'When you break up, your whole identity is shattered. It's like death.' -Dennis Quaid
***
Akhir-akhir ini Adeeva menjadi sangat dekat dengan Tristan. Jika biasanya Tristan selalu menjahili Adeeva, sekarang Tristan justru selalu menyemangati Adeeva. Sejak kejadian itu --Ray lebih percaya kepada Yasmin--, Adeeva menjadi murung. Ia menjadi lebih sering langsung pulang ke rumah dibanding mengobrol terlebih dahulu dengan teman-temannya. Mungkin juga itu yang membuat Tristan menjadi sering menyemangati Adeeva.
Malam ini, Tristan sedang berada di balkon kamarnya. Biasanya ia pergi bersama teman-teman geng-nya tapi malam ini ia malas untuk keluar. Ia duduk di kursi dan memegang sebuah gitar. Tristan mulai memetik gitar-nya dan bernyanyi.
Loving can hurt, loving can hurt sometimes
But it's the only thing that I know
When it gets hard, you know it can get hard sometimes
It is the only thing that makes us feel aliveWe keep this love in a photograph
We made these memories for ourselves
Where our eyes are never closing
Hearts are never broken
And time's forever frozen stillSo you can keep me
Inside the pocket of your ripped jeans
Holding me closer 'til our eyes meet
You won't ever be alone, wait for me to come homeTiba-tiba seseorang bertepuk tangan dari belakang. Tristan menoleh dan melihat siapa orang itu. Adeeva.
Adeeva duduk di samping Tristan. "Gila,ka! Keren banget lo mainnya!" Tristan hanya tertawa ringan. "Itu belom seberapa. Gue lagi ga niat itu makanya ancur."
"Ancur darimana sih. Itu bagus banget, ajarin gue dong." Tristan menyerahkan gitarnya ke Adeeva dan mulai mengajari Adeeva.
"Ah kesusahan ini mah! Gue bisanya Little Things."
"Lagu idola mulu! Sekali-sekali ganti lah jadi lagu lain."
"Iya iya. Tapi susah kapan-kapan aja lah belajarnya. Gue mau ngegalau dulu."
Tristan meletakkan gitarnya ke pinggir. Ia menatap Adeeva serius. "Kenapa? Cerita sama kakak."
Adeeva menghela napas. "Gue tuh gimana ya. Gue mau ngelupain dia tapi susah. Setiap gue mau ngelupain dia, pasti ada aja yang muncul di pikiran gue tentang dia. Kenapa sih ngelupain dia ribet banget?"
"Ya gimana mau ngelupain coba, lo aja masih sayang sama dia,Deev."
"Ya makanya gue mau ngelupain dia supaya gue ga sayang lagi sama dia."
Tristan memutar tubuh Adeeva dan memegang kedua bahu Adeeva. "Jalanin aja kayak biasa. Anggap dia itu temen lo, bersikap dia juga seperti lo bersikap ke temen-temen lo yang lain. Jangan stalk dia terus. Gue yakin lo bisa ngelupain dia atau setidaknya lo udah ga terlalu sayang sama dia."
"Oke gue coba ikutin cara lo deh. Thank you."
"My pleasure."
"Sok deh."
"Biarin lah yang penting gue udah bisa jadi kakak yang baik."
"Yeee. Kata siapa lo kakak yang baik? Lo masih belom baik sih," ucap Adeeva sambil menjulurkan lidahnya dan kabur.
Tristan menggeleng-gelengkan kepalanya. Berharap Adeeva tidak lagi murung dan kembali seperti dulu lagi.
***
Hari ini kegiatan belajar mengajar di Sekolah di liburkan karena ada rapat guru. Adeeva sedang bermalas-malasan di kamar-nya. Dengan AC yang masih menyala, Adeeva memainkan ponsel-nya. Ia membuka aplikasi Instagram dan melihat post paling atas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Infine
Teen FictionDalam bahasa italia 'in' berarti 'di' dan 'fine' berarti 'akhir'. Ketika semuanya terjadi di akhir. Menyesal di akhir. Peka di akhir. Sadar di akhir. Di tulis 12 Maret 2017.