02 September 2016
Laki-laki itu terus menatapku dengan seringaian yang menghiasi wajahnya. Untuk apa ia disini? Pertanyaan itu memenuhi otak ku, entah kenapa diensefalon ku seakan-akan memerintah ku untuk terus menatapnya. Hingga suara langkah kaki Ray yang menuruni anak tangga membuatku dan laki-laki ini mengalihkan pandangan kami ke arah nya.
"Ada apa?" Tanya Ray saat kakinya menuruni anak tangga terakhir.
"Ah. Ibuku menitipkan ini untuk Tante Keala" Ujar nya
"Bunda ada di dalam. Kau masuk saja." Balas Ray.
"Okay" Laki-laki itu mengiyakan seraya berjalan meninggalkan ruangan, "Ah ya, gadismu itu... cantik" Sambungnya seraya mengedipkan sebelah matanya.
"..." Aku mengerutkan dahi ku Apa?!
"Hey. Tenanglah, itu Atha. Ia sepupuku, kau mengenalnya?" Ujarnya sedikit menahan tawa karena melihat ekspresiku.
"Atha?" Aku memperjelas
"Ya, Raza Ziyanasaqueilathan." Ujarnya.
"Ah, baiklah." Aku tercekat, ternyata memang dia.
"Kamarku di atas." Ujarnya menarik tanganku seraya menaiki anak tangga
"Hey! Apa maksudmu?" Aku melepaskan genggamannya saat kami telah berpijak di lantai dua.
"Disana, ayolah!" Ujarnya, lagi-lagi ia memaksa ku
"Tunggu! Lepaskan!" Balasku, ia membalikkan badannya dan tersenyum.
"Ada apa? Aku akan membantumu mengerjakannya di kamarku, ada masalah?" Ia masih tersenyum tenang.
"Kau gila? Kau ingin membawa seorang gadis masuk ke kamarmu?" Tanyaku
"Ya, setelah itu aku akan menutup rapat dan mengunci pintunya. Aku tak suka di ganggu." Lagi dan lagi, ia hanya tersenyum
"Aku pulang saja." Balasku menuju anak tangga, namun ia mencekal tanganku dan menyandarkanku di dinding.
"Ternyata menggoda mu tak begitu sulit ya." Kini ia menghadangku.
"..." Aku hanya menengadahkan kepalaku untuk menatap matanya, "Aku tak punya waktu." Balasku berusaha melepaskan genggamannya.
"Baiklah baik. aku bercanda. Perpustakaan di rumahku ada disana, bersebelahan dengan kamarku." Ujarnya melepaskanku.
Ia berjalan menuju ruangan yang ia maksud. Ruangan itu gelap, sebelum ia menekan saklarnya. Buku-buku tersusun rapih disana. Berurutan mulai dari yang tebal, hingga yang tipis. Buku-buku fiksi ataupun non-fiksi. Ruangannya juga cukup strategis. Dari jendela nya aku dapat melihat keluar, pekarangan rumahnya- yang jauh lebih hidup daripada milikku.
"Sudah melamunnya?" Ujarnya seraya menutup pintu.
"Haruskah kau menutupnya?" Balasku membalikkan badan.
"AC nya tidak akan terasa jika aku membuka nya. Ayolah, kau takut aku merebutmu dari laki-laki di danau itu?" Ujarnya lagi.
"A- Apa maksudmu? Laki-laki di danau?" Tanya ku, lagi-lagi ia berhasil membuatku tersentak.
"Ya, kurasa kalian sangat dekat hingga wajahnya tepat di depan wajahmu." Ujarnya seraya mengusap tengkuknya.
"Aku tidak memiliki hubungan apapun dengannya." Balasku, yang hanya di balas dengan anggukan kepalanya, "Kau tak melihat siapa dia?" Tanya ku, karena laki-laki yang di danau itu adalah laki-laki yang sama dengan yang ia sebut sebagai sepupu nya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Betrayal
Fiksi RemajaTareen terdiam seraya menatap keluar jendela. Memperhatikan setiap genangan air yang terus dijatuhi jutaan air hujan dari langit berwarna marun dengan gradasi warna gelap lainnya. Mendengar air dan angin yang saling bersahutan. Mungkin untuk sebagi...