Prolog

142 13 8
                                    


Tareen POV

Monday, 25 July 2016

6.30am

"..." Aku menghembuskan nafasku.

Hari ini aku bangun dan di sambut dengan air mata. Aku tau ini tak seharusnya aku lakukan. Hanya saja, aku tak sanggup membendung air mataku. Semuanya mengalir begitu saja. Mungkin karena air mata ini sudah cukup banyak, jadi aku harus menumpahkannya sedikit. Ku harap setelah aku menangis perasaanku membaik.

Aku meraih ponselku yang terletak di atas laci sebelah tempat tidurku. Aku tau ini menyakitkan, tapi rasanya aku sangat merindukan kata-kata yang pernah ia ucapkan. Aku membaca ulang riwayat obrolanku dengannya. Ku lihat kata-kata yang hanya sekadar basa-basi sampai kata maaf yang seringkali ia ucapkan. air mataku tergenang, siap jatuh dari pelupuk mataku. Hal ini tentu saja membuyarkan pandanganku, aku meletakkan ponselku kembali di tempatnya. Berdiri, memandang bayanganku di cermin.

"Hey little girl, come on. Isn't your first time right?" Aku tak tahu dari mana asalnya suara itu. Aku juga tak yakin suara itu benar-benar ada atau tidak, Aku hanya mendengarnya.

Knock...knock... Seseorang mengetuk pintu kamarku, sepertinya itu Nareen, kakakku. Aku tak ingin membiarkan dia melihatku menangis, aku melompat ke tempat tidur dan menutup seluruh tubuhku dengan selimut.

"Tareen! We must..." Kata-kata Nareen terpotong ketika melihatku masih dibalut selimut.

"Are you okay?" Nareen langsung menghampiriku, ia menyingkap selimut yang ku biarkan menutupi tubuhku.

"Aku baik-baik saja. Aku hanya... sedikit tak enak badan" Sanggahku berbohong.

"Benarkah? Apa ini bukan karena jantungmu?" Tanyanya khawatir.

"Nope, jantungku baik-baik saja." Ucapku menyanggahnya.

"Istirahatlah, aku akan memberitahu Celine agar ia membawakan makanan dan menjagamu selama aku pergi. Aku pergi dulu. Kalau ada apa-apa hubungi aku." Nareen mengusap rambutku. Aku masih memunggunginya karena aku tidak ingin dia tau jika aku sedang menangis.

"Hm." Aku mengiyakan.

Pintu tertutup, aku menarik selimutku yang tadi di tariknya. Dadaku sesak, aku sulit bernafas. Aku mengambil obatku dan meminum nya. Tak lama, aku tidak merasakan apapun, semua yang ada di sekitarku, cahaya meredup, aku tak dapat melihat apapun.

Alfhysena Tareensia Ganendra. Itulah namaku. Mereka biasa memanggilku Tareen atau Rere. Aku bukan seorang perempuan yang sempurna. Ya, kalian tau kan? Memang tidak ada yang sempurna di dunia ini, tapi setiap orang pasti selalu berusaha menjadi seorang yang sempurna. Aku hanya seorang perempuan yang memiliki kelainan jantung. Jantungku lemah, hidupku bergantung pada obat-obatan. Aku tinggal bersama Nareen, dan seorang asisten rumah tangga dengan satu orang supir. Celine adalah sepupu terdekatku. Ayahku? Ah dia tak pernah di sini, dia selalu sibuk dengan pekerjaannya. Mungkin dia sudah lupa kalau dia punya keluarga. Bunda? Bunda meninggal karena kecelakaan dalam perjalan menuju rumah sakit tempat aku di rawat saat aku sedang sekarat. Ia mengendarai mobilnya dengan terburu-buru karena ia sangat khawatir terhadapku. Ya, nyawaku pernah terancam karena saat itu aku terjatuh dari tangga sekolah yang menyebabkan aku kehilangan banyak darah. Parahnya, persediaan darah golongan A+ habis. Namun aku berhasil selamat karena pihak Rumah Sakit mendapatkan darah itu dari PMI luar kota. Ya, aku selamat dengan darah orang lain yang mengalir bersama darahku.

Alfhasena Nareen Ganendra, dia adalah kakakku. Ia seorang laki-laki yang menjagaku semenjak keluarga kami terpecah. Aku dan Nareen hanya berjarak dua tahun. Tahun ini adalah tahun terakhirnya di SMA Rasendriya yang biasa disebut Rasend, yang pastinya menjadi tahun pertamaku di sana. Bisa dikatakan ia termasuk the most wanted di Rasend. Menurutku ia terkenal bukan karena fisiknya. Karena menurutku dia biasa saja. Berdasarkan opini ku, ia menjadi the most wanted karena ia adalah ketua osis, kalian tau kan? Orang-orang yang memiliki jabatan di sekolah pasti di incar untuk dijadikan pacar atau semacamnya.

07.00pm

"Tareen, bangunlah. Kau harus makan." Suara yang tak asing terdengar di telingaku.

"Kau sudah pulang?" Tanya ku berusaha bangkit dari tempat tidurku.

"Kau tidak baik Re, jangan berbohong." Ucap Nareen di sebelahku

"Apa maksudmu? Aku baik-baik saja." Ujarku menyanggahnya.

"Kau tak sadarkan diri lebih dari dua belas jam, Celine tidak bisa membangunkanmu. Aku juga tidak. kau bilang kau baik-baik saja?" Nareen tak percaya.

"Benarkah? Aku tidak tahu, maafkan aku." Ujarku meminta maaf seraya memperhatikan tanganku yang sudah di lilit selang infus.

Aku memang berbohong karena aku berkata padanya bahwa aku baik-baik saja. Tapi aku tak ingin dia tau aku seperti ini karena seseorang, ia pasti menganggapku lemah, tidak. Belum saatnya. Sebenarnya aku juga tidak perlu meminta maaf, aku hanya mencegahnya agar ia tidak terus menanyakan apa yang terjadi padaku dan mulai menebaknya dengan tebakan yang selalu saja tepat.

"Tidak, kau tak perlu meminta maaf. Kau harus makan, biar ku bawakan makanan untukmu." Ucapnya

"Hm." Aku berdehem dan mengangguk. Aku tidak mungkin menolaknya. Besok aku harus sekolah, agar aku dapat melupakan hal ini dan tidak lagi membuatnya khawatir.

BetrayalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang