Bab Dua

4.9K 416 13
                                    

Selasa, 22 November 2016
Apartemen Ocean Blu, Seoul

Mentari mulai meninggi diiringi kicauan burung pagi. Desauan angin November berusaha meniup jendela berkusen keras kamar gadis yang masih menggeliat di balik selimutnya. Hiruk-pikuk tetangga menggelitik telinga Hye-Soo, menimbulkan kekacauan mendahului alarm peraknya. Ia enggan mengangkat kepala. Gadis itu sudah menetapkan jadwal tidur lebih lama khusus hari ini, sebelum ia lemas dijatuhi tumpukan tugas kuliahnya.

Namun, sebelum ia dapat bermimpi lebih jauh lagi, teriakan dahsyat seorang pria kembali memukul gendang telinganya-membuat ia nyaris melompat dari ranjang. Teriakan itu disusul seruan tawa nyaring dengan suara meja dipukul keras-keras.

Demi apa pun, ia tidak bisa membayangkan ada suara lebih kencang dari kebisingan tetangganya yang mampu menurunkan fungsi kedap suara pada ruangannya!

Akhirnya ia menyerah dengan membuka sedikit kedua matanya. Membiarkan cahaya lampu meremang di hadapannya, membiarkan dirinya kembali menyadari napas kehidupan. Ia berniat bangun, tapi begitu berat rasanya setelah peristiwa tumpukan tugas ia kerjakan semalaman.

Hye-Soo merasa seperti beruang sekarang. Ia merasa besar dan berat, hingga tak mampu membangkitkan diri sendiri. Gadis itu menghela napas setelah mematung selama beberapa menit tanpa kebisingan. Suara menyerupai keruntuhan konstruksi setengah jadi tadi rupanya hanya memancing raganya untuk bergerak.

Saat ia memilih untuk kembali ke alam mimpi, bertemu pria penolong dirinya di tengah jalan raya Seoul, suara sialan itu timbul lagi. Kali ini jauh lebih keras dan gusar.

"Awas!" bahkan terdengar lebih jelas.

"Hati-hati! Minggir!" Kali ini Hye-Soo membenamkan wajahnya ke bantal lebih dalam lagi.

"HAHAHAGA!"

"Jinjjaa!!! Aakkgh!"

Untuk selanjutnya, Hye-Soo menendang-nendang udara sambil merengek kecil, "Astaga, aku butuh istirahat!"

Tidak sudi jam tidurnya dipermainkan segelintir manusia bermulut besar, ia beranjak dari ranjang untuk mengetahui apa yang terjadi. Di balik rasa kesalnya, sebenarnya Hye-Soo cukup waspada. Ia sempat berpikir teriakan itu ditimbulkan kejadian kriminal atau masalah internal keluarga. Ia tidak bisa mengira-ngira yang jauh lebih buruk lagi karena suara selanjutnya hanya gelegar tawa konyol. Mungkin ibu tiri yang sedang bahagia karena anak suaminya yang berhasil ia tundukkan. Ah, mustahil.

Hye-Soo menurunkan engsel pintunya dengan gerakan malas. Ia harus segera mengklarifikasi penyebab keributan itu secara terkendali. Dalam hati ia menggumamkan sesuatu seperti mengiba pada dirinya sendiri, oh, jangan harap kau bisa tidur nyaman lagi.

Gadis berambut panjang bergelombang dan berkulit sawo matang itu melirik ke kamar sebelah dengan menjulurkan setengah tubuhnya. Ia tidak benar-benar keluar karena masih memakai piyama bermotif beruangnya. Tidak ada yang terjadi. Senyap. Tanpa suara. Jadi, apa semua hanya mimpi?

Ia memutar bola mata jengkel. Hye-Soo menutup pintu di belakang punggungnya, lalu melangkah kembali menuju tempat tidur pastelnya.

"Hye-Soo!" ketukan amat keras hampir membuat jantungnya jatuh ke dasar perut. Ia membelalak kaget saat menyadari kemungkinan ia terlibat dalam keributan itu. "Hye-Soo, buka pintunya!" orang itu terdengar tak sabaran. Jelas Hye-Soo mengenali siapa pemilik suara nyaring itu, Choi Min-Hyuk.

Dirinya mungkin bersahabat karib dengan lelaki yang memiliki aksen Busan itu. Ia sempat tertegun, curiga dengan tujuan Min-Hyuk memanggilnya pagi-pagi dengan cara tidak manusiawi. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Ia baru saja mengadakan ulang tahun pacar Min-Hyuk bersama kawan-kawannya yang lain, dan dirinyalah yang mengusulkan momen berharga bagi pasangan itu pekan lalu. Mungkin--

Seoul Complex | √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang