Kemudian Valen mengambil makanan yang tersaji.

"Ini steak daging rusa yang biasa kau makan!"

"Biasa ku makan? Apa maksudmu? Aku tak pernah memakan daging rusa." Kata Valen.

"E--eh it--u bukan begitu maksudku," dengan tergagap-gagap Avery berkata.

"Ku pikir kau biasa memakan steak daging rusa." Lanjutnya dengan tenang.

Valen terkesima dengan ketenangan Avery yang begitu cepat menguasai dirinya.

"Oh." Hanya itu yang dapat ia katakan.

Dengan gerakan anggun Valen mengambil pisau dan garpu,

Kemudian tangannya terayun memotong daging steak yang sekarang tersaji didepannya.

Garpunya menusuk daging steak yang begitu empuk terpadu dengan bumbu steak yang begitu harum.
Semuanya terlihat begitu sempurna dan lezat.

Steak tersebut masuk ke dalam mulutnya rasa nikmat langsung menjalar ke dalam mulutnya,

Giginya terus mengunyah sementara tangannya terus menusuk daging dengan garpunya.

Hingga makanannya habis tak bersisa,
"Ini sempurna semuanya begitu nikmat, perpaduan dari daging hingga bumbunya." Ucap Valen sembari tersenyum lebar.

Semakin lebar senyuman dan pujian dari Valen semakin tinggi Avery melambung, karna semua masakan itu hanya ia seorang yang menyiapkannya.

"Terima kasih. Aku mempelajari itu semua demi seorang gadis manis yang pernah menyemangatiku." Kata Avery sembari tersenyum tipis.

"Gadis manis itu pasti sangat special bagi mu." Ucap Valen.

"Ya... Sangat."

Valen terpaku sebentar,
"Terima kasih atas hidangannya, aku sangat menyukainya."

"Sama-sama." Balas Avery.

"Perlu ku bantu merapikan nanti?" Tanya Valen.

"Tidak perlu, setelah aku makan. Aku akan merapikan semuanya sendiri." Ucap Avery.

"Baiklah, selamat malam." Kata Valen

"Selamat malam Nona."

Langkah kakinya mengisi keheningan saat ia melangkahkan kakinya menuju kamarnya,

Dengan tujuan mengenyahkan keheningan ia bersenandung kecil.

Ceklek

Gadis itu membuka pintu kamarnya,
Dengan langkah gontai ia membaringkan tubuhnya ke tempat tidur.

Makan malam kali ini benar-benar sangat memanjakan perutnya.

Baru saja Valen akan memejamkan matanya,

Prang!

Bunyi kaca kamar Valen yang pecah membuat mata gadis itu seketika terbuka.

Avery datang ke kamarnya dengan cepat,
"Apa yang terjadi?"

"Aku tidak tau. Aku baru saja akan memejamkan mata, kemudian kaca ini pecah." Terang Valen sembari menatap was-was sekitar.

"Baiklah, malam ini sebaiknya kau tidak berada disini." Jelas Avery dengan tegas.

Valen hanya menganggukan kepalanya.

"Kau terluka?" Ucap Avery cemas sembari memperhatikanku dari atas sampat bawah.

"Tidak, kurasa. Pergilah aku akan pindah dari kamar ini." Kata Valen.

"Aku akan menunggu diluar."

Valen menganggukan kepalanya.

Avery menunggu Valen yang sedang berada dikamarnya untuk menemaninya sampai dikamar sementaranya.

Sementara Valen memandangi kamarnya dengan penuh selidik,

Tak perlu waktu lama ia menemukan benda yang membuat kaca kamarnya pecah. Batu!

Batu itu terbungkus secarik kertas, kertas kusam dengan tulisan berantakan.

Selamat membaca :)

Ia segera membalikan kertas tersebut,

Disinilah diri ini berucap... Ibu...
Jiwa nan kuat mendekap hangat jiwa rapuh ini
Dengan kehangatan yang begitu membuai diri
Peluh tercucur seiring berjalannya waktu

Hidupnya melindungi dengan cinta
Dalam limpahan kasih sayang terisi makna
Air matanya menggenang membentuk suatu kata
Kata yang tak dapat terucap namun terasa

Puisi pendek namun begitu dalam maknanya menusuk hati Valen.

Tok! Tok! Tok!

"Valen?" Teriak Avery dari luar.

"Aku segera datang." Valen berteriak balik kepada Avery.

Kemudian ia menyimpan kertas itu kembalian dikantongnya.

Entahlah Valen tak begitu mengerti kenapa ada orang yang begitu jahil sehingga melempar kertas tersebut padanya.

Mungkin mereka mengetahui bahwa kak Nata sedang pergi sehingga mengerjai Valen. Tapi siapa yang melakukan hal itu?

Tak ingin banyak memikirkan Valen segera keluar,
"Besok Aku akan menyuruh Omega mengecek kamarmu, dan aku akan bertanya kepada para penjaga apakah mereka mengetahui sesuatu." Ucap Avery.

"Tak perlu bertindak berlebihan, ini hanya kejahilan seseorang saja."

"Tetapi memecahkan kaca kamar seorang adik Alpha bukan lah hal yang biasa dilakukan saat jahil! Bagaimana jika itu membuatmu terluka? Kau ingin aku dibunuh oleh kakakmu?" Sentak Avery.

"Kau tak perlu memberitahukan hal ini pada kak Nata! Ia juga tidak mungkin mengetahuinya kalau kau tidak melapor!" Ketus Valen sembari berjalan meninggalkan Avery.

***

"Kau harus berhati-hati! Aku tak ingin kau mencelakai Valen!" Ucap seorang pria.

"Maafkan saya." Sesal seorang yang lain sambil menunduk.

"Lain kali sampai kau mencelakai dia kau akan menanggung akibatnya kau tau." Dengan kesal pria itu berdiri.

"Iya Tuan, saya mohon ampuni saya." Ucap seseorang sembari memohon dengan penuh harap.

"Cih! Baiklah kali ini saja. Pergilah" Ucap pria itu.

Orang itu dengan terburu-buru meninggalkan tempatnya,
Sebelum Tuannya berubah pikiran.

"Kau masih mau melanjutkan?" Tanya seseorang yang lain.

"Tentu saja." Ucapnya dengan tegas keyakinan terselip dalam perkataannya.

***

Valen melangkahkan kakinya ke kamar sementara nya.

Dengan malas ia membaringkan kepalanya ke tempat tidur, memikirkan kakaknya yang akan kembalian dalam beberapa hari lagi,
Kejadian hari ini,
Avery yang datang,
Dan hari esok yang menjadi misteri,
Dalam hati ia berharap hari yang lebih baik esok pada Moon Goddess.

19.10.17

Luna TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang