Unpredictable 2

36 3 0
                                    


29 August 2016


Hujan terus turun hari ini. Langit berwarna abu tak kunjung cerah. Hari ini sungguh di luar dugaannya. Nareen tak dapat mengantar adiknya pulang karena rapat osis tiba-tiba saja dilaksanakan hari ini. Sebenarnya ia telah meminta Tareen untuk menunggunya sebentar, namun Tareen menolaknya. Tareen memutuskan untuk pulang terlebih dahulu karena ia ingin segera beristirahat. Semoga ia baik-baik saja- harapnya

Nareen memarkirkan mobilnya di halaman. Ia keluar dari mobilnya seraya melindungi kepalanya dari air hujan yang turun dengan derasnya.

"Guma? (Bibi, china)" Ujar Nareen

"Ya?" Guma menghampirinya

"Dimana Rere?" Tanya Nareen yang menyadari adik kesayangannya tak ada di rumah.

"Ia belum kembali" Jawabnya

"..." Nareen mengerutkan dahinya, "Kemana?" Tanya nya lagi

"..." Guma hanya menggeleng, mengisyaratkan aku menyesal, aku tak tahu.

"..." Nareen pergi ke kamarnya.

Nomor yang anda tuju tidak menjawab

Tak peduli berapa kali pun ia mencoba menghubungi adiknya, ponselnya terus menyuarakan hal yang sama. Nareen memutuskan untuk mengirimkan pesan suara pada adiknya. Kau dimana? Kau baik-baik saja?, begitulah isi pesannya.

"..." Nareen melemparkan ponselnya ke tempat tidurnya. Ia memutuskan untuk membersihkan diri selagi menunggu adiknya.

Dimana kau?. Pertanyaan itu terus memenuhi isi kepalanya. Waktu sudah menunjukkan pukul 05.47pm, namun Tareen belum juga tiba di rumah. Nareen mengeluarkan kunci mobil dari lacinya- ia hendak mencari Tareen. Saat ia sedang menuruni anak tangga,

"Tuan?" Panggil guma.

"..." Nareen membalikkan badannya.

"Maaf, paket ini ditujukan untukmu." Ujar Guma menghampiri tuannya.

"Hm?, Tolong letakkan saja di atas meja ku." Balasnya. Guma mengangguk.

Saat Nareen tiba di halaman rumahnya, ia memperhatikan mobil yang sudah terparkir di depan rumahnya. Nareen melipat kedua tangannya begitu melihat seorang laki-laki mengangkat tubuh seseorang yang sedari tadi ia nantikan.

"Dimana kamarnya?" Raza memandang Nareen yang sedari tadi memperhatikan mereka yang basah karena air hujan.

Laki-laki ini?, Nareen mengingatnya dengan jelas. Raza. "..." Nareen berjalan menuju kamar Tareen.

"Apa yang kau lakukan padanya?" Nareen membuka suara seraya memegang dahi adiknya.

"Aku membawanya ke suatu tempat, lalu ia seperti ini." Ujarnya

*sighs* Nareen menatap tajam laki-laki yang kini ada di hadapannya.

"Kau tak mempercayaiku?" Raza menatapnya, kemudian mengalihkan pandangannya pada Tareen. *sighs*

"Jika terjadi sesuatu pada adikku, kau adalah orang pertama yang akan ku salahkan!" Ujar Nareen seraya mencengkram kerah Raza.

"..." Raza menghembuskan nafasnya, "Baiklah, terserah kau saja." Raza menenangkan Nareen yang berada di puncak kemarahannya.

"..." Nareen menghembuskan nafasnya seraya menurunkan tangannya. "Pergilah" Ucap Nareen, ia mengalihkan perhatiannya pada Tareen yang terbaring tak sadarkan diri.

"..." Raza keluar dari ruangan itu dan bergegas mengendarai mobilnya, meninggalkan kediaman Tareen dan kakaknya.

Nareen mengeluarkan termometer dan meletakkannya di telinga adiknya. 39◦C. Nareen menyuntikkan cairan yang sesuai dengan resep dokter keluarganya.

"Seharusnya kau tak bertemu dia." Ujarnya seraya membersihkan tubuh adiknya.

"Istirahatlah." Nareen mencium kening adiknya. Tak henti ia memandangi adiknya yang terbaring lemah. Ia membalut tubuh Tareen dengan selimut. Kemudian ia kembali ke ruangannya.

Nareen kembali ke kamarnya, ia membuka laptop dan mulai mengerjakan tugas-tugas sekolah yang tak ada habisnya. Belum lagi kesibukannya sebagai seorang ketua osis yang jauh dari kata tenang. Nareen menutup laptopnya kembali. Ia memperhatikan sekitar kamarnya. Amplop coklat.

Nareen membuka lembaran demi lembaran yang ia keluarkan dari amplop coklat. Amplop itu berisi data kesehatan adiknya yang sayangnya semakin menurun. Segala usaha yang dikerahkan dokter seakan sia-sia.

"Nareen?" Tareen membuka pintu kamarnya

"Kau sudah bangun?" Ia menghampiri adiknya, "Masuklah." Sambungnya

"Kau sedang apa?" Tareen berjalan menuju meja belajarnya.

"Ah, aku baru saja selesai mengerjakan tugas sekolahku, kau ingin makan?" Ujar Nareen seraya merapikan meja belajarnya.

"Tidak" Tareen duduk di tempat tidurnya.

"Kau harus makan Reen, bukankah kau belum makan sejak siang tadi?" Nareen menghampirinya.

"..." Tareen menyandarkan kepalanya di bahu kakaknya.

"Kau tak sadarkan diri lagi Reen, apa kau menyadarinya?"

"Ku kira aku hanya tertidur"

*sighs* Ia berjalan mengambil sesuatu di atas mejanya "Makanlah ini" Ia memberikan sepotong roti pada adiknya.

"Sudah" Tareen memberikan roti yang tersisa setengah pada Nareen.

"Ini" Ia memberikan obat pada Tareen agar Tareen meminumnya.

"Aku lelah Reen" Tareen mengambil obat itu.

"Bersabarlah sedikit lagi" Balasnya seraya memberikan segelas air minum.

Tareen berbaring di kamarnya, memiringkan badannya ke sebelah kanan, aku ingin tidur disini. Itu isyarat. Nareen mematikan lampu kamarnya dan menggantinya dengan lampu tidur. Ia menarik selimut dan memeluk tubuh adiknya.

30 August 2016

Nareen memperhatikan adiknya yang tertidur dalam pelukannya. *sighs* Nareen melepaskan pelukannya. Ia bersiap untuk pergi ke Rasend hari ini.

06.08am. Nareen menyuntikkan cairan ke tubuh adiknya yang masih tertidur.

"Nareen?" Tareen memanggil kakaknya yang lengkap dengan seragam- ia berada antara sadar dan tidak.

"Istirahatlah." Ucap Nareen

"Kau pergi?" Tareen menatap kakaknya begitu ia mendapatkan kesadarannya kembali.

"Aku akan pulang lebih awal hari ini. Istirahatlah." Naren mengusap kepala adiknya.

"Aku akan mengantarmu ke mobil." Kini Tareen duduk dihadapannya.

"Tidak, istirahatlah. Kau bisa pakai kamar ini." Sanggah Nareen melihat wajah adiknya yang pucat.

"Ayolah. Hanya mengantarmu hin-"

"Berjanjilah kau akan langsung kembali kesini setelahnya." Nareen memotong ucapan Tareen.

"..." Tareen tersenyum. Aku menang.

Sesampainya di halaman, Nareen memandang seorang laki-laki yang tengah berdiri tepat di depan Nareen dan Tareen. Dasar kau!.

BetrayalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang