'You can be the moon but still be jealous of the stars.' - Gary Allan
***
Adeeva sibuk mendengarkan lagu melalui earphone sambil menyembunyikan wajahnya dalam lipatan tangannya dan memejamkan mata.
"Waduh, pagi-pagi udah galau aja." Rheva memasuki kelas 12 IPA 1 dan duduk di sebrang Adeeva. Adeeva tidak membalas perkataan Rheva karena sekarang ia sedang malas berbicara hal yang tidak penting.
Rheva yang merasa di diamkan oleh Adeeva segera melepaskan earphone dari telinga Adeeva. "Kalo orang ngomong, itu di tanggapin bukan di cuekin." Adeeva menatap tajam ke arah Rheva.
"Ganggu aja sih lo. Gue lagi males, tadi aja gue mau bolos." Adeeva menegakkan kepalanya lalu memasukkan earphone nya ke dalam tas. "Jangan tanya kenapa gue bolos, gue lagi ga mood buat ketemu Ray sama Vito," sambungnya.
"Lah kenapa emang?" Tanya Rheva.
"Lo tau kan kemaren gue pergi bareng Vito? Terus kan kita makan, dari hp Vito ada notifikasi masuk. Muka Vito langsung berubah gitu, gue tanya katanya gapapa. Terus gue tanya aja ke Dhika si Vito kenapa. Dhika bilang Ray sama Vito kayaknya berantem gara-gara gue. Yang gue bingung, kenapa harus gara-gara gue?" Jelas Adeeva panjang lebar.
Rheva seolah tau jawabannya langsung memukul meja di hadapannya. Ya, itu adalah gerakan reflek yang dilakukan Rheva jika ia kaget. Adeeva memandang Rheva heran. "Lo tau kenapa?" Tanya Adeeva.
"Kayaknya gue tau, tapi ga boleh di kasih tau ke lo. Tapi nanti juga lo tau kok." Rheva memandang sahabatnya itu, berharap Adeeva akan percaya.
"Oke." Adeeva berdiri dan meninggalkan Rheva sendirian.
Baru saja melangkah keluar, bel masuk sudah berbunyi. Adeeva menghela napasnya kesal lalu masuk kembali ke dalam kelas. Ia lalu mengingat apa pelajaran pertama, Matematika. Adeeva mengecek tasnya dan mengeluarkan buku matematikanya. Tamatlah riwayatnya, tugasnya belum selesai.
"Andra, minjem buku lo dong. Gue belom ngerjain tugas," pinta Adeeva sambil memasang tampang memelas. Andra langsung memberikan bukunya pada sahabatnya itu, tapi sepertinya Dewi Fortuna tidak berpihak kepada Adeeva. Baru saja ingin menyalin, Ibu Lambas si guru Matematika sudah masuk ruang kelas. Dengan sangat terpaksa, ia menjalani hukuman sendirian. Yaitu, mengambil sampah di sekitar taman.
***
Surga bagi para siswa sudah terdengar, yaitu bel istirahat. Ketika Ray baru ingin ke kantin, Andre, Edwin dan Dhika sudah memberhentikan langkah Ray. "Berhenti dulu. Kita bertiga mau berunding sama lo sama Vito juga." Andre menahan Ray yang hendak pergi.
"Ck. Ga penting juga." Ray yang keras kepala menepis tangan Andre dan kembali berjalan.
"Heh! Kalo di bilangin tuh denger! Ini juga buat kebaikan kalian. Jangan cuma karena cewe, persahabatan kalian jadi gini! Berpikir dewasa lah!" Teriak Edwin pada Ray. Ray langsung memberhentikan langkah nya dan berbalik badan. "Oke. Cepetan, waktu gue ga banyak." Ray kembali berjalan menuju para sahabatnya.
Vito mendatangi para sahabatnya itu dan menatap sinis Ray. "Gue mau kalian selesain baik-baik." Suara dingin Edwin terdengar.
Ray berdehem. "Vit, kapan lo mau terbuka lagi sama gue? Jangan kayak bocah! Lo anggap gue apa? Kalian kumpul tapi ga ngajak gue." Ray kembali kesal dengan semua sahabatnya.
"Kita tuh ngomongin rahasia." Andre yang sepertinya tidak mengerti situasi dengan tanpa dosa ia berbicara seperti itu.
"Rahasia? Rahasia apa Vit?" Ray memandang Vito dengan tatapan tajam tapi Vito hanya menanggapi nya dengan santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Infine
Teen FictionDalam bahasa italia 'in' berarti 'di' dan 'fine' berarti 'akhir'. Ketika semuanya terjadi di akhir. Menyesal di akhir. Peka di akhir. Sadar di akhir. Di tulis 12 Maret 2017.