Bab Tujuh Belas

1.4K 220 59
                                    

Senin, 5 Desember 2016
St. Mary Hospital.

Sebelum Declan membuka mata dari tidurnya, ia menebak-nebak apakah Song Mi-Ran masih ada di ruangan itu atau tidak. Lebih besar kemungkinan Mi-Ran pergi, karena wanita itu tidak sanggup berlama-lama di rumah sakit. Ia tidak mungkin bisa tidur nyenyak.

Namun tebakannya salah. Ibunya masih berada di sisinya, menidurkan kepala di tangan kirinya yang terkulai di atas meja. Declan meliriknya, sedikit dengan tatapan waspada. Ia berusaha bergerak tanpa menimbulkan suara.

Kenapa kau masih di sini? batinnya. Sebenci apa pun Declan pada wanita itu, wanita itu tetaplah seseorang yang telah melahirkannya. Sebagian dari dirinya merasa tidak tega melihat Mi-Ran tidur semalaman dalam posisi seperti itu.

Declan melepakan infusnya sendiri sambil meringis, lalu perlahan beranjak dari tempat tidur. Ia mengambil baju dan celanya yang terlipat rapi di dalam laci, ponselnya, dan kunci mobilnya. Lalu berjalan menuju pintu dengan hati-hati. Namun, setelah beberapa langkah ia berjalan, ia menolehkan kepalanya ke belakang.

Declan melihat ibunya. Wanita itu tampak sangat kelelahan, mungkin itu sebabnya wanita itu masih bertahan di sana. Declan mengecek layar ponselnya, waktu menunjukkan pukul 05.00, itu berarti ia harus bergegas sebelum perawat datang untuk memberinya antibiotik sekaligus mengganti tabung infus. Dengan waktu yang tersisa, Declan berbalik. Mengambil selimutnya, dan dengan hati-hati menyelimuti ibunya.

***

"Harry Jim?" Declan sudah berganti pakaian. Kini berada di depan kemudi mobilnya, menerima telepon dari orang kepercayaan Thomas.

Dokter mengatakan bahwa ia harus di rawat inap selama empat hari, namun baginya setengah hari pun cukup. Ia tidak mengidap sakit keras, ia hanya memiliki penyakit psikologis yang menjengkelkan.

"Declan! Astaga, bagaimana keadaanmu? Kau masih di rumah sakit, kan?" Seperti biasa, nada panik luar biasa itu.

"Kau sudah di mana?" tanya Declan, mengabaikan kepanikan Harry.

"Di udara. Ya Tuhan, kalau aku bisa mengemudi pesawat, aku pasti sudah sampai sejak tadi malam!" Harry Jim selalu memilih British Airways sebagai maskapai penerbangan andalannya. Maskapai itu mengizinkan penumpangnya untuk bertelepon dan berinternet ria.

"Jadi maksudmu kau memakai kecepatan 1000 km/jam?" Declan tertawa kecil, mulai meluncurkan mobilnya keluar dari area rumah sakit.

"Declan, tolong jangan permainkan kekhawatiran orang tua ini," gumam Harry.

"Aku sehat, tenang saja. Jangan dilebih-lebihkan."

"Obatmu?"

"Sudah."

"Baiklah, sampai bertemu. Pastikan kau dalam keadaan sehat sebelum aku sampai. Kau tidak mau ayahmu mendengarmu dalam kondisi kritis lalu datang ke sana, kan?"

Declan memutar bola matanya. "Ya. Oke.. Hmm.. aku mengerti. Bye!" Sambungan terputus, lalu ia menghubungi Christoper Hwang.

"Hyung, kau sudah berhasil mendapatkan mobilmu?" seru Chris sebelum Declan sempat berkata-kata.

"Ya, posisi parkir yang bagus," sahutnya datar. Ia sempat kebingungan karena anak itu memarkirkan mobilnya di tempat yang paling jauh dan hampir tertutup pohon yang rimbun. Untunglah petugas membantunya tadi.

"Sekarang kau di mana?"

"Menurutmu?"

"Pasti bukan rumah sakit."

Declan berdecak kecil. "Lalu?"

"Kau pulang? Aku pikir.. kau bukan tipe orang yang bisa ditahan terlalu lama." Ucapan Chris membuatnya teringat akan sesuatu.

Seoul Complex | √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang