Sedikit tergesa-gesa Jinaa meraih tas sekolahnya dari atas meja belajar. Kebiasan buruk setiap pagi itu tidak pernah menghilang, walaupun ia sudah tidur lebih awal tetap saja ia masih kesiangan.
Tanpa menutup pintu kamar, Jinaa keluar begitu saja dan berlari. Ini tidak benar! Bisa-bisa ketinggalan bus! Akan tetapi karena sibuk memperbaiki rambutnya yang berantakan ia salah memijakkan kaki pada anak tangga terakhir.
"Eomma!" Pekik Jinaa kaget. Matanya terpejam, ia tidak rela jika harus berciuman dengan lantai sepagi ini. Menjijikkan!
Tunggu? Tangan Jinaa memegang sesuatu. Masih dengan mata tertutup, kedua tangannya bergerak menelusuri benda tak di kenalnya itu. Bukan lantai? Tapi apa ini? Perlahan namun pasti, ia mengintip dari sebelah matanya. Sesaat mengetahui sebuah tangan kekar memegangi kedua bahunya. Sontak Jinaa terlonjak menjauh.
Jinaa menutup mulutnya dengan kedua tangan. "Aigo, mianhae. Jeongmal mianhae." Ia membungkuk beberapa kali. Sial! Sial! Sial! Kenapa harus dia yang menolongku! Cerobohnya!
"Lain kali jangan bermain-main jika menuruni tangga. Kakimu akan terluka nanti." Ucap Min Seok. Lalu berjalan menuju dapur, tak perduli kepada Jinaa yang masih membungkuk.
Jinaa menggeram kesal. " Wae? Wae? Wae?" Gumamnya. Lalu ikut menuju dapur dengan langkah lesu.
"Naik bus lagi?" Tanya Mae ri begitu Jinaa sudah duduk di depan meja makan. Jinaa mengangguk singkat, meraih sandwich yang di ulurkn oleh Mae ri. "Mau di antar?"
Jinaa menggeleng, "Anio. Gwenchana, aku naik bus saja. Lagi pula Tae ho bersamaku." Di gigitnya sandwich dan mengunyahnya pelan.
"Kalau mau di antar, biar Min seok oppa yang mengantarmu."
Dalam hitungan detik Jinaa tersedak makanannya sendiri. Berulang-ulang ia terbatuk. Melihat Jinaa yang kesakitan, wajah Mae ri berubah cemas. "Minumlah dulu. Makannya pelan-pelan saja, sayang." Sarannya membantu memukul punggung Jinaa pelan.
Jinaa menggeleng, cepat-cepat ia meminum air putih. Begitu merasa baikan. Tak sengaja ia bertemu tatap dengan mata hitam Min seok. Lagi? Perasaan aneh itu muncul lagi. Sangat campur aduk. Entah mengapa ia menyukai cara pria itu menatapnya.
"Kamu baik-baik saja kan, sayang?" Ujar Mae ri masih memasang wajah cemas.
Jinaa mengalihkan pandangannya dari Min seok. Ia tersenyum kepada Mae ri. "Gwenchanayo eomma." Kemudian ia bangkit dari duduknya. "Aku pergi dulu."
Mae ri mengangguk. "Hati-hati."
"Ne eomma." Balas Jinaa singkat. Kali ini ia tidak melirik Min seok. Jika itu ia lakukan maka rasa malu yabg belum hilang saat di tangga tadi akan bertambah.
***
Gerbang rumah terbuka. Min seok menjalankan mobilnya setelah cukup lama memanaskan mesinnya. Jalanan kota Seoul tidak pernah sepi. Di pagi hari orang-orang sudah di sibukkan dengan pekerjaan mereka masing-masing.
Kecepatan mobil Min seok melambat. Dari kejauhan ia menemukan adik tirinya berlari-lari kecil. Gadis itu di tinggalkan bus.
Saat arah mereka bertemu, sekilas Min seok melirik kearah Jinaa dari jendela mobil. Gadis itu sangat cereboh menurutnya. Sifat kekanak-kanakannya masih melekat. Tapi bukan itu. Ada satu alasan kenapa ia tidak begitu memerdulikan gadis itu. Yaitu ia tidak ingin mengulang masa lalu.
Ketika mobilnya telah menjauh dari keberadaan Jinaa. Ia memasang handsfree pada salah satu telinganya. "Tunda keberangkatanku ke Paris, mungkin aku akan ke sana pada akhir bulan ini."
"Tapi pak,"
"Jika mereka menolak dan tetap ingin bertemu dengan ku besok. Berikan surat pembatalan kontrak." Lalu Min seok memutuskan percakapan keduanya, sebelum sempat di balas oleh bawahannya.
Tiga puluh menit perjalanan. Min seok menghentikan mobilnya. Diraihnya karangan bunga mawar putih yang sempat ia beli saat di perjalanan tadi.
Senyumanya terulas, hampir dua tahun belakangan ia tidak pernah datang lagi ketempat ini. Ia sangat merindukannya.
Didepan deretan lemari kaca yang sudah di penuhi oleh guci serta karangan bunga. Min seok meletakkan karangan bunganya pada salah satu lemari kaca. Di tatapnya wajah mungil penuh keceriaan di samping guci. Sekarang ia hanya bisa memandangi foto itu.
"Bagaimana kabarmu? Maaf aku baru mengunjungimu lagi. Kamu tahulah pekerjaan ku sangat padat." Min seok tersenyum kecut. "Ku harap kamu bisa tenang di sana. Kita pasti bertemu lagi suatu saat nanti. Apa kamu mau menungguku. Mungkin cukup lama, tapi aku sangat merindukanmu. Apa boleh....." tatapannya nanar. "Sekarang aku bertemu denganmu."
Pertahanan Min seok roboh. Tetesan air mata mengalir di pipinya. Ia menunduk dengan kedua tangan yang terkepal erat. Di tinggalkan oleh dua orang sekaligus, pertama ayahnya lalu wanita yang di cintainya. Sungguh membuatnya gila. Ia pikir wanita itu akan terus bersamanya sampai ajal menjemput begitu usia tua merambat. Akan tetapi ia terlalu serakah dan melupakan kenyataan dunia.
"Aku sangat menyesal, hyun ji." Bisik Min seok pelan.
Bersambung...
***
Terjemahan :
*Aigo : astaga
*Mianhae : maafkan aku
*Jeongmal : benar-benar
*Wae? : kenapa?
*Anio : tidak
*Gwenchana : tidak apa-apa
*Ne : iya
***
Tunggu ya kelanjutan 'Falling in Love'. Kalau idenya cepat datang... aku akan update langsung. Biar kalian nggak penasaran. Sama alur cerita 'Falling in Love'
Jangan lupa vote dan coment ya!!
Baca juga Promise ya!! Kisah cinta antara dokter psikologi dan wanita cantik bernama Soo hee.
Dan terima kasih karena sudah mau membaca 'Falling in Love'
Salam manis,
SulisTia
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling in Love
RomancePercaya cinta pada pandangan pertama? Jika kamu percaya, beranikah kamu menyatakan cintamu itu. Sebuah perasaan yang datang entah dari mana sanggup membuat Jinaa tak bisa bernapas. Ia tak pernah menyangka akan mencintai seorang pria tampan yang jel...