Bab Satu

7.6K 557 8
                                    

Selasa, 3 November 2001
St. Mary Hospital, Seoul

Menjejaki November, entah mengapa rumah sakit dipenuhi hiruk-pikuk manusia. Selama berjalan di koridor pertama menuju ruang rawat inap rekan kerja ibunya, Jae Hyun telah berpapasan dengan lima orang berkursi roda. Satu di antaranya bergulir sendirian, tanpa seseorang membantu mendorong kursinya.

Di sisi kirinya tampak hamparan puncak pohon cemara yang nantinya akan tertimbun salju. Ia tahu pohon memiliki makna hidup kekal, sehingga dalam hati ia berdoa makna tersebut menjadi nyata bagi pasien-pasien yang berada di rumah sakit ini.

"Jae-Hyun Oppa sedang apa? Kenapa diam aja?" Adiknya, Hye-Soo, berbisik sambil mengguncangkan tangan kirinya. Jae-Hyun hanya menjawab singkat, "Melihat cemara." Lalu ia mencubit gemas pipi Hye-Soo, menggandengnya kuat.

Sebenarnya akhir-akhir ini Jae-Hyun lebih sering tenggelam dalam dunianya sendiri, ia sering memerhatikan pemandangan sekitar yang jauh beberapa meter darinya ketimbang memerhatikan sesuatu yang berada paling dekat dengan dirinya. Misalnya, ayah dan ibunya.

Jae-Hyun melirik ke belakang, sekedar memastikan ayah mereka masih di belakangnya. Ternyata masih ada. Pria Irlandia bertubuh jangkung dan berkulit putih pucat. Sebagian rambut cokelatnya bersembunyi di balik topi hitam favoritnya. Lalu ia menoleh ke depan, menatap lurus punggung ibunya, Song Mi-Ran, yang enggan berbalik. Ia sudah merasakan ketegangan antara keduanya sejak lama. Ia lupa sejak kapan tepatnya, namun kegembiran keluarga yang dulu pernah ia rasakan, lenyap.

"Siapa nama teman Eomma yang sakit itu?" tanya Jae-Hyun, menyamakan langkah kakinya dengan ibunya. Hye-Soo juga ikut berjalan di sampingnya, karena adiknya tidak akan melepaskan gandengan hangat itu.

"Kau sudah tiga kali bertanya, Jae-Hyun. Namanya Na-Young," jawab ibunya.

Setelah itu Jae-Hyun diam. Ini ketiga kalinya aku bertanya, aku hanya ingin memastikan kalau Eomma sudah tidak marah lagi. Ternyata masih.

"Berapa nomor kamarnya?" Kali ini Hye-Soo yang bertanya.

"464." Ibu mereka berbelok ke kanan. Diikuti oleh Jae-Hyun dan Hye-Soo yang akhirnya tidak berani berkutik lagi. Suasana terlalu dingin untuk anak yang banyak bicara. Juga ayah mereka, Mark Murphy, yang sibuk dengan ponselnya sedari tadi.

***

"Ada masalah." Hye-Soo menarik tangan Jae-Hyun keluar kamar setelah menyalami dan mengucapkan "Semoga cepat sembuh, Bibi" kepada rekan kerja ibunya itu. Berdua, mereka keluar dari ruangan beraroma medis pekat itu.

Salah satu alis Jae-Hyun terangkat. Nada bicara Hye-Soo terlalu serius dan curiga untuk anak usia lima tahun sepertinya. "Masalah apa?"

"Eomma dan Appa tidak banyak bicara sejak minggu lalu."

Sejak beberapa bulan lalu. Jae-Hyun merasakan masalah itu lebih lama dari adiknya. "Mungkin mereka sedang tidak punya topik pembicaraan."

"Biasanya Appa punya segudang cerita lucu, Oppa. Aku sudah lama tidak tertawa karena ceritanya." Hye-Soo melompat ke salah satu kursi tamu, duduk dengan cara ketus.

Jae-Hyun menghampirinya, lalu duduk di sampingnya. "Aku juga."

"Nah, berarti memang ada masalah kan?"

"Itu bukan urusan kita."

"Di salah satu episode Carita de Angel, Dulce Maria membantu menyelesaikan pertengkaran orang dewasa. Jadi kukira kita harus membantu Eomma dan Appa juga." Hye-Soo menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Jae-Hyun menatapnya dengan senyum geli. Hye-Soo selalu terlihat imut dengan cara apa pun. Baginya, Hye-Soo adalah seorang adik, teman, sahabat, dan segalanya yang ia miliki di bumi.

Seoul Complex | √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang