Episode 14

660 102 13
                                    

Shin Hye merasa sekujur tubuhnya tidak berasa menunggu hari esok tiba. Perutnya tidak lapar dan matanya tidak mengantuk. Hanya hatinya yang cemas tak menentu. Mulutnya juga terkunci untuk mengatakan sesuatu kepada Eomma. Ia sangat bingung, harus sekarangkah mengaku kepada Eomma atau menunggu selesai bicara dengan Rae Won?

Semalaman Shin Hye tidak dapat tidur dengan nyenyak. Benaknya berlari kesana kemari. Tidak bisa menebak apa yang akan terjadi esok, juga tidak bisa menerka bagaimana keputusan Rae Won. Sebab ia merasa dirinyalah yang membuat masalah.

Saat bangun tubuhnya agak demam, tapi ia tetap pergi ke kampus. Sebisa mungkin ia menegarkan hati. Ia harus bisa menghadapi semua hal yang mungkin terjadi dengan tegar, sebab dirinya yang memulai.
📚

Sesuai yang dijanjikannya, pukul 5 tepat Rae Won sudah menunggu di tempat yang disebutkannya. Shin Hye dengan Yong Hwa datang beriringan membawa mobil masing-masing. Kim Rae Won duduk dengan berwibawa, matanya memancarkan segenap kharisma membuat Shin Hye gugup saat menghampirinya. Persis seperti maling yang akan diinterogasi.

Berbeda dengan Yong Hwa, dia lebih berani. Meski tidak bisa mengingkari kharisma yang terpancar dari wajah teduh Rae Won. Matanya tidak berani menantang tatapannya yang tajam seperti menembus ke dalam otak.
"Annyong, Kim Gyosu-nim!" sapa Yong Hwa begitu tiba di depannya. Membungkuk takjim.
"Nde, silakan duduk!" Ia mempersilakan. "Kau juga, lemaskan bahumu! Rileks saja. Aku bukan untuk memarahi kalian." ucapnya pada Shin Hye yang sejak datang tampak tegang.
"Nde." angguk Shin Hye.
"Silakan katakan ada apa?" lanjutnya setelah mereka berdua tampak nyaman terduduk.

Tidak segera terdengar bersuara, keduanya malah saling pandang.
"Atau aku yang harus katakan?" tohok Rea Won melihat mereka berdua tampak ragu.
"Mianhe, Oppa! Aku tahu Oppa tidak akan suka mendengar apa yang akan kami sampaikan ini, tapi terpaksa kami harus menyampaikannya." Shin Hye memulai membuka percakapan.
"Benarkah?" Rae Won mengejek. "Masalah apa itu?" lanjutnya.
"Mm... aku ingin membatalkan rencana pertunangan kita, Oppa!"

Plash! Sesuatu seperti yang jatuh di dalam dada Rae Won. Sebaliknya Shin Hye pun seperti menyeret batu besar, dan kala sudah tersampaikan bukan lega malah jantungnya makin bertalu-talu tak menentu mengantisipasi reaksi Rae Won.
"Tentu ada alasannya bukan? Bisa kau katakan apa alasannya?" suara Rae Won tetap tenang tanpa tekanan apa pun.
"Karena..." Shin Hye tidak sanggup melanjutkan.
"Karena aku yang meminta, Gyosu-nim." Yong Hwa memotong.
"Kau? Siapa dirimu hingga harus melakukan itu?"
"Tapi aku setuju dengan permintaannya, Oppa. Mianhe!" Shin Hye balas memotong.
"Bagaimana jika aku menolak permintaanmu?" pandang Rae Won tajam kepada mereka berdua. "Bukankah belum lama kau bilang menyetujui jika aku dengan Shin Hye bertunangan? Kau tidak akan menghalangi sebab Shin Hye sudah tidak memiliki rasa apa pun padamu.." Rae Won menohok, bersemu kesal. Yong Hwa tidak sanggup buka mulut.
"Oppa..."
"Atau, aku setuju mengikuti permintaanmu, jika orang tua kita setuju. Kalian datanglah kepada mereka. Aku akan mengikuti apa kata mereka." putus Rae Won akhirnya tidak ingin bertele-tele.
Mereka saling pandang lagi.
"Jika kalian paham, aku akan pergi." Rae Won sekarang berdiri.
"Rae Won Oppa, chakaman!" Shin Hye menghentikan langkah Rae Won. "Apa Oppa tidak bisa menjawabnya sendiri?" tanyanya berani.
Rae Won duduk lagi di kursi bekasnya. "Tentu saja bisa, tapi aku sangat menghormati orang tua kita. Apa kau tidak?"
"Aku akan berlutut padamu, Oppa."
"Dengar, kau bertindak hanya mengikuti emosi. Sebaiknya kau pikirkan dulu dengan seksama. Ada orang tua kita yang sudah membuat persiapan dengan matang. Dan aku tidak ingin mengabaikan itu. Paham maksudku?" tatap Rae Won.
Shin Hye diam, begitu pula Yong Hwa semakin diam.
"Jika kau paham, aku pergi."
Kali ini mereka membiarkan lelaki itu melangkah meninggalkannya.

Mereka turut meninggalkan tempat itu tak lama kemudian. Tapi bukan pulang, melainkan menuju sungai Han. Mereka perlu bicara berdua tentang rencana yang akan mereka ambil.
"Apa yang harus kulakukan, Yong Hwa-ya? Aku tidak tega melukai hati Rae Won Oppa." keluh Shin Hye.
"Kalau memang itu yang kau rasakan, teruskanlah rencana kalian untuk bertunangan." putus Yong Hwa.
"Ani. Aku tidak ingin melaksanakan pertunangan kemudian di tengah jalan membatalkannya seperti yang kau lakukan."
"Itu pula yang aku pikirkan. Lebih baik sakit sekarang, gagal sekarang daripada setelah pesta nanti, jika memang akan kalian akhiri."
"Apa kau mau menghadapi Appa dan Eomma-ku?"
"Keuroum."
"Orang tua Rae Won Oppa juga?"
"Nde." angguk Yong Hwa.
"Mari kita lakukan sama-sama, Yong Hwa-ya!"
"Shin Hye-ya, mianhata! Seharusnya semua ini tidak terjadi, seharusnya aku tidak mengacaukan rencana pertunangan kalian."
"Bukan. Seharusnya kau datang lebih awal sehingga aku tidak putus asa dan setuju dipertunangkan dengan Rae Won Oppa."
"Apa saat itu kau menungguku?"
"Eoh. Aku menunggumu. Dan terus menunggumu... Kukira, aku tidak akan melihatmu lagi."
"Mianhe, jeongmal mianheyo! Mulai sekarang aku tidak akan membiarkanmu menungguku lagi. Kau hanya perlu mempercayaiku sekali lagi. Dan aku tidak akan menyia-nyiakan kepercayaanmu."
"Baiklah, aku akan percaya padamu."
"Gomowo, Shin-ah!"
📚

Tentu saja bukan perkara mudah menghadap orang tua Rae Won. Apa lagi untuk menyampaikan pembatalan pertunangan Rae Won dengan Shin Hye yang akan diselenggarakan minggu depan.
Tapi Yong Hwa harus melakukannya dan ia pantang menyerah.
"Bisakah saya bicara dengan Tuan?" tanyanya hati-hati.
"Tentang apa? Rasa-rasanya aku tidak mengenalmu.." pandang pria tua yang adalah ayah Rae Won.
"Perkenalkan, nama saya Jung Yong Hwa. Saya teman Shin Hye sejak SMP. Park Shin Hye, calon menantu Anda, Tuan."
"Nde, apa yang bisa kubantu, Jung Yong Hwa-ssi?"
"Maafkan sebelumnya jika apa yang akan saya sampaikan ini tidak berkenan bagi Anda."
"Lanjutkan!"
"Kemarin saya sudah memohon kepada putra Anda, Kim Gyosu-nim, untuk membatalkan rencana pertunangannya dengan Park Shin Hye-ssi. Namun beliau meminta saya untuk menemui Anda terlebih dahulu."
"Sebentar, coba katakan sekali lagi, kau memohon kepada anakku untuk apa?"
"Membatalkan pertunangan Kim Rae Won Gyuso-nim dengan Shin Hye."
"Kau, apa sedang bermimpi, anak muda? Bicaramu sungguh ngelantur!" Orang tua itu mengernyit keningnya dan menatap tajam wajah Yong Hwa.
"Untuk Tuan ketahui, saya dengan calon menantu Anda saling mencintai. Nampaknya putra Anda sudah mengetahui hal itu." Yong Hwa sangat berani. Tampak raut wajah lelaki tua itu seketika berubah. Tegang dan merah.
"Kau, pulang sana! Kau jangan mengigau disini. Kau ini seperti orang mabuk, berceracau tidak jelas."

Dia sangat marah namun masih berusaha menahan diri.
"Mohon maaf, Tuan! Saya tahu saya lancang dan tidak tahu diri, namun itu kenyataan yang terjadi."
"Pulang kataku! Dan jangan pernah menginjakan kaki lagi di rumahku." Ayah Rae Won berdiri begitu kesal sambil menunjuk pintu menyuruh Yong Hwa keluar. Tidak ada pilihan bagi Yong Hwa selain menurutinya.
Kemudian napas lelaki tua itu turun naik menahan segenap kemarahannya terhadap Yong Hwa. Anak yang lancang, ia memaki setelah Yong Hwa melangkah jauh meninggalkan rumahnya.

Seperti ribuan lebah mengepung kepalanya, Tuan Kim gelisah menunggu kepulangan anak semata wayangnya untuk mengkonfirmasi apa yang baru didengarnya dari anak muda tidak tahu sopan santun tersebut. Ia berjalan mondar-mandir di dalam rumah dengan wajah masam. Ia ingin menelepon Rae Won saat itu juga, tapi ia juga memilih untuk bertatapan muka saja. Agar lebih jelas. Walhasil ia mondar mandir tak karuan.

Pada jam biasa Rae Won pulang kantor, ia sudah menunggu dengan tidak sabar di ruang tengah. Mobil Rae Won terlihat memasuki pekarangan, ia lekas duduk.
"Abeoji! Mengagetkan saja." saat membuka pintu dan menemukan ayahnya sedang duduk sendiri di sofa, padahal televisi pun mati.
"Bagus kau segera pulang. Abeoji ingin bicara denganmu." ujarnya tandas, wajahnya serius, tampak tidak becanda.

Bersambung...

A Heart That HurtsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang