Prolog

35.2K 1.6K 109
                                    

Berlari kecil dari stasiun subway bawah tanah, sekali lagi aku menyepatkan langkah kecilku diantara orang-orang yang berlalu-lalang di jalan setapak kawasan Gangnam yang selalu ramai.

Kakiku sudah mati rasa, high heel ini membunuhku, aku yakin sekarang telapakku sudah lecet semua karena berlari cukup jauh. Tapi aku tidak bisa mempedulikannya karena aku hampir terlambat. Kaki lecetku tidaklah lebih penting dari janji makan siangku.

Aku melihat jam tanganku yang sudah lusuh sekali lagi, aku panik. Aku ternyata sudah terlambat lima belas menit. Sial!

Teman-temanku yang super sibuk pasti sudah menungguku sekarang. Rutukku kesal. Aku harap mereka tidak mengomel karena keterlambatanku.

Tapi ini tidak sepenunya kesalahanku karena jarak stasiun subway dari restoran yang ku tuju ternyata lebih jauh daripada yang GPS katakan. Jika tahu begitu aku akan menggunakan sneakers untuk lari bukan hak seperti ini. Tapi itu bukan waktunya menyesal karena aku sedang terburu-buru. Melihat ke sekeliling aku menyipitkan mataku, mencari nama restoran yang Seulgi katakan.

Oh akhirnya aku melihat tempat itu di ujung blok, Queen Park salah satu restoran termewah  di Seoul. Bangunan itu terdiri dari dua lantai, sangat modern dan cangih dengan dinding kaca dan bata merah, kelihatannya mahal. Tapi teman-temanku orang kaya tentu saja mereka tidak akan makan di restoran biasa.

Aku merapikan rambutku yang berantakan tertiup angin dan menghusap peluh yang tercipta di dahiku karena berlari. Aku berkeringat di musim dingin, wah sungguh tidak biasa.

Aku melangkah perlahan menuju ke pintu masuk restoran itu yang menjadi tempat ku dan teman-temanku bertemu. Seorang pelayang wanita dengan seragam hitam putih menyambutku. Ia tersenyum ramah yang dibuat-buat, dari tatapannya aku tahu dia menilai penampilanku.

Aku juga tidak pernah bermimpi akan memasuki restoran semewah ini sebagai tamu, kalau sebagai pelayan sih mungkin.

"Bisa saya bantu, nona?" Pelayan itu bertanya sopan dengan senyum palsunya tadi.

"Reservasi atas nama Kang Seulgi?" Kataku mencoba untuk terlihat percaya diri. Meski itu bohong, aku merasa tidak pantas berdiri di tempat-tempat seperti ini, karena ini bukan kelasku.

Pelayan itu lalu melihat sebuah tab di atas meja di sampingnya mencari nama Kang Seulgi di atas benda latar datar itu. Lalu dia memanggil teman pelayannya yang lainnya.

"Mari ikuti saya nona," aku mengikuti seorang pelayan laki-laki yang berjalan di depanku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mari ikuti saya nona," aku mengikuti seorang pelayan laki-laki yang berjalan di depanku. Restoran ini benar-benar indah, dengan meja dan kursi mahal yang tertata apik serta lampu gantung krystal yang indah. Jelas ini adalah restoran berkelas dengan harga makanan yang selangit. Mungkin setengah gajiku perbulan untuk sekali makan di sini. Dan itu pasti bukan level seorang Jung Soojung.

Tapi jangan pikirkan itu sekarang, aku bisa memesan salad nanti. Lagi pula tujuanku datang ke sini bukan untuk makan tapi karena salah satu sahabatku, Choi Jinri ingin memperkenalkan tunangannya pada kami.

NO REASONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang