13. Alasan

1.6K 104 3
                                    

" Kapan kau akan sadar? Ada aku disini... Bintang yang tak pernah terlihat oleh mu.... "

*****

Luna melangkah di koridor kelas dengan raut wajah tak seceria biasanya. Ia terlihat lemas, buktinya berjalan saja ia terlihat malas dan memilih menyeret kakinya.

Masih teringat jelas di kepalanya kejadian kemarin, dimana ia yang dengan bodohnya masih berharap Aldo akan datang. Padahal sudah terlihat jelas chat dari Aldo mengatakan jika cowok itu tidak bisa datang. Alhasil, Luna hanya tinggal berdiam diri menatap Hot Chocolate dan Coffee Latte yang dia pesan hingga jam menunjukkan pukul 9 malam.

Luna menatap nanar sepatu nike hitam yang ia pakai. Perempuan itu berjalan sambil menundukkan kepalanya. "Aww..." ringisnya saat kepalanya terasa membentur sesuatu.

Ia mendongak dan terkejut saat melihat wajah Aldo yang berada sangat dekat dengannya. Dengan Refleks Luna mundur selangkah untuk membuat jarak di antara mereka.

"Aldo..." Gumam Luna pelan. Kekecewaan itu datang lagi, apalagi saat melihat wajah Aldo yang tersenyum terlihat tanpa beban sama sekali.

"Hai, Sorry yah. Kemarin gue gak bisa datang, tiba-tiba aja gue ada urusan mendadak."

Dalam hati Luna tersenyum miris, ingin rasanya Luna memaki cowok yang ada di hadapannya ini yang telah membuatnya menunggu selama satu jam seperti orang bodoh, ingin rasanya ia memaki Aldo yang memberinya harapan palsu, ingin rasanya ia memaki Aldo yang untuk kesekian kalinya menyakitinya tanpa cowok itu sadari. Ingin rasanya....

Luna tersenyum tipis "It's Ok, kemarin gue juga gak jadi datang kok. Tugas gue menumpuk banget di rumah" Bohong. Hanya kata-kata itu yang dapat keluar dari mulutnya.

Aldo menghembuskan nafas lega, sebenarnya ia merasa bersalah pada perempuan di hadapannya itu karena tak bisa datang sesuai janjinya. Kemarin ia benar-benar tak bisa meninggalkan atau mengabaikan urusan yang ia lakukan. "Syukur deh kalau gitu." Ucap Aldo lega. Ia kemudian kembali menatap Luna yang masih bergeming di hadapannya "Gimana sebagai gantinya, Pulang sekolah gue anter lo pulang? Yah, itung-itung sebagai rasa bersalah gue karena gak bisa datang kemarin"

Rasa bersalah? Lagi-lagi Luna hanya bisa tersenyum miris. Apakah sebegitu tak terlihatnyakah Luna dimata Aldo?. Luna membasahi bibirnya yang tiba-tiba saja terasa kering "Gak perlu kok, lagian lo gak usah ngerasa bersalah gitu. Kemarin kan gue juga gak datang" Luna tersenyum simpul, berusaha untuk menutupi rasa sakitnya.

"Gak papa, lagian gue juga pengen tau dimana rumah lo. Supaya lain kali kalau gue mau ngajak lo jalan, gue bisa langsung jemput lo aja di rumah"

Luna menghembuskan nafas lelah, tidak bisakah cowok di depannya ini berhenti memberikannya harapan? Jujur saja, ia sudah tak kuat jika harus di kecewakan lagi.

"Gimana?" Aldo terdiam mengamati ekspresi Luna. Ada yang salah, gumamnya dalam hati saat mendapati pancaran mata Luna yang tidak seperti biasanya. Lalu pancaran seperti apa yang mata itu selalu tampilkan? Dan sejak kapan dirinya mulai memperhatikan hal-hal seperti itu?.

Luna mengangguk pasrah, jika nanti Aldo membatalkan janjinya lagi. Setidaknya ia sudah mempersiapkan tameng untuk hatinya. "Terserah lo aja" Ucap Luna acuh sembari menyisir rambut panjangnya kebelakang menggunakan jari-jari tangannya.

Deg...

Lagi dan lagi, jantung Luna kembali berdegup kencang saat tangan Aldo mengusap-usap kepalanya lembut. "Kalau gitu, gue balik ke kelas dulu."

Sampai Aldo menghilang di balik dindingpun Luna masih bergeming di tempatnya. Tangan kanannya tanpa sabar menyentuh kepalanya yang baru saja di usap Aldo. Jika, sudah seperti ini rasa kecewa yang ia rasakan pasti akan hilang begitu saja. Sesederhana itu.

[SOL 1]Lunayla -END-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang