Shin Hye terdiam melamun di kursinya. Hari itu ia menjadi sangat diam dan murung. Dengan mengajaknya bicara, Yong Hwa semula ingin membuat Shin Hye semakin yakin dengan keputusannya, namun faktanya yang terjadi sebaliknya. Shin Hye jadi berpikir bolak-balik dan menjadi ragu.
Ia gamang mengeja nama Kim Rae Won sebagai tunangannya setelah pesta nanti. Tunangannya. Tapi dirinya sudah tidak bisa mundur lagi sebab hari pertunangannya hanya tinggal 2 minggu kurang. Dan betapa kedua orang tuanya sangat bahagia menyambut hari itu nanti.
Shin Hye segera membereskan isi tasnya lagi, ia kemudian berdiri dan melangkah pergi. Menuju ke pelataran parkir. Ia lantas membawa mobilnya meninggalkan kampus.
Hari itu harusnya ia mengikuti seminar yang diselenggarakan mahasiswanya, namun ia memilih menghirup udara segar. Tiba-tiba ia ingin menyendiri dan berpikir. Ia ingin membuat hatinya yakin dengan langkah yang akan diambilnya. Dan dengan alasan apa pun saat ini ia benar-benar tidak bisa mundur.Melihat anak kecil yang bermain-main dengan anjing di tepi sungai Han membuat bibirnya refleks tersenyum. Masa kanak-kanak masa yang paling indah dalam hidup, tidak ada kekhawatiran apa pun. Dan kehidupan semakin terasa sulit kala beranjak dewasa. Shin Hye menghela napas dalam. Dadanya terasa demikian pepat. Ia tidak kembali ke kampus. Ia melanjutkan berjalan-jalan tanpa tujuan.
Blouse longgar dengan palazo, coat selutut, lalu sepatu pantofel hak rendah. Ditambah tas selempang, membuat langkahnya lurus tanpa henti menyusuri taman kota. Sambil menikmati keindahan bunga-bunga dan tata kota yang rapi, langkahnya semakin tidak jelas tujuan. Sementara benaknya pun tidak bersama raganya.
Matahari senja sudah menyorotkan sinarnya yang menyilaukan mata, sebentar lagi langit akan berubah warna dari terang menjadi gelap. Shin Hye segera berbalik menuju mobilnya lagi. Ia kemudian membawa mobilnya kembali ke arah kampus. Ada beberapa barangnya yang harus ia ambil di ruangannya. Dan langit sudah gelap saat ia tiba di pelataran parkir kampus.
Kampus sudah sepi, hanya satu dua orang yang entah mahasiswa atau dosen atau entah juga siapa yang terlihat. Shin Hye mengayun langkahnya menuju kantornya. Namun entah kenapa langkahnya lalu berbelok ke aula fakultas seni pertunjukan. Dorongan yang begitu kuat dari dalam dirinya membuat ia lantas mendorong pintu aula.
Yong Hwa yang masih menekuni pekerjaannya seorang diri dikeheningan suasana, mendongakan wajah. Sejenak matanya menajamkan penglihatannya. Siapa kiranya yang sudi datang disaat semua orang beranjak meninggalkannya. Refleks ia bangkit dari kursi saat yang dilihatnya adalah Park Shin Hye.
Berjalan ke arahnya dengan tatap mata yang juga lekat padanya. Ia kemudian keluar dari kursinya, berdiri lurus dari jarak Shin Hye berjalan. Menunggunya. Entah kenapa ia harus melakukan itu. Langkah Shin Hye semakin dekat, tanpa suara sedikit pun dari keduanya. Dan saat Shin Hye berada tepat di hadapannya, dalam satu gerakan yang tanpa komando tangan Yong Hwa merangkum rahang Shin Hye lalu bibirnya menyentuh bibir yang agak pucat itu. Ciumannya direspon Shin Hye dengan gejolak rasa dalam dada. Tangannya erat memeluk pinggang Yong Hwa. Mereka menautkan bibir masing-masing dengan celoteh bahwa mereka saling merindukan.
Lama tidak dilepaskan, ketika kemudian dilepaskan keduanya lantas saling memeluk. Nyata keduanya saling merindukan. Dan tak rela saling kehilangan. Paling tidak itu yang Rae Won lihat saat tanpa sengaja menyaksikannya dari pintu.
Melihat hanya mobil Yong Hwa yang tersisa di pelataran parkir, ia akan menghampirinya dulu sebelum mendahului pulang. Mungkin untuk mengajaknya lagi minum kopi, atau sekedar pamit jika Yong Hwa masih sangat sibuk. Namun ia melihat Shin Hye masuk dari pintu depan, dan belum sempat ia bersuara, keduanya langsung mempertontonkan adegan dramatis itu yang seketika membuat jantungnya seperti berhenti berdetak.
Kakinya tersemat dilantai, saat terdengar pula percakapan ini :
"Saranghe! Saranghe, Yong Hwa-ya!" ucap Shin Hye seraya memeluk tubuh pria muda itu yang tampak balas memeluk dengan sepenuh jiwa.
"Na do saranghe, Park Shin Hye! Aku tidak mau kehilanganmu." balas Yong Hwa menenggelamkan wajah di mayang rambut gadis yang meletakan wajah di dadanya.
Rae Won terkesima. Ia ingin percaya itu semua hanya lelucon, namun bukan. Pelukan keduanya semakin saja erat seperti tidak mau lepas. Setelah kesadarannya terkumpul kembali, pelahan ia membalikan badan kemudian melangkah pergi.
📚Rae Won memacu roda empatnya dengan separuh rasa. Hal yang sangat dikhawatirkannya selama ini benar-benar terjadi. Jika segalanya sudah jelas seperti yang terlihat baru saja, haruskah ia tetap menyimpan harapan akan pertunangannya? Sayangnya mata kepalanya itu yang menyaksikan sendiri. Andai saja mendengarnya dari mulut orang, ia tidak akan percaya dan tetap akan melanjutkan rencana indahnya. Namun, jika semua sudah terang benderang seperti ini? Apa lagi yang ia harapkan?
Rae Won melaju pulang dengan kesesakan dada dan kecewa.Yong Hwa membelai wajah Shin Hye dengan punggung jemarinya. Ia seperti ingin yakin jika wajah yang ada di hadapannya itu adalah wajah Shin Hye. Bibir yang baru saja dicumbunya itu adalah milik gadis yang sangat dicintainya.
"Batalkan rencana pertunangan dengan Kim Gyosu. Aku akan datang kepada orang tuamu menggantikan dia." ucap Yong Hwa serius.
"Apa aku tidak jahat jika melakukan itu kepada Rae Won Oppa?" tatap Shin Hye.
"Aku yang menjahatinya bukan kau. Aku yang menusuknya. Seakan merestui pertunangan kalian, namun akhirnya aku merebutmu darinya."
"Aku sangat hormat padanya, apa tidak apa-apa akhirnya aku mengecewakannya?"
"Kita harus mohon ampun padanya dan pada orang tuanya, Shin Hye-ya." putus Yong Hwa.
Shin Hye tidak bersuara ia kembali memeluk tubuh Yong Hwa, meletakan pipi di dada lelaki cinta sejatinya itu. Yong Hwa balas memeluk, sambil menjatuhkan kecupan di keningnya.Masih ada segumpal awan hitam yang menghalangi sempurnanya kebersamaan mereka. Jika Shin Hye tega membatalkan pertunangannya, Rae Won pasti terluka. Namun hatinya pun semakin tidak dapat berpaling dari Yong Hwa setelah ia memikirkannya bolak-balik sepanjang hari. Ia tidak ingin kehilangan lagi cinta sejatinya itu. Bagaimana ia menjelaskan hal itu kepada Rae Won tanpa membuatnya terluka?
Mereka tidak ingin lagi kehilangan satu sama lain. Itu fakta. Bagaimana pun caranya mereka akan berusaha keras memperjuangkan cinta mereka.
"Hati-hati!" ucap Yong Hwa saat mengantar Shin Hye menaiki mobilnya.
"Janji datang kepada Eomma dan Appa, eoh?" pinta Shin Hye.
"Ye."
"Ithapa..."
"Ithapucha."
Shin Hye pelahan meninggalkan pelataran parkir kampus. Hatinya diliputi kebahagiaan. Ia bahkan menyentuh bibirnya yang tadi dicumbu Yong Hwa. Hatinya tidak pernah merasa sebahagia itu.
📚Beberapa hari Yong Hwa tidak melihat Rae Won ada di kampus. Di hari kesekian saat kemudian melihat mobilnya terparkir di tempat biasa, segera Yong Hwa menghampiri ke kantornya. Rae Won tampak sedang uring-uringan. Bawahannya sedang diomelin. Yong Hwa akan berbalik untuk mengurungkan niatnya, namun Rae Won keburu memergokinya.
"Apa kau datang untuk menemuiku, Jung Yong Hwa-ssi?" tanyanya menghampiri pintu di ruangannya itu.
"Nde, jika Anda punya waktu. Namun jika sibuk aku akan balik lagi nanti." ujar Yong Hwa hati-hati.
"Aniya. Silakan masuk!"
"Kamshahamnidha, Gyosu-nim!"
Rae Won mempersilakannya duduk di sofa.
"Ada apa, geonchungga-nim?" tanya Rae Won dengan sinar mata yang dingin, tidak sehangat dan seramah biasanya.
"Aku tidak tahu apa tepat menyampaikan hal ini di waktu dan tempat seperti sekarang ini?" Yong Hwa sangat berhati-hati.
"Jika tidak ada kaitannya dengan pekerjaan, menurutku tentu saja kurang tepat, Jung geongchungga-nim." pintas Rae Won tandas.
"Nde, aku setuju. Jika begitu, kapan Anda punya waktu, Gyosu-nim? Saat ini rasanya bukan waktu yang tepat." Yong Hwa tidak ingin menuang bensin ke dalam api.Bersambung...
Pendukung raeshin kecewa... mianh! Krn tuntutan skenario, Author hrs patuh pd skrip yg ada di benak Author, bukan begitu?
Kekekekeekkk... 😁(Alasan... hm 😏)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Heart That Hurts
RomanceBeberapa part dalam ff ini dihapus, karena versi buku sedang dalam proses cetak. Sering kali kita tidak menyadari sesuatu memiliki arti hingga dia hilang tak tahu rimbanya. Begitu pun dengan perasaan, sering kali kita abai dan meremehkan hingga kita...