Bab Sepuluh

2.1K 275 116
                                    

Tidak ada yang bisa menghapus keberadaan Jae-Hyun di dunia. Tidak ada.

Mengapa ibunya harus berkata demikian pada keluarga calon suaminya seperti itu? Mengatakan bahwa Jae-Hyun dan ayahnya sudah mati? Bahkan abu dan mayat mereka pun tidak ditemukan!

Hye-Soo tidak sanggup menerima itu semua biar berasal dari bibir ibunya sendiri. Bagaimanapun ia pernah memiliki seorang kakak. Jae-Hyun bukanlah anak jahat. Jae-Hyun selalu melindunginya di masa kecil.

Dada Hye-Soo sesak. Peristiwa kebakaran lift di masa lalu tidak pernah ia lupakan.

Kepulan asap, teriakan orang-orang, dan sosok yang mengangkatnya, membawanya menjauhi kerumunan. Ia merasakan langkah kakinya melemah semakin jauh ia berlari.

Hye-Soo tidak menangis. Ia tidak mau memboros air mata yang sudah sering ia tumpahkan karena bibir tajam ibunya. Ia hanya perlu berlari menjauh. Mencari kelegaan yang bisa menenangkannya, dan menjernihkan pikirannya.

Ia terus berlari sambil sedikit mengangkat gaunnya. Menyusuri trotoar yang membawanya hingga ke jalan belakang, menyeberangi jalanan berlampu merah, menapaki kaki di trotoar seberang, kemudian berlari lagi melewati pohon-pohon yang berdesir oleh angin malam.

"Nona Hye-Soo, tunggu!"

"Jung Hye-Soo, kenapa kau tidak berhenti?!"

"Nona Hye-Soo! Nona Hye-Soo! Biarkan saya mewawancarai anda sebentar!"

Jalan di hadapannya redup, namun tubuhnya seperti ditembakkan berbagai jenis cahaya. Ibunya tentu tidak mengejarnya lagi, ia pasti sudah menyerah. Tapi awak media tidak pernah menyerah. Ia mengabaikan teriakan mereka, menolak berhenti walau mereka memanggil dari dalam mobil yang berpapasan dengannya sekali pun.

"Hye-Soo, come in!" seseorang dari dalam mobil sedan hitam meneriakinya.

Lagi-lagi mobil wartawan, begitu pikirnya.

Ia tetap berlari, tidak menoleh sama sekali.

"Apa kau tidak punya telinga?" seruan itu bersamaan dengan tangannya yang ditarik keras, membuat gadis itu berputar menghadap ke belakangan, bertatap muka dengan seorang pria yang tampak tak asing di matanya.

"I said come in," ucap pria itu tak sabar. "We have no time."

Pria asing itu membukakan pintu mobil untuk Hye-Soo, lalu berjalan cepat memasuki pintu bagian pengendara di sebelah kanannya. Tak lama kemudian, mobil itu melesat cepat meninggalkan pemukiman gedung pertemuan mewah yang meninggalkan kesan menyakitkan itu.

"Kau pelari yang hebat. Bagaimana bisa mengatur arah seperti itu sampai-sampai para wartawan itu kesulitan menangkapmu?"

Hye-Soo melempar pandangan keluar jendela, memandangi ruas jalan sambil tersenyum lirih. Ia tidak pernah menyadari, hanya dengan mengingat kenangan bersama kakaknya, energi begitu besar mampu mempercepat langkah kaki kecilnya.

Hye-Soo melirik pria itu, mengabaikan pertanyaannya. Pria yang memakai setelan kemeja putih dilapisi rompi hitam dengan celana warna senada. Ia yakin pernah melihat pria itu sebelumnya. Tidak lama sebelum ini..

"Sebenarnya kau siapa?" Hye-Soo telah mengingat pria di sampingnya ini. Pria yang menariknya berlari menjauh dari Seung-Han dan Young-Mi. Pria yang sempat membuatnya mati ketakutan, namun berakhir dengan tawa konyol dirinya sendiri karena pria itu yang menghantarnya ke Ocean Blu. "Jangan bilang kau suruhan Eomma yang baru? Kau ingin mengembalikanku ke rumah?"

"Eomma? Maksudmu Song Mi-Ran?" pria itu meliriknya sekilas, tersenyum geli. Hye-Soo dapat melihat sepasang mata cokelat yang hangat itu, lagi-lagi ia merasa tidak asing. Bukan hanya pertemuan aneh yang pernah mereka alami, sepertinya ia pernah menemukan tatapan macam itu di kesempatan lainnya. Sayangnya, ia tidak ingat.

"Sama sekali bukan, Hye-Soo."

"Lalu kau salah seorang penguntit?"

"Bukan. Oh, apa aku terlihat seperti itu?"

"Kau terlihat seperti orang asing."

"Aku tinggal di Eropa selama belasan tahun."

Hye-Soo terdiam sejenak, lalu, "Baiklah, kalau begitu apa tujuanmu? Kau sudah muncul dua kali di situasi yang mirip. Kau membantuku melarikan diri. Walau, yeah, kuakui yang pertama sama sekali tidak membantu."

"Aku seorang atlet lari."

"Itu bukan alasan tepat." Hye-Soo kembali memalingkan pandangannya.

"Anggap saja suatu kebetulan. Aku tidak sengaja melihatmu dikejar orang-orang berseragam itu, aku hanya berinisiatif membantu. Kali ini juga demikian." Pria itu terdiam sejenak, lalu, "Apa? Kenapa yang pertama tidak benar-benar membantu? Aku bahkan mengantarmu ke tempat paling aman di sana."

"Ocean Blu? Aman?" Hye-Soo mendesah kecil. Pria itu mengangguk, tetap berfokus pada jalan. "Terima kasih, tapi itu apartemen tempatku tinggal. Dan yang mengejarku itu suruhan Eommaku."

Pria itu memukul stirnya kuat, dan menoleh padanya dengan raut wajah histeris. "Hell!" Ia tertawa. "Aku tidak pernah mendengar hal yang lebih konyol dari itu!"

"Kau menertawai kebodohanmu?" Hye-Soo memutar bola matanya.

"Itu sangat lucu!" seru pria itu, memegangi perutnya sambil tertawa seperti orang bodoh. "Maaf, maaf. Aku sama sekali tidak tahu. Tapi kau baik-baik saja, kan? Tampaknya mereka tidak begitu gagah."

Hye-Soo terpaku dengan pemandangan yang terpaku di kaca spion. Beberapa mobil wartawan masih berusaha mengejarnya. "Bisa lebih cepat lagi? Mereka masih ada di belakang," bisik Hye-Soo gemas.

"Baiklah. Akan kutunjukan pada mereka bahwa menggali privasi orang sama sekali tidak baik." Pria itu memutar stir, membuat mobil ini memasuki gang kecil, meluncur dengan gesit menghindari mobil-mobil wartawan.

Seoul Complex | √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang