"Aku pulang..."
Jinaa melepaskan sepatunya di sertai helaan napas. Dengan menyeret tasnya, ia berjalan menuju sofa. "Argh!" Di hempaskannya tubuhnya keatas sofa.
Ia mengerjap menatap langit-langit rumah. Entah kenapa hari ini benar-benar melelahkan. Meskipun pelajaran di sekolah tadi tidak ada sangkut pautnya dengan olahraga. Tetapi ia merasa seakan sekujur tubuhnya remuk.
Jinaa menguap, ia menggeliat meraih bantalab sofa. Memeluknya erat dan memejamkan mata. Ia harus tidur sekarang.
Di sisi lain, Min seok mematikan mesin mobil. Setelah menutup gerbang ia berjalan memasuki rumah. Tepat di depan pintu, tanpa sengaja ia menendang sepatu sekolah milik Jinaa.
Sebuah senyuman terhias di sudut bibir Min seok. Ia menggigit bibir bawahnya melihat lantai yang di penuhi buku pelajaran Jinaa tercecer di sana. Ia mendesah, lalu mulai memunguti semua buku-buku itu. Begitu selesai dan meletakkan buku yang ada di tangannya di atas meja. Ia memilih duduk di atas meja.
"Apa ini yang selalu ia lakukan saat pulang sekolah." Gumam Min seok. Di silangnya kedua tangan di depan dada. "Dia tidur seperti bayi."
Saat tubuh Jinaa berbalik menghadapnya dengan mata terpejam. Kerutan halus di keningnya pun muncul. Di tatapnya seluruh wajah Jinaa lekat. Ia menyukai cara gadis itu tidur. Begitu tenang menurutnya.
Dua jam lebih telah berlalu. Min seok masih saja menatap Jinaa yang berada di sofa. Alih-alih ingin menghilangkan kebosanan, di raihnya salah satu buku pelajaran milik Jinaa.
"Aish, apa dia begitu menyukai mereka?" Desis Min seok begitu mendapati sebuah foto idola Jinaa.
Min seok melirik arlojinya. Sebentar lagi malam tapi Jinaa masih setia dengan tidurnya. Ia memilih bangkit, melepaskan jasnya yang sejak tadi telah membuatnya sangat gerah. Sekilas di tatapnya Jinaa sebelum berjalan melewati gadis itu.
Apapun yang ia lakukan barusan. Semua itu karena hatinya mulai ingin memperhatikan gadis itu.
"Eomma."
Langkah Min seok berhenti. Ia berbalik dan menatap Jinaa. Tidak ada gerak yang di lakukan gadis bertubuh mungil itu. Posisinya masih sama seperti tadi.
"Eomma." Ulang Jinaa di dalam tidurnya. Bibir bawahnya bergetar. "Eomma."
"Dia bermimpi." Gumam Min seok kembali mendekati Jinaa.
Jinaa terisak, air mata mulai mengalir di sudut matanya. Min seok semakin mendekat. Ia duduk di sofa dekat Jinaa. Satu tangannya terangkat kemudian menyentuh buliran air mata Jinaa.
"Apa yang kamu mimpikan?" Tanya Min seok. Tak ada jawaban dari Jinaa. "Jika kamu bermimpi buruk lebih baik bangunlah."
"Jangan pergi eomma. Jinaa mohon jangan pergi eomma."
Penuh keberanian di raihnya tangan Jinaa dan menggenggamnya erat. "Aku bilang bangun." Ujar Min seok lembut.
Perlahan kedua mata Jinaa membuka. Begitu mendapati siapa di depannya. Kontan tangisnya meledak. Ia pun bangkit dan memeluk tubuh bidang Min seok. Di benamkannya kepalanya pada leher pria itu.
"Eomma." Ucap Jinaa di sela-sela tangisnya.
Min seok menepuk punggung Jinaa pelan. Entah apa yang di mimpikan gadis itu. Tapi ia merasa memiliki tanggung jawab untuk melindunginya. Begitu Jinaa sesegukan. Min seok menjauhkan tubuh gadis itu darinya.
Di tatapnya kedua mata lembab di depannya itu. Min seok mendecak,"kenapa tidak bangun saat aku menyuruhmu tadi."
"Apa?" Tanya Jinaa tak mengerti. Tangisnya berhenti saat tangan Min seok mengelus lembut pipinya. Jinaa menelan ludah. Ia bingung kenapa pria itu bisa bertingkah aneh hari ini.
"Kamu harus mandi, setelah itu temani aku ke supermarket." Ucap Min seok, ia berdiri hingga membuat Jinaa sedikit menengadahkan kepala. Bibir Min seok terbuka, tapi ia tidak mengeluarkan kalimat apa pun melainkan sebuah helaan napas. Di tunjuknya kening Jinaa pelan, "jangan memeluk seorang pria seperti tadi. Iti tidak baik untukmu. Apalagi kamu seorang wanita."
Jinaa mengerjap, "apa yang aku..."
Kedua mata Min seok menyipit. Ia menunduk mendekatkan wajahnya pada wajah Jinaa hingga sekarang hanya tersisa beberapa senti saja. Jinaa melotot. Toh, mungkin pria di depannya itu sudah mengetahui keadaan wajahnya.
Min seok menghela napas. "Cukup turuti saja yang aku katakan tadi. Dan mulai sekarang jangan bersikap seperti orang asing lagi. Aku oppamu. Jadi bersikaplah layaknya kita saudara kandung."
"Tapi..."
"Aish." Desis Min seok. Ia menjauhkan wajahnya. "Apa kamu akan terus bertanya. Sebentar lagi pukul sembilan. Supermarket akan tutup."
"Supermarket."
Min seok memgangguk. "Mandilah. Aku akan menunggumu."
***
Jinaa berjalan di belakang Min seok, ia ingin tahu apa yang sedang di pikirkan pria itu hingga mengajaknya berbelanja bersama. Selama ini hubungan mereka tidak begitu akrab. Namun, hari ini semuanya bagaikan mimpi.
Min seok meraih telur lalu memasukkan kedalam keranjang dorong. Ia berbalik menghadap Jinaa yang sejak tadi terus diam. Satu alisnya terangkat, "belilah apa yang kamu inginkan."
Jinaa menggigit bibir bawahnya di sertai gelengan kepala. "Tidak ada." Diliriknya Min seok sekilas. Tapi kemudian ia teringat akan sesuatu. "Yoghurt."
"Baiklah!" Seru Min seok penuh semangat. Di tariknya lengan Jinaa hingga mereka berjalan saling beriringan. "Dimana aku tadi melihatnya." Kepala Min seok celingak-celinguk menatap seluruh rak.
"Aku suka yang dingin." Lanjut Jinaa. Ia mengambil alih keranjang dorong dari tangan Min seok. Lalu berjalan mendahului pria itu. "Ramen, saus, daging, susu,"
Melihat kesibukan yang di lakukan Jinaa membuat Min seok berhenti dan bersandar di salah satu rak sembari menatap gerak-gerik Jinaa memilih makanan.
"Apa yang kamu lakukan?" Tanya Jinaa.
"Tidak ada. Sudah selesai berbelanjanya."
Jinaa mengangguk, "kita harus membayarnya."
Begitu sampai di dalam mobil. Jinaa menghela napas panjang. "Capek."
Min seok bergumam. "Bisa masak?"
"Siapa."
"Kamu."
Jinaa memonyongkan bibirnya. "Tidak bisa"
"Apa aku harus memasak untukmu."
Kedua bahu Jinaa terangkat. "Terserah."
Bersambung....
***
Maaf jika ada typo. Dan maaf, maaf, maaf banget kalo partnya pendek. Udah gitu lama updatenya.
Soalnya lagi nggak bisa konsentrasi akhir-akhir ini.
Jangan lupa juga buat vote dan commentnya ya!!!!
Salam manis,
SulisTia
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling in Love
RomansPercaya cinta pada pandangan pertama? Jika kamu percaya, beranikah kamu menyatakan cintamu itu. Sebuah perasaan yang datang entah dari mana sanggup membuat Jinaa tak bisa bernapas. Ia tak pernah menyangka akan mencintai seorang pria tampan yang jel...