Sejak berbicara di Cafe, Shin Hye seperti menghindari Yong Hwa. Bahkan sambungan teleponnya pun ia sudah tidak mau menerimanya. Ia tidak mau bertemu Yong Hwa, sebab pertama : ia merasa malu. Kedua : ia tidak bisa bersikap jika Yong Hwa mengeluhkan Seo Hyun lagi. Ketiga : ia khawatir hatinya goyah jika sering mendengarkan keluhannya seperti yang terakhir ia dengar, yakni keinginan Yong Hwa memutuskan pertunangan dengan Seo Hyun.
Sejak ia memutuskan menerima dipertunangkan dengan Kim Rae Won, ia sudah bertekad untuk tidak mengingat masa lalunya. Termasuk mengingat segalanya tentang Yong Hwa. Mereka sekarang sudah memiliki kehidupan masing-masing. Ia tidak mau goyah lagi.
Tapi mengejutkan, Yong Hwa sudah menunggunya di tempat parkir saat ia hendak meninggalkan kampus sore itu."Wheo? Apa yang sedang kau lakukan dengan mobilku?" tanyanya tidak suka.
"Menunggumu. Sebab kau sulit kutemui juga kuhubungi." jawab Yong Hwa.
"Mestinya kau paham, itu artinya aku tidak mau bertemu denganmu."
"Sebelum kita benar-benar tidak saling bertemu lagi, ada satu hal yang ingin kusampaikan padamu. Setelah aku menyampaikan ini, aku tidak akan berusaha menemuimu lagi."
"Joa. Mwoya igo?"
"Semalam aku sudah memutuskan pembatalan pertunangan dengan Seo Hyun. Kami sekarang tidak dalam posisi bertunangan lagi dan tidak pernah ada rencana pernikahan aku dengan dia." jelas Yong Hwa gamblang.
"Mwo?" kening Shin Hye mengernyit.
"Aku hanya ingin memberitahumu itu, jika Seo Hyun datang padamu dan bertanya, katakan kau tidak tahu apa-apa. Aku pergi!"
"Chakaman, Yong Hwa-ya!" Shin Hye menarik lengan baju Yong Hwa yang siap melangkah pergi.
"Apa yang terjadi?"
"Kau jangan khawatir, ini tidak ada hubungannya denganmu."
"Lalu bagaimana tanggapan Seo Hyun?"
"Dia marah, tapi nanti dia akan paham. Maaf jika selama ini aku selalu mengganggumu. Aku pergi!" Yong Hwa kemudian melangkah meninggalkan Shin Hye yang bingung, tidak tahu harus berbuat apa.
"Yong..." suaranya ia telan kembali. Yong Hwa sudah jauh meninggalkannya.Sungguh bingung dengan yang tengah terjadi, Shin Hye akhirnya menghubungi Seo Hyun.
"Datanglah ke kantorku!" suara Seo Hyun terdengar sendu, mengindikasikan kabar yang disampaikan Yong Hwa itu benar.
Shin Hye memacu roda empatnya menuju kawasan pertokoan dimana terselip kantor Seo Hyun disana.
"Seo Hyun-ah!" panggilnya setelah berada di dalam.
"Masuk, Hye-ya!"
Shin Hye melangkah ke dalam kamar yang ditata artistik. Meski kecil kantor itu, tapi penataannya menarik. Buah pemikiran kreatif dan inovatif pemiliknya.
"Gwenchanayo?" tanya Shin Hye melihat wajah Seo Hyun yang pucat.
"Yong Hwa sudah menceritakannya padamu?" tanyanya.
"Ya, kami bertemu di tempat parkir tadi." Shin Hye tidak berusaha menutupi.
"Apa yang terjadi, Hyun-ah?" Shin Hye menatap lekat wajah murung sahabat SMA-nya itu.
"Eomma tidak merestui pertunanganku dengan dia, itu akar masalahnya. Entah apa yang Eomma katakan pada Yong Hwa saat dia menemuinya sendiri ke sana, sebab sejak itu Yong Hwa mulai berubah. Dan tadi malam puncak dari segala masalah yang timbul. Dia membatalkan pertunangan kami. Dia tidak mau melanjutkan pertunangan jika Eomma tidak memberikan restunya." beber Seo Hyun pahit.
"Dan ibumu berkeras juga dengan keputusannya?"
"Mereka berdua sama keras kepala, Shin-ah."
"Hyun-ah, aku turut prihatin mendengarnya. Tapi aku tidak bisa membantumu apa pun."
Seo Hyun diam, menghapus air mata di pelupuk matanya.Jadi itu nampaknya yang membuat Yong Hwa terlihat ragu untuk melanjutkan pertunangannya, adalah restu dari ibu kandungnya Seo Hyun. Alasan yang cukup mendasar. Shin Hye menghela napas. Meski demikian, tidak boleh ada yang terjadi dengan rencana pertunangannya sendiri dengan Kim Rae Won. Shin Hye harus benar-benar menjaga hatinya.
Tapi semua fakta itu justru jadi teramat mengusiknya. Ia jadi tidak berhenti memikirkan Yong Hwa. Semula ia berpikir, jika Yong Hwa bahagia di sisi Seo Hyun, ia bisa melanjutkan langkah dengan tegap di samping Rae Won. Ia berniat untuk tidak merubah hatinya lagi terhadap Kim Rae Won. Tapi mendapati kenyataan ini bisakah ia tetap dengan tekadnya tersebut?
📚Menepati ucapannya, Yong Hwa tidak lagi mencari atau menghubungi Shin Hye. Bahkan ia lebih banyak mengerjakan pekerjaannya di kantor bukan lagi di kampus, yang merupakan lokasi proyek. Shin Hye pun begitu, ia berusaha untuk konsentrasi pada pekerjaannya saja. Seperti ketika sebelum bertemu Yong Hwa.
Tapi nampaknya sulit, sebab ia tidak berhenti memikirkan lelaki itu. Padahal hari pertunangannya semakin dekat.Siang itu Rae Won mengajaknya mengambil cincin pesanan mereka. Sepasang cincin pertunangan yang mereka rancang berdua. Tidak seperti saat memesannya, air muka Shin Hye antusias, sekarang wajah itu tampak tidak bersemangat.
"Wheo? Kau tidak suka dengan hasilnya?" tatap Rae Won.
"Aniya, Oppa. Bukan itu. Aku memikirkan hal lain." gelengnya berusaha menyembunyikan kegalauan hatinya dengan senyum tipis.
"Kalau gitu, kita ambil cincinnya ya?"
"Iya. Ambil saja."Tapi di dalam mobil ia melamun lagi. Rae Won akhirnya membelokan setir ke pinggir sungai Han.
"Kita duduk sebentar menghirup udara segar." ucapnya saat ia memarkir mobilnya di bawah jembatan.
Ia lalu membawa Shin Hye duduk di kursi di pinggir sungai.
"Ceritakan padaku ada apa? Kau tidak biasanya seperti ini." gugat Rae Won mencium adanya ketidak beresan di hati Shin Hye.
"Maafkan, Oppa! Aku membuatmu bingung."
"Apa ada hubungannya dengan Jung Yong Hwa yang tidak datang lagi ke kampus kemurunganmu ini?" selidiknya.
"Dia dengan Seo Hyun membatalkan pertunangan, di hari yang sama aku mengatakan tidak ingin menemuinya lagi." tak urung Shin Hye menyampaikan ganjalan hatinya.
"Wheo? Kenapa kau tidak ingin menemuinya lagi?" Rae Won makin menyelidik.
"Saat kukatakan tidak ingin menemuinya aku tidak tahu dia sudah memutuskan pertunangan dengan Seo Hyun. Tadinya aku tidak mau hal itu terjadi sebab dia selalu mengatakan ingin membatalkan pertunangan mereka. Tapi dia sudah melakukannya."
"Itu bukan kesalahanmu bukan?"
"Menurut Seo Hyun, ibu kandung Seo Hyun tidak merestui mereka, itu alasan Yong Hwa memutuskan pertunangannya."
"Kau tidak bersalah, kenapa jadi kau yang sedih?"
Shin Hye diam. Haruskah ia katakan juga bukan itu yang membuatnya gundah gulana. Namun karena ia menjadi ragu lagi untuk melanjutkan pertunangan mereka.
"Kau tidak harus merasa sedih karena kau bukan yang menyebabkan gagalnya pertunangan mereka." tandas Rae Won. Shin Hye tetap diam.Rae Won tidak merasa tenang melihat reaksi Shin Hye tadi. Ia malah curiga arsitek muda itulah yang sekian lama mengisi hati Shin Hye hingga demikian sulit dirinya untuk meyakinkan gadis itu. Terlihat dari binar matanya setiap kali bertemu Yong Hwa di kampus, mata itu menyatakan kebahagiaan yang sesungguhnya. Begitu pula pria itu, tidak menyembunyikan perasaan hatinya yang diliputi kerinduan bertemu lagi dengan Shin Hye. Rae Won diam-diam mengetahui jika Yong Hwa intens menemui calon tunangannya tersebut di kampus.
Dengan dalih mereka adalah sahabat lama. Tapi semenjak mengenalnya Rae Won tidak pernah menemukan sinar mata Shin Hye yang begitu ceria secemerlang kejora, dengan saat ia menatap mata Yong Hwa. Mata itu berbicara banyak tentang kerinduannya yang terpendam.
Rae Won menghela napas dalam.
Di luar langit sudah gulita, suasana malam sudah senyap menuju ke puncaknya. Ia masih berdiri di balik jendela menatap kerlap kerlip lampu taman di bawah sana dengan benaknya yang berkelana jauh. Malam itu ia sulit memejamkan mata. Nampaknya ia harus mengulang pertanyaannya kepada Shin Hye, masihkah ingin tetap melanjutkan rencana pertunangan mereka?Shin Hye menutup buku yang tengah dibacanya. Sejak tadi hanya bolak balik membaca tanpa ada satu pun yang ia pahami. Apakah Rae Won cemburu mendengar penjelasannya tadi? Atau memaklumi seperti biasa. Ekspresi wajahnya tidak bisa ditebak. Tapi telepon selulernya hening, tidak ada pesan masuk dari calon tunangannya itu. Yang biasanya akan berpesan ini itu menjelang tidur. Atau mengingatkan mengecek lagi jadwal untuk besok. Siapkan apa yang harus dibawa... Shin Hye melihat lagi HP-nya.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
A Heart That Hurts
RomansaBeberapa part dalam ff ini dihapus, karena versi buku sedang dalam proses cetak. Sering kali kita tidak menyadari sesuatu memiliki arti hingga dia hilang tak tahu rimbanya. Begitu pun dengan perasaan, sering kali kita abai dan meremehkan hingga kita...