Debaran pertama 'part 1'

77 7 1
                                    

Min seok menggeliat di tempat tidurnya. Perlahan matanya membuka. Sangat gelap. Lalu tangan kirinya meraba sisi lain tempat tidur. Begitu menemukab ponsel dan menyalakannya. Ia mengerti, ternyata mati lampu.

Masih setengah tidur. Min seok berjalan menuju pintu dengan bantuan ponselnya. Di lihatnya pintu kamar Jinaa yang terbuka. Kemana dia?

"Akh!" Teriakan Jinaa semakin memekakkan telinga Min seok. Gadis itu semakin mempererat pelukannya. "Eomma!"

Sedikit terkejut mendapatkan serangan mendadak dari Jinaa itu. Min seok memegangi tubuh Jinaa yang bertengger di pelukannya. Lampu menyala setelahnya sehingga dapat memperlihatkan dengan jelas posisi mereka berdua saat ini.

Jinaa mencengkeram leher Min seok. Ia tidak begitu takut dengan gelap. Tetapi jika sudah berhubungan hujan bercampur petir. Itu lebih menakutkan dari pada hantu.

"Apa kamu akan seperti ini terus?" Ujar Min seok. Tangannya pegal memegangi tubuh Jinaa. Ia tak menyangka tubuh semungil itu bisa berat sekali. "Lampu sudah menyala."

Perlahan tapi pasti. Pegangan tangan Jinaa mengendur. Ia menelan ludah dengan susah payah, lalu matanya terbuka dan seketika napasnya berhenti. Jantungnya berdetak cepat serta tubuhnya menegang. Ia bisa melihat kedua kakinya melingkar di pinggang Min seok. Aigo, kesalahan apa ini.

"Jinaa." Panggil Min seok tepat di telinga gadis itu. Kontan saja Jinaa tersentak dan menjauhkan kepalanya dari leher Min seok.

"Ne." Jawab Jinaa cepat.

Mata Jinaa membulat. Jarak wajah mereka begitu dekat. Bisa di bilang hanya berjarak satu jari saja. Sedangkan Min seok, pria itu menunjukkan sikap tenang. Ia tidak sama dengan pria di luaran sana, mengambil kesempatan dalam kesempitan. Walaupun sempat membuatnya tertegun. Ia hanya sebuah kesalahpahaman.

Jinaa tercekat saat kedua mata hitam Min seok mulai berjalan dan berhenti tepat di bibirnya. Sekali lagi tangan Jinaa yang berada di kedua bahu Min seok mencengkeram kuat. Tanpa di sadarinya, ia menghentikan napasnya dan mulai memejamkan mata. Menunggu sebuah ciuman.

Cukup lama Min seok memandangi bibir mungil berwarna merah muda milik Jinaa. Gadis itu hanya memakai lipsglos ringan. Menyadari cengkeraman Jinaa semakin menguat di bahunya, mata Min seok beralih menatap kedua mata gadia itu yang terpejam.

Tak menunggu waktu lama untuk berpikir. Sekarang Min seok dapat menebak apa yang ada di dalam pikiran gadis itu. Sebuah ciuman. Ia menahan senyuman, lalu berbisik. "Tubuhmu berat."

"Mwo?" Seketika mata Jinaa membelalak. Wajahnya memanas. Mungkin sudah berubah warna. Dan di tambah lagi Min seok sedang berusaha menahan tawa. Dia sudah mempermalukanku. "Mianhae, kamu tau aku takut petir," lanjutnya. Kemudian turun dari tubuh Min seok.

Min seok berdeham. Mereka berdua terlihat
Salah tingkah. Berulang-ulang Jinaa menggaruk
Kepalanya. Mengalihkan pandangan ketika Min seok menatap kearahnya dan kebiasaannya muncul. Jika sedang gugup, ia pasti akan memainkan ujung baju.

Tak jauh berbeda dari yang di lakukan Jinaa. Walaupun ia bersikap biasa-biasa saja. Tapi ia mengakui jika saat ini jantungnya berdetak lebih cepat. Lagi, lagi Min seok berdeham. "Kenapa tidak memanggilku?"

"Eh," kaget Jinaa. Mulutnya terbuka, lalu menggeleng. "Kamu tidak menjawab."

Astaga! Ia tadi tidur. Hari ini benar-benar melelahkan baginya. Tidak seperti biasanya. Dan ia juga tidak sempat mandi.

***

Tae ho menghentikan mobilnya di depan rumah Jinaa. Seperti yang biasa ia lakukan jika datang berkunjung, Tae ho langsung berjalan kedalam perkarangan rumah. Di lihatnya Jinaa muncul dari balik pintu dengan cengiran.

"Sudah datang. Ayo masuk dulu. Pasti kamu belum makan?" Jinaa menyeret lengan Tae ho agar masuk kedalam rumah. "Aku sudah membuatkan sandwich."

Min seok menghentikan gerakan tangannya, saat Jinaa muncul bersama pria tadi malam. Selama ini memang ia belum pernah melihat adik tirinya membawa seorang teman kerumah. Tetapi sekarang, di pagi buta ia malah membawa teman pria.

"Annyeonghaseyo." Sapa Tae ho, membungkuk kepada Min seok.

Min seok melirik Jinaa yang juga ikut tersenyum. Begitu ia akan membalas sapaan Tae ho. Jinaa sudah lebih dulu mendahuluinya.

"Ayo duduk Tae ho. Aku membuatkannya spesial untukmu." Ucap Jinaa sembari mengulurkan sandwich kepada Tae ho.

Tae ho bergumam, "gomawo."

Selama sarapan pagi berlangsung. Min seok terus memperhatikan percakapan antara dua remaja di depannya itu. Ia penasaran dengan hubungan yang terjalin di keduanya. Jika hanya teman mengapa sikap Tae ho sangat manis kepada Jinaa. Dan juga sorot mata pria itu menunjukkan rasa sayang yang luar biasa.

Setelah menghabiskan makanannya, Min seok bangkit. "Aku berangkat ke kantor dulu."

Jinaa mengangguk singkat. Lalu dengan cepat beralih kepada Tae ho. "Pulang nanti temani aku ke insadong, ya."

"Kesana lagi." Keluh Tae ho.

"Setiap pulang sekolah aku selalu kelaparan dan di rumah tidak ada makanan. Jadi aku mohon untuk hari ini saja. Hyun ra sibuk dengan kelas musik, sampai-sampai melupakanku." Jelas Jinaa memelas.

Tae ho menghela napas panjang. Ia pasrah, "baiklah, tapi aku mau kamu menjadi pacarku."

"Aish," Jinaa mendesis. "Jangan bercanda."

Tae ho terkekeh geli. Kemudian matanya mendapati kakak tiri Jinaa sedang menuruni tangga. "Kalian akrab?"

Jinaa mengikuti gerak mata Tae ho. Min seok sedang berada di ruang tengah. Sedang menjawab telepon. Ia menggeleng, "dia tidak pernah menganggapku ada di rumah ini. Kami seperti dua orang asing." Tapi tidak untuk semalam. Ia sangat peduli kepadaku.

"Kenapa mau tinggal satu rumah kalau kalian masih merasa seperti orang asing."

"Jika ada dia, aku tidak akan merasa kesepian. Walaupun kami tidak pernah berbicara panjang lebar. Dan dia benar-benar orang yang sibuk, pulang ke rumah juga ketika aku sudah di dalam mimpi."

Kepala Tae ho mengangguk beberpa kali. Ada sedikit kelegaan di hatinya dapat melihat Jinaa kembali menunjukkan senyuman seperti empat tahun lalu saat ibunya masih hidup.

"Ayo berangkat." Ujar Jinaa sudah siap dengan tasnya.

"Oke." Balas Tae ho singkat.

Bersambung...

***

Terjemahan :

*Eomma : ibu

*Aigo : astaga

*Ne : iya

*Mwo : apa?

*Mianhae : maafkan aku

*Annyeonghaseyo : apa kabar?

*Gomawo : terima kasih

***

Maaf jika ada typo.

Semoga kalian suka sama bagian ini ya!!!^^

Jangan lupa juga buat vote dan commentnya ya!!!!

Baca cerita ku yang lain 'Promise'. Siapa tau kalian suka^^.

Salam manis,

SulisTia

Falling in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang