Bab Lima Belas

1.4K 175 17
                                    

Rabu, 24 Mei 2000

"Eomma! Aku pulang!" Jae-Hyun melepaskan sepatu larinya di ambang pintu rumah, lalu meletakkannya dengan rapi di rak. Tidak mendengar sahutan dari ibunya, ia kembali berseru sambil berlari kecil ke dalam rumah, "Eomma, Jae-Hyun pulang! Aku dapat juara satu!"

Jae-Hyun baru saja mengikuti lomba lari di taman kota untuk kategori anak. Ibunya tidak bisa mendampinginya karena ada tugas yang tidak dapat ditinggalkan, sedangkan ayahnya memang jarang lepas dengan urusan bisnisnya yang telah bercabang di beberapa kota besar Korea Selatan. Namun itu bukan masalah, Jae-Hyun sudah terbiasa menjalani hari-hari dengan mandiri.

"Oppa!" Hye-Soo yang digendong oleh Bibi Yun melambai ke arahnya. Bibi Yun melempar senyum ramah, seraya menghampirinya.

"Jung Hye-Soo, astaga adik siapa yang bisa secantik ini!" Jae-Hyun mengalungkan medalinya ke leher Hye-Soo. Sementara Hye-Soo langsung mengalihkan perhatiannya dari kakaknya, tertarik dengan medali yang akhirnya akan menjadi kalung pribadi untuknya selama berhari-hari.

"Selamat, Jae-Hyun-ah! Kau memang hebat!" Bibi Yun mengacak rambut Jae-Hyun dengan bangga. "Hye-Soo-ya, ayo bilang.. 'Selamat Oppa'!"

"Selamat Oppa!" seru Hye-Soo dengan lantang dan jelas.

"Aigoo.. pintar sekali.." Jae-Hyun mencubit pipi adiknya.

"Jae-Hyun Oppa tampan!" kata Hye-Soo sambil menepuk-nepuk kepala Jae-Hyun.

Bibi Yun tertawa, "Ternyata Hye-Soo sangat mudah menghafalkan kalimat itu."

"Itu memang kenyataan, Bibi." Jae-Hyun mengedipkan sebelah mata, lalu mencium bibir kecil Hye-Soo hingga adik itu tertawa geli seperti biasa. "Di mana Eomma?"

Bibi Yun menoleh kesana-kemari. "Bibi tidak tahu, dari tadi Bibi di kamar Hye-Soo. Mungkin ada di kamar?"

"Oke!" Jae-Hyun mulai menaiki tangga dengan piala kecil yang ada dalam genggamannya. Saat sudah sampai di atas, ia berjalan dengan berjingkat-jingkat. Ia ingin kemenangannya menjadi kejutan untuk ibunya hari ini.

Sebelum ia menyentuh engsel pintu kamar ibunya, terdengar suara pria dari dalam sana.

"Appa?" Alis Jae-Hyun berkerut, lalu memeriksa jam tangannya. Waktu menunjukkan pukul 14.00, padahal biasanya ayahnya pulang paling cepat pukul 22.00.

"Tae-Woong-ssi.." Kali ini suara ibunya muncul.

"Tae-Woong? Siapa?" gumam Jae-Hyun heran. Ia semakin mendekatkan daun telinga.

"Kenapa kau bisa secantik ini? Sepertinya wanita politikus cantik bisa dihitung dengan jari.." Itu bukan suara ayahnya. Jelas bukan. Jae-Hyun merasakan tangannya mulai bergetar ketakutan. Ia melangkah mundur, lalu berlari menuju loteng di lantai tiga.

Jae-Hyun tidak pernah memahami orang dewasa, terlebih usianya masih sembilan tahun. Tapi untuk hal ini, bukan berarti ia tidak bisa mengerti. Untuk apa pria asing berada di dalam kamar ibunya? Tepatnya kamar ayah dan ibunya yang merupakan sepasang suami isteri?

Jae-Hyun duduk tepat di sudut loteng, di sebelah tumpukan kertas bekas coretan-coretan tangannya. Ia memeluk kedua lututnya dan meletakkan dagu di antaranya. Pikirannya berkelebat bebas, memikirkan berbagai kemungkinan yang terjadi.

Rasa takut, gelisah, cemas, kecewa bercampur jadi satu. Ia ingin berteriak memanggil Bibi Yun atau siapa pun yang berada di bawah, tapi dia terlalu takut. Bagaimana dengan menghubungi ayahnya? Itu pun terasa sangat menakutkan.

Semua terlihat menakutkan sehingga Jae-Hyun merasa seperti diselimuti kegelapan.

Tubuhku membeku saat pertama kali mendengar suaramu

Seoul Complex | √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang