Raynathan POV
Aku menghempaskan tubuh ke atas kasur, membuka ponsel, melemparnya, dan terus begitu. Aku duduk dan kembali meraih ponselku untuk kesekian kali nya. Tareen, nama beserta deretan nomor yang sedari tadi ingin ku tekan tertera di layar ponselku. Aku ingin memanggilnya tapi, ah sudahlah.
05 September 2016
Pagi ini, aku dan kembaranku berangkat bersama sepeti biasanya. Entah sejak kapan ia mulai sibuk di sekolah ini, Byan selalu pergi ke ruang osis untuk mengawali pagi nya. Aku bergegas menuju ruangan yang menjadi tempatku untuk belajar. Tareen, entah sejak kapan nama gadis itu selalu memenuhi kepalaku. Aku melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangan kanan ku, setidaknya aku masih memiliki 15 menit sebelum upacara di mulai.
Aku menarik tas ku yang ada di seat 2 dan menggendongnya di bahu kanan, bergegas menuju kelas untuk menemuinya. Tepat di sisi kelas, aku mengantongi tangan kiriku, menetralkan langkahku yang sebelumnya berlari, kenapa aku harus berlari? Entahlah. Satu persatu siswa keluar menuju lapangan utama untuk melaksanakan kegiatan rutin di senin pagi- upacara, atau mungkin ke kantin untuk sarapan. Setelah tak ada lagi siswa yang keluar dari kelas, aku memutuskan untuk masuk. Benar saja, seorang gadis sedang menyandarkan kepalanya ke dinding, lengkap dengan earphone, mantel, dan buku yang ia genggam.
"Tareen?" Panggilku. Ia hanya terdiam, mungkin karena earphone nya. Aku menarik earphone dan buku yang ia genggam, hingga kini yang menjadi fokus nya hanya aku.
"..." Tareen menengadahkan kepalanya untuk menatapku- aku menatap seisi kelas ku yang kini hanya terdiri dari properti pembelajaran, aku- seorang Raynathan dan dia- Tareensia.
"Apa?" Tanya nya- wajahnya pucat.
"Kau sakit?" Aku mengabaikan pertanyaannya karena melihat wajahnya.
"Bukan urusanmu." Balasnya. Ia melepas mantel dan mengenakan dasi nya seraya berjalan melewati ku.
"Aku belum selesai." Ujarku menarik tangannya, membuatnya hampir terjatuh, "Kau marah?" Bodoh. Dari sekian banyak kata mengapa harus itu yang ku katakan.
"Apa yang ingin kau katakan Ray?" Ia menatapku dengan tatapan yang tak dapat ku terka.
"Selesaikan ini hari ini." Ujarku menyerahkan memory card yang berisi file kemarin.
*sighs* Tareen menatapku sebelum ia merampas memory card itu dari tanganku dua detik kemudian, dan meninggalkanku di ruang kotak ini.
Aku mengacak frustasi rambutku, melemparkan tas ke atas meja yang ada di seberang meja milik Tareen. Baru kali ini ada seorang gadis yang berhasil membuatku merasa bersalah. Terutama saat kedua mata cokelatnya menatapku seperti beberapa menit yang lalu. Sudahlah. Lagipula ini sudah terjadi.
02.00pm
Tareen hanya terdiam selama pelajaran berlangsung, pergi saat bel istirahat pertama dibunyikan, dan menghilang entah kemana hingga bel kembali dibunyikan. Ku pikir ia takkan bersuara hingga seorang guru yang memintanya, kecuali jika ia cukup cerdas merekayasa, dengan mengatakan jika suaranya habis dan alasan semacamnya. Sore ini pun ia tak terlihat, entah kenapa aku ingin pergi ke suatu danau yang ku temui beberapa hari yang lalu. Benar saja, ia ada di sini.
"Apa kau tak memiliki tempat lain?" Ujarku setelah duduk di sebelahnya seraya meluruskan kedua kaki ku.
"Bukan urusanmu." Balasnya tanpa mengubah posisinya yang sepertinya sedang menikmati cahaya senja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Betrayal
Teen FictionTareen terdiam seraya menatap keluar jendela. Memperhatikan setiap genangan air yang terus dijatuhi jutaan air hujan dari langit berwarna marun dengan gradasi warna gelap lainnya. Mendengar air dan angin yang saling bersahutan. Mungkin untuk sebagi...