"Kamu sudah datang." Seru Jinaa mempersilahkan Hyun ra masuk kedalam rumahnya. "Mau minum apa?"
"Apa saja yang ada di rumahmu, kalau perlu hidangkan semuanya di hadapanku." Cengir Hyun ra, ia duduk di sofa depan televisi begitu Jinaa pergi dengan dengusan. Ia terkekeh geli.
Jinaa membawa baki yang di atasnya terdapat dua gelas jus jeruk. Ia duduk di samping Hyun ra, lalu meraih remote tv. "Tumben kamu kerumah ku?"
Hyun ra bergumam. Kedua kakinya terus bergerak-gerak tak jelas. Rasa masam pada jus yang di minumnya itu seketika membungkam mulutnya. Ia tak peduli terhadap tatapan tajam yang di layangkan Jinaa. Setelah meneguk habis minumannya, ia menyergit. "Kenapa masam sekali?"
Kedua bahu Jinaa terangkat. Setiap kali gadis itu datang kerumahnya. Sungguh sangat menyenangkan. Meskipun setiap saat harus melewati pembicaraan dengan berdebat. "Terus kenapa kamu minum sampai habis?"
Hyun ra menggaruk tengkuk kepalanya yang tidak gatal itu. Lalu terkekeh geli. "Appa mu kemana?" Tanyanya mengalihkan pembicaraan. Ia melirik kesekeliling ruangan. Sangat sepi dan membosankan.
"Dia jarang di rumah, harus mengurusi rumah sakit." Jawab Jinaa, matanya lurus kedepan. Andai saja Ayahnya dapat membagi waktu antara pekerjaan dan dirinya. Mungkin rumah tidak akan sesepi ini.
Mata Hyun ra mengerjap beberapa kali. Ia lupa bahwa ayah Jinaa adalah pemilik rumah sakit terbesar di korea. Dan pria yang sering di panggil Jinaa sebagai Ayah itu, jarang sekali pulang kerumah. Jika pulang, itu hanya sekedar berganti pakaian lalu kembali lagi kerumah sakit.
"Eomma barumu kemana?" Tanya Hyun ra lagi. Ia sangat penasaran, biasanya seorang ibu akan berada di rumah pada jam-jam istirahat seperti sekarang ini.
Jinaa menghembuskan napas berat. Ia menggeleng lemah, "Dia salah satu Dokter di rumah sakit appaku. Malam nanti baru pulang."
"Heol," ucap Hyun ra. Di tatapnya Jinaa, gadis itu tidak menonton layar yang ada di depan mereka. Tapi Jinaa sedang memikirkan sesuatu. Ia tidak mungkin terkecoh dengan kelakuan temannya itu. "Ayo kita keluar?" Ajak Hyun ra menyenggol pelan lengan Jinaa.
"Eodi?"
Alis Hyun ra terangkat. Sedetik ia berpikir, kemudian menggeleng. "Kemana saja. Aku ingin mencari udara segar."
"Hm, aku berganti baju dulu."
Hyun ra mengangguk dan menatap punggung Jinaa yang berjalan menuju kamarnya.
***
Insadong. Pusat dari ibukota korea itu selalu ramai oleh para wisatawan atau warga lokal. Banyak pernak-pernik tradisional yang di tawarkan para pedagang. Jinaa dan Hyun ra menyusuri jalan sembari terus menatap kedai-kedai di kanan kiri mereka.
Hyun ra menarik lengan jinaa menuju salah satu kedai. "Hari ini aku yang traktir." Ujarnya kepada Jinaa yang diam. Di raihnya satu tusuk hot bar, sebelum memasukkan kedalam mulut tak lupa di gulingkan terlebih dahulu makanan itu kedalam saus tteokbokki."
"Kamu tidak makan?" Tanya Hyun ra dengan kedua pipi yang menggelembung penuh oleh makanan. "Kalau tidak mau, ya sudah aku makan sendiri."
Jinaa mendesis, bibirnya mengerucut. "Kamu yang bayar. Soalnya aku tidak bawa uang."
Hyun ra megangguk, ia menoleh dan menyakinkan temannya itu. Saat Jinaa mengambil satu tusuk odeng dan melahapnya tanpa ampun. Tawa Hyun ra seketika meledak hingga membuat pengunjung lain yang ada di dekat mereka menoleh.
"Kecilkan suaramu?" Gumam Jinaa. Malu-malu ia menatap semua orang yang masih memandangi kearah mereka. Temannya itu benar-benar sudah mempermalukannya.
"Biasanya juga kamu seperti itu." Celetuk Hyun ra, kemudian meraih tusuk ketiga hot bar. Kali ini Jinaa yang tertawa saat melihat saus tteokbokki berada di pipi dan dagu Hyun ra, perutnya terasa sangat keram sekarang. Hyun ra diam, heran kenapa tiba-tiba Jinaa bisa sebahagia itu. "Ada apa?"
Kedua mata Jinaa mengeluarkan air mata. Ia terengah-engah, begitu sadar banyak pasang mata memandanginya. Kontan ia membungkuk beberapa kali meminta maaf. Perasaanya lega sekarang.
"Jahat." Gerutu Hyun ra begitu mereka telah selesai memakan makanan pinggir jalan tadi.
Jinaa terkekeh dan melingkarkan tangannya ke lengan Hyun ra. "Mianhae, jinjjha-jinjjha mianhae."
"Sekarang kita kemana?" Kata Hyun ra mengalihkan pembicaraan.
"Hmm..." langkah kaki Jinaa berhenti. Dan di ikuti oleh Hyun ra di sampingnya. Matanya mulai menelusuri semua kedai. "Ke sana?" Tunjuknya kearah kedai yang menjual berbagai macam pernak-pernik.
"Kaja!" Balas Hyun ra penuh semangat.
Matahari mulai terbenam dan tak terasa langit yang tadi berwarna biru telah di gantikan dengan tebaran bintang. Dari tempat bermain anak-anak, Jinaa dan Hyun ra duduk di ayuran. Mereka menghentikan tawa dan saling menoleh.
"Gomawo." Ujar Jinaa di sertai senyuman.
Hyun ra mengangguk, ia mengalihkan wajahnya. Kepalanya menengadah menatap langit malam. "Na do gomawo."
"Wae?"
"Karena kamu sudah mau menjadi temanku."
"Aish," Jinaa mendesis. "Perkataan macam apa itu, sangat klasik."
"Kalau tidak mau, ya sudah!" Ketus Hyun ra.
Jinaa tertawa geli, melihat tingkah Hyun ra yang cepat tersinggung itu. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya begitu saja. "Gomawo untuk hari ini."
Hyun ra mengangguk cepat. Kemudian mereka tertawa bersama.
Bersambung...
***
Terjemahan :
*Eodi : kemana?
*Tteokbokki : jajanan khas korea
*Mianhae : maafkan aku
*Jinjjha : benar
*Kaja! : ayo!
*Gomawo : terima kasih
*Na do : aku juga
*Wae : kenapa?
***
Maaf jika ada typo.
Tunggu ya kelanjutan 'Falling in Love' mulai besok Jinaa dan Min seok akan sering keluar. Jadi pantengin terus 'Falling in Love' biar nggak lupa sama alur ceritanya.
Jangab lupa juga vote serta comentnya ya!!!!
Baca juga Promise ya!! Kisah cinta antara dokter psikologi dan wanita cantik bernama Soo hee.
Salam manis,
SulisTia
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling in Love
RomancePercaya cinta pada pandangan pertama? Jika kamu percaya, beranikah kamu menyatakan cintamu itu. Sebuah perasaan yang datang entah dari mana sanggup membuat Jinaa tak bisa bernapas. Ia tak pernah menyangka akan mencintai seorang pria tampan yang jel...