Arabella hampir tidak mengenali suara rintihan yang keluar dari bibirnya sendiri karena suara tersebut terdengar sangat asing. Arabella bahkan tidak tahu bahwa ia bisa merintih seperti saat ini.
Bergerak gelisah, ia tidak menyukai rasa pakaian yang menggesek kulitnya. Ia ingin menanggalkan pakaiannya yang semakin terasa tidak nyaman dan membungkusnya dengan erat. Rambut panjangnya pun sangat mengganggu karena melekat erat pada leher dan pundaknya yang terasa lembab akibat keringat.
Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Tubuhnya terasa panas. Sangat panas. Bukan hanya semata-mata permukaan kulitnya saja, namun jauh di dalam tubuhnya, darahnya pun terasa panas. Jantungnya berdegup kencang dan Arabella mendapatkan dorongan untuk melakukan sesuatu.
Membuka mata, Arabella menatap ke atas langit-langit yang sedikit remang namun cahaya lampunya cukup membuat mata Arabella silau. Memicingkan mata, Arabella berharap seseorang meredupkan lampu tersebut dan memberitahunya apa yang sedang terjadi kepadanya.
Tepat pada saat itu, wajah seseorang masuk ke dalam jarak pandangnya dan Arabella dapat merasakan sepasang tangan kokoh mengangkat tubuhnya, memeluknya dengan sebelah tangan.
Oh, Tuhan, sesuatu yang buruk pasti telah terjadi padanya, karena untuk pertama kalinya, Arabella merasakan sebuah dorongan kuat untuk mendekatkan tubuhnya pada sosok yang mengangkatnya.
"Kau baik-baik saja, Belle?"
Lincoln Brooks. Bahkan di tengah situasinya yang seperti ini, Arabella masih bisa mengenali wajah dan suara pria itu.
Arabella mengangkat tangan dan mencengkeram pakaian Lincoln, menuruti instingnya untuk mendekatkan tubuh mereka. Pikirannya memintanya untuk berhenti, untuk mengambil kendali dirinya, tapi tubuhnya berteriak bahwa ia membutuhkan sentuhan ini.
"P-please," rintih Arabella. Ia tidak mengerti apa yang ia minta namun berharap bahwa pria itu tahu dan bisa membantunya lepas dari penderitaan ini.
Oh, yes, this definitely tortures. Craving for something that you have no idea of and thinking you might die if you lose that touch.
"Shh..., kau ada dalam pengaruh obat perangsang, Belle."
Obat perangsang? Itukah yang terjadi padanya?
"Iya, Belle, that's what happening right now."
Arabella tidak tahu bahwa ia menyuarakan pikirannya secara lantang hingga Lincoln menjawabnya. Memandang pria itu, Arabella menerima tatapan...kasihan? Arabella tidak tahu. Yang ia tahu adalah, akhirnya ia mengerti kenapa tubuhnya terasa terbakar dan jantungnya berpacu cepat.
Oh, Tuhan, apakah ini artinya Lincoln akan memanfaatkan situasi ini, atau pria itu datang untuk membantunya? Pikirannya langsung memikirkan seribu satu skenario yang bisa saja terjadi pada dirinya saat ini. Tapi ia masih ingat bahwa bukan Lincoln yang membawanya ke sini.
Arabella mencoba untuk berpikir jernih dan mengambil keputusan tepat, namun sial baginya, sepertinya pikirannya kalah dengan keinginan badaniahnya. Tidak peduli sewaras apapun pikirannya, tangannya malah semakin erat mencengkeram baju Lincoln dan ia membenamkan wajahnya pada dada pria itu.
"Please, help me...," pintanya lirih. Ia mulai bergerak merangkak ke atas pangkuan Lincoln, berharap dapat merekatkan tubuh mereka dari ujung kepala hingga kaki. Tangannya bahkan sudah mulai melingkari punggung Lincoln, merasakan bagaimana tubuhnya bereaksi atas kemaskulinan Lincoln.
Lincoln dengan sigap menahan kedua lengannya, sedikit mendorongnya menjauh. "Belle," ucapnya dengan nada penuh peringatan.
"A-aku, aku membutuhkan...sesuatu...," ujar Arabella.
Arabella tidak tahu dari mana datangnya pikiran yang ia miliki sekarang, tapi ia berharap bahwa Lincoln lebih dari sekedar menyentuh lengannya saja. Ia ingin merasakan Lincoln menyentuh bagian tubuhnya yang lain, bagian yang Arabella tidak dapat ucapkan tanpa merasa malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Girl Gone Bad [TMS #2]
Romance[ON GOING] Copyright © 2017 | Anave Tj | All Rights Reserved No part of this publication may be reproduced, stored in a retrieval system or transmitted in any form or by any means, mechanical, electronic, photocopying, recording or otherwise without...