Bab Dua Puluh Dua (Part 1)

1.4K 170 55
                                    

Sabtu, 10 Desember 2016

Declan adalah Jae-Hyun. Jae-Hyun adalah Declan. Jae-Hyun adalah Aiden Paskal. Declan seorang penulis hebat. Tidak ada yang perlu diherankan lagi dari cara Jae-Hyun berbicara. Teratur dan menyenangkan.

Hye-Soo membayangkan bagaimana jadinya jika mereka tetap tinggal bersama hingga beranjak dewasa. Mungkin mereka akan sering lari pagi bersama? Mungkin Jae-Hyun akan membuatkan bolu cokelat di tahun baru? Mungkin mereka bisa berlibur bersama ke Pulau Jeju saat libur semester?

Kemudian ia teringat kata-kata Han Jin Pyo, seseorang yang pernah bertemu dengannya di lift Ocean Blu. Seseorang yang ternyata sengaja tinggal di apartemen yang sama dengannya. 

Kehadirannya membuat semuanya semakin terhubung, seperti benang-benang jahit yang berceceran tersambung kembali. Dan kenyataan yang ia harus terima, jauh lebih berat dan besar. Membuat setiap impiannya tentang Jung Jae-Hyun tidak lebih dari sekedar khayalan egoisme. Jae-Hyun, memang lebih baik tidak tinggal bersama mereka.

Untuk ke seratus kalinya, Hye-Soo memerika notifikasi ponselnya. Tidak ada pesan yang masuk—dari Chris. Hanya dipenuhi oleh pesan-pesan singkat dari teman-temannya dan Jae-Hyun yang sempat saling berkirim pesan dengannya tadi malam.

Gadis itu memberengut kecewa. Ia tahu Chris pasti sibuk mengurusi acara hari ini, tapi ia tidak kuat lagi untuk mencurahkan isi hatinya secara langsung pada Chris. Karena saat ini, mungkin lelaki itu satu-satunya yang bisa mendengarnya.

Declan benar. Terkadang tidak mengetahui hal tertentu justru lebih baik.

Kakak yang selama ini ia tunggu telah muncul di depan mata. Untuk apa mengkhawatirkan hal lain? Kenapa ia harus merasa marah hanya karena ayah kandung yang meninggalkannya? Kenapa ia harus mengharapkan seluruhnya berjalan baik?

Bukankah itu terlalu.. serakah?

Ia memiliki pendidikan yang baik, ibu yang populer (walau itu bukan sesuatu yang ia banggakan) dan pintar, sahabat-sahabat yang baik, Chris yang teramat baik, dan kakak yang sangat berjuang.

Lalu apakah satu kenyataan baru harus menghancurkan segalanya? Kebahagiaannya yang baru saja dimulai? Hye-Soo tidak akan membiarkannya.

Pukul 18.30, ia memberi pesan untuk Jae-Hyun. Dan kakaknya itu langsung menjawabnya seolah sudah menanti di depan ponselnya sejak tadi.

Hye-Soo : Aku tidak sabar melihatmu dan penggemar yang menggilaimu!

Declan : Kau salah satu penggemarku, sista 

Hye-Soo : Jangan bermimpi 

Declan : Aku akan mencium pipi setiap penggemarku

Hye-Soo : Oke, apa nama fansite-nya? Aku akan mendaftar, tapi beri aku bonus tambahan.

Hye-Soo memasuki kamarnya, keluar, lalu ke dapur, memeriksa tasnya, bercermin, dan melakukan aktivitas lainnya tanpa melepaskan ponsel dari tangan kanannya. Semua mudah dilakukan secara bersamaan.

***

"Kau yakin bisa melanjutkan ini?"

Jung Jae-Hyun saling bertatapan dengan pantulan bayangan Harry Jim di cermin. Ia tidak langsung menjawabnya. Jemarinya kembali merapikan ikat dasinya, mengaitkan kancing teratasnya, dan memastikan posisi jam tangannya di pergelangan tangan kirinya. "Sepertinya iya," jawabnya kemudian.

"Aku khawatir aka nada hal buruk terjadi. Kau sangat jarang tampil di muka umum."

"Aku tahu." Jae-Hyun berbalik, bertatapan dengan Harry Jim yang asli.

Seoul Complex | √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang