Mata Arabella melayang ke penjuru ruangan. Ia memicingkan mata berusaha melawan silaunya lampu yang berkedap-kedip menghalangi pandangannya.
Arabella rasa, sekarang ia sudah memilik radar yang kuat jika itu berhubungan dengan Lincoln. Di tengah ruangan kelab yang gelap dan ramai, tidak dibutuhkan waktu lama baginya untuk dapat menemukan Lincoln.
Tersenyum, Arabella mulai melangkah mendekati Lincoln.
Pria itu berdiri di bar bersama dengan seorang yang jika Arabella ingat dengan benar adalah Ian. Dari cara Ian berdiri dekat dengan Lincoln, Arabella menebak bahwa mereka cukup dekat yang berarti Ian adalah male escort juga.
Jantung Arabella berpacu lebih cepat kala ia mengingat fakta tersebut dan tujuannya datang ke kelab ini lagi. Arabella sama sekali tidak berniat untuk berlama-lama ataupun mundur. Meskipun ia merasa gugup melangkahkan kaki mendekati Lincoln, tapi Arabella sudah membulatkan tekad.
Kebiasaannya yang penurut dan tidak pernah berulah sepertinya harus ia simpan di tempat lain untuk saat ini. Keinginannya untuk melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri alih-alih orang lain begitu besar dan Arabella tahu bahwa ini tidak akan menjadi kali pertamanya untuk sedikit meliar dan memberontak.
Tidak ada bayangan akan orangtua Arabella saat ini. Yang ada adalah sisi Arabella yang seakan hanya baru keluar jika sudah berhubungan dengan Lincoln. Seakan pria itu memiliki magnet khusus untuk dapat membuat Arabella menjadi lebih berani dan nekat, seperti saat ini.
Pandangan Arabella terus melekat pada Lincoln. Dari jaraknya yang semakin dekat, ia dapat melihat bahwa Ian memberi isyarat akan kemunculannya kepada Lincoln. Pria itu membisikkan sesuatu kemudian buru-buru pergi dari sana, meninggalkan Lincoln yang terlihat kesal.
"Hai, Lincoln," sapa Arabella begitu ia sampai di depan Lincoln.
Lincoln terlihat tidak begitu antusias saat melihatnya tapi setidaknya pria itu menganggukkan kepala kecil dan membalas ucapannya.
"Tersesat?" tanya Lincoln.
Arabella tergelak kecil. "Tidak, aku datang untuk menemuimu."
"Kenapa kau mencariku? Di sini bukan tempat untuk gadis sepertimu, Belle."
"Gadis sepertiku?" ulang Arabella bingung. "Apa yang salah dengan diriku?"
Entah kenapa ia merasa sedih dan menundukkan kepala untuk melihat penampilannya sendiri. Arabella tahu bahwa ia terlihat seperti anak kecil, tapi ia sudah cukup dewasa dan pantas untuk menginjakkan kakiknya ke sebuah kelab.
Lincoln mendekatkan tubuhnya, membuat Arabella gugup dan mendongakkan wajah membalas tatapan Lincoln.
"Tidak ada yang salah dengan dirimu, Belle. Dan itu menjadi alasan paling utama kenapa kau tidak boleh berada di tempat seperti ini. Kelab bukanlah tempat untuk gadis baik-baik sepertimu."
Alis Arabella bergerak naik dan matanya mulai menyapu ruangan kelab di balik tubuh Lincoln, memperhatikan pengunjung wanita yang bergoyang luwes mengikuti irama musik. Tubuh mereka menempel erat dengan pria-pria di sana, membuat Arabella yakin bahwa jika mungkin, salah seorang dari mereka akan masuk ke dalam lapisan kulit pasangannya.
"Maksudmu, mereka bukan wanita baik-baik?" tanya Arabella polos.
Lincoln berdecak dan menjawab, "Bukan. Aku tidak mengatakan bahwa mereka wanita jahat. Mereka hanya sedikit liar dan tidak sepolos dirimu. Mungkin seharusnya aku menggunakan kata 'naif' dan 'polos' untuk menggambarkan dirimu tadi."
"Aku tidak polos," sanggah Arabella. Wajahnya memerah karena memori akan Lincoln dan dirinya berkelebat memenuhi otaknya. Setelah kejadian itu, Arabella jelas tidak polos lagi. Bukankah begitu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Girl Gone Bad [TMS #2]
Romance[ON GOING] Copyright © 2017 | Anave Tj | All Rights Reserved No part of this publication may be reproduced, stored in a retrieval system or transmitted in any form or by any means, mechanical, electronic, photocopying, recording or otherwise without...