Himself

27 2 0
                                    


01 September 2016

Aku terduduk di dermaga danau, Membiarkan kakiku menggantung yang sesekali di terpa angin ataupun permukaan air. Aku menengadahkan kepalaku, memejamkan mata, membiarkan cahaya mentari menerpa wajah pucatku.

"Bagaimana keadaanmu?" Tanya seseorang yang tak asing lagi bagiku.

"Better." Jawabku tanpa mengubah posisi untuk mengetahui siapa yang datang.

"Kau tak kan mengatakan sesuatu padaku?"

"Tak ada yang harus dikatakan."

"Sungguhkah? Kau menganggap permintaanku tempo hari sebagai candaan?"

*sighs* "Tak semua yang kau ingin bisa kau dapat Za."

"Wah. Baru kali ini aku mendengar seorang gadis menolakku." Ujarnya

"Hm?" Aku menatapnya yang sedang tersenyum miris.

"..." Ia menatapku dengan tatapan yang tak dapat ku pahami. "Kenapa?" Tanya nya lirih. "Kau takut aku menjadikanmu pelampiasan?" Sambungnya.

"Kau salah Za." Ujarku.

"Lantas apa?" Suaranya meninggi, membuatku tersentak.

"Aku tak ingin membicarakan ini." Ujarku seraya berdiri untuk kembali ke rumah.

"Tunggu Re!" Raza mencekal tanganku, mengembalikanku ke posisi semula.

"Kau mau apa?" Ia mendekatkan wajahnya denganku, hingga mungkin jaraknya hanya 2cm dari wajahku.

"Tareen?" Ucap seseorang yang sedikit asing- Ray, siswa baru di sekolahku. Lagi-lagi aku tersentak.

02 September 2016

Jum'at. Hari yang baik- orang bilang. Aku memandang keadaan di luar kelasku dari balik jendela. Tak ada lagi siswa yang berlalu lalang di koridor karena bel telah dibunyikan sejak 10 menit yang lalu. Mungkin kini mereka tengah berbaring di rumah dengan ponsel ataupun televisi yang ditemani dengan secangkir teh?

Aku memejamkan mataku, memasang earphone, seraya mendengarkan lantunan lagu dengan volume setengah full. Hingga aku dapat sedikit mendengar kegaduhan di dalam ruangan enam sisi ini.

"Mau bergabung dengan tim ku?" Tanya seorang siswa baru yang tiba-tiba menjadi populer- Ray.

"Hm. Terimakasih." Jawabku menolaknya.

"Ayolah, kau tidak bisa memerankan 15 orang sekaligus dalam video yang di tugaskan bu Dinda." Ujarnya, Bu Dinda adalah guru sejarah yang baru saja memberi tugas untuk akhir semester ganjil.

"Urus saja tim mu sendiri." Ucapku datar.

"Hey. Jangan menolak kebaikan kakak ku. Ia tak begitu pada semua orang" Ujar Byan- adiknya, lebih tepatnya kembarannya seraya melepas earphone dari tuannya.

"Kau bisa memilih peranmu sendiri. Aku takkan memaksa mu untuk memerankan sebuah peran." Ucap Ray.

*Sighs* Aku memasang kembali earphone ke telingaku.

"Ku anggap diam mu sebagai ya." Balasnya seraya menarikku ke arah tim nya yang sudah berkumpul di belakang kelas.

Ku rasa bergabung dengan tim Ray bukanlah hal yang buruk. Ia seorang laki-laki yang baik. meskipun terkadang ia menjadi sangat menyebalkan karena suara atau bahkan perkataannya yang selalu membuatku tersentak. Bahkan suaranya dapat membuat jantungku berdetak lebih cepat.

BetrayalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang