Sebatas Teman 'part 2'

95 12 2
                                    

"Apa yang ingin kamu katakan?" Tanya Jinaa begitu mereka tiba di atap sekolah.

"Opseoyo." Balas Tae ho singkat dan tenang.

"Tapi tadi..." ucapan Jinaa menggantung. Di tatapnya Tae ho lekat. Satu tangannya terkepal. "Jangan katakan kalau tadi hanya alasanmu saja ingin mengajakku berbicara karena kamu ingin menjauhi Yong joon."

Cowok di hadapan Jinaa diam tak  bersuara.  Kebiasaanya jika sedang malas membahas masalah yang tengah terjadi di antara mereka berdua. 

"Brengsek." Gumam Jinaa pelan. "Kamu mempermainkanku!" Amarahnya memuncak.

Tae ho menarik napas panjang lalu berkata, "Aku tidak bermaksud seperti itu."

Senyuman sinis terkembang di sudut bibir Jinaa. Bukan itu yang ingin di dengarnya. "Apa kamu senang selalu di perlakukan oleh Yong joon seperti tadi?"

Kening Tae ho berkerut. Wajahnya yang tenang itu pun lenyap begitu saja. Ia kembali bersuara. "Maksudmu?"

"Kamu selalu diam jika Yong joon menyentuhmu, kamu tau satu sekolahan sudah banyak membicarakan kalian! Mereka selalu mengatakan bahwa kamu cowok murahan! Setiap cewek mendekatimu, merayumu,  kamu tidak melakukan apa pun! Kamu benar-benar gila!"

"Kamu cemburu?" Tanya Tae ho. Seketika bibir Jinaa terkatup rapat. Mengetahui perubahan pada gadis di hadapannya itu, ia melangkah mendekat. "Aku tanya, kamu cemburu jika aku melakukan perbuatan gila yang barusan kamu katakan?"

Jinaa mengerjap, "cemburu? Kamu benar-benar sudah gila. Untuk apa aku cemburu, kamu temanku dari kecil. Dan aku tidak akan pernah cemburu."

"Lalu kenapa kamu sangat marah ketika Yong joon bersamaku?" Tantang Tae ho. Jarak mereka sangat dekat, hingga Jinaa dapat merasakan hembusan napas Tae ho pada wajahnya.

Jinaa membalas tantangan Tae ho dengan menatap cowok itu lembut. "Aku sudah menganggapmu sebagai saudaraku sendiri. Dan aku akan sangat marah jika cewek centil itu merayumu. Telingaku begitu panas setiap kali mendengar gosip tentangmu. Meskipun sebenarnya kamu tidak melakukan apa pun. Aku mohon, bersikap tegaslah."

Tae ho tersenyum kecil. Tangan  kanannya terangkat dan mengacak-acak puncak kepala gadis itu singkat. Kemudian ia mengangguk. Walaupun masih banyak yang belum tersampaikan kepada gadis mungil ini. Tetapi ia akan melakukannya dengan perlahan. "Akan aku lakukan?"

"Jangan berbohong." Ujar Jinaa.

"Tidak akan."

***

Min seok mengeluarkan semua baju dari koper lalu menyusunnya kedalam lemari. Pindah rumah. Tak pernah terpikirkan ia akan menuruti perkataan ibunya tanpa berpikir dua kali.

Begitu selesai. Min seok berjalan mendekati jendela. Setelah sekian lama, akhirnya ia bisa merasakan kembali bagaimana mempunyai sebuah rumah yang sebenarnya. Karena berhari-hari terkurung di dalam satu ruangan dan hanya di temani dengan bertumpuk-tumpuk kertas. Memusingkan kepalanya saja.

Di tempat lain, Jinaa terpaksa pulang sendiri di karenakan Hyun ra harus menemui guru musik terlebih dahulu. Ia tidak mau lagi menunggu, penyesalan waktu itu tidak akan pernah ia ulang lagi.

Sesampainya di rumah Jinaa langsung melepaskan sepatu dan berganti dengan sandal. Sedetik kemudian wajahnya mulai melemas, tidak ada orang lagi. Entah sudah berapa lama ia menjalani kegiatan itu. Setiap pulang sekolah ia hanya di sambut dengan kesunyian  rumah.

Sudah biasa. Itu ucapan yang sering terlontar dari bibirnya jika teman-temannya berkunjung kerumah.
Berada di dapur Jinaa menuangkan air putih kemudian meneguknya sampai tak bersisa lagi. Rencananya hari ini masih sama seperti yang sebelumnya, sebelumnya dan sebelumnya lagi. Tidur dan akan terbangun ketika malam tiba.

"Kamu sudah pulang?"
Jinaa berbalik dan meletakkan gelasnya di atas meja. Mae ri berjalan menghampiri Jinaa, segera di cubitnya pipi anaknya itu pelan. "Kenapa tidak meminta jemput?"

"Hah,"  seru Jinaa tergagap.
Mae ri tertawa. Ia melalui Jinaa menuju lemari pendingin.  "Eomma akan membuat makanan. Jadi mandilah dulu."

"Eomma sudah pulang."

Seperti tersambar petir, tubuh Jinaa membeku. Jantungnya entah kenapa mulai bereaksi aneh. Suara itu sangat familiar di telinganya, walaupun ia lupa di mana pernah mendengarnya.

Jinaa melirik Mae ri yang tersenyum. Bukan untuk dirinya. Tapi siapa?

"Sudah selesai membereskan barang-barangmu?"

Refleks tubuh Jinaa berputar. Tepat di depan matanya sebuah bentuk wajah yang sampai saat ini masih melekat sempurna di hati dan pikirannya itu ternyata kembali. Ia tercekat, lidahnya terasa kelu dan telinganya tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya.

"Jinaa." Panggil Mae rin keheranan. Saat Jinaa menoleh, ia melanjutkan. "Ada apa?"

Ragu-ragu Jinaa menggeleng. Ia membuang muka ketika pria di hadapannya itu menatapnya. "Aku ingin mandi." Balasnya cepat, lalu secepat kilat Jinaa berlari Menaiki anak tangga.

"Dasar anak itu." Mae ri mendecak beberapa
Kali.

Min seok tak memerdulikan ucapan ibunya. Setelah Jinaa pergi dan terdengar suara benturan pintu pada dinding. Hanya satu yang ada di pikirannya. Apa yang sedang terjadi kepada adik tirinya itu.

Bersambung...

***

Terjemahan :

*Opseoyo : tidak ada

*Eomma : ibu

***

Nantikan bagian lainnya dari 'Falling in Love'

Jangan lupa votes dan comentnya.

Terima kasih yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca 'Falling in Love'

Baca juga Promise ya!! Kisah cinta antara dokter psikologi dan wanita cantik bernama Soo hee.

Selamat membaca!!!!

Salam manis,

SulisTia

Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang