26 - Junior Angkatan Baru

51 5 0
                                    

"Pokoknya gua mau berhenti jadi babu lo!" Ucap Widi dengan lantang.

Kini ia sedang bersama dengan pria mabuk di diskutik.

"Lho, kenapa sayang?" Ucap lelaki itu sambil mengelus dagu Widi.

"Eyas! Stop lakuin ini! Gua ga mau tambah kotor lagi ya! Gua punya harga diri!" Ucap Widi dengan tegas sambil menghindari elusan lelaki yang ternyata adalah 'Eyas'.

Eyas tersenyum smirk.

"Harga diri?"
"LO KEMANA AJA HAH DARI KEMAREN?! SELAMA BADAN LU JADI PEMUAS GUA KENAPA BARU NYADAR SEKARANG!" Ucap Eyas dengan emosi. Karena kini keadaannya setengah sadar, ia sedang mabuk.

Jlebb.
Kalimat itu seolah menusuk hati Widi. Ia sadar sepenuhnya bahwa dirinya telah penuh noda.

"Udah ngerasa cukup hmm makanya mau berhenti?" Tanya Eyas dengan wajah liciknya.

"Udahlah! Lu tuh ga usah sosoan mau berhenti." Kata Eyas.
"Gua tau, lu pasti mau kuliah kan? Tetep kerjalah sama gua, karena gua jamin bakalan ngecukupin tuh semua biayanya." Lanjutnya.

"Se-serius?" Widi tertegun. Eyas mengangguk.

"Oke."
Akhirnya Widi berkuliah dan dibiayai oleh Eyas. Walaupun tidak sepenuhnya.

Widi sebenarnya dapat beasiswa. Karena memang nilai nya selalu bagus di SMA.

Tapi itu dulu di SMA.
Tidak tahu bagaimana sekarang ini.
Karena otak geniusnya telah terkontaminasi selama bertahun tahun.

-----●-----
Sudah dua tahun lamanya Nichol menjalankan study perkuliahannya. Berarti sudah semester 4 perkuiahannya.

Nichol terpilih sebagai ketua senat. Seniornya baik perempuan maupun lelaki sangat menyukai keramahan seorang Nichol, serta kehangatannya. Nichol sangat bersyukur untuk itu.

"Nic, suatu saat ada kejutan." Ucap Alby tiba tiba.

Yap, kini Nichol sedang bersama Alby diruangan pribadi Alby untuk membahas kesehatan Priska dan juga mamanya, Bi Inuh.

Mendengar perkataan Alby, Nichol jadi bingung sendiri.

"Maksudnya Al?" Tanya Nichol.

"Hehe, udahlah, ga usah dipikirin. Bersikaplah seperti dulu, seolah lu ga suka saat gua ngebocorin sesuatu." Ucap Alby.

"Tapi kalau tebakan lu benar?" Tanya Nichol. Kali ini Nichol benar benar penasaran.

"Kalau ini mengecewakan?" Peringat Alby dengan nada bertanya. Alby seperti tahu sebuah bayangan akan kejutan yang didapat oleh Nichol.

"Gapapa. Gua terima." Ucap Nichol dengan mantap.

"Oke. Lu orangnya cepet kok dapetin sesuatu. Jangan lupa berjuang buat tau sendiri yang jawabannya." Ucap Alby.

"Lah nyong. Bikin penasaran aja." Timbal Nichol.

"Yodahlah, gua mau ngampus dulu. Thank's bro." Ucap Nichol lalu ia pergi ke kampusnya.

Hari ini merupakan hari pertama bagi adik junior yang baru.

Sebagai ketua senat, sudah sepantasnya Nichol berperan aktif dalam kegiatan ini.

Mengadakan seminar, masa orientasi yang baik, dan lain lain merupakan kegiatan dibawah pimpinan Nichol.

Suatu ketika, saat Nichol melihat barisan junior yang sedang duduk di halaman kampus, ia melihat seseorang yang ia rindukan selama ini.

Seperti Widi.
Tapi tidak mungkin.
Widi dulu hitam manis, tak seputih ini. Dandanannya pun tak sedewasa sekarang. Widi yang dulu adalah Widi yang benar benar polos.

"Der, tolong panggilin yang itu ya, yang make tas item, sepatu biru ngejreng atau apalah tuh namanya, lu tau kan yang itu noh.." Ucap Nichol sambil menunjuk diam diam perempuan yang dimaksud tadi.

Derik, teman kuliah yang mendapat perintah tadi pun langsung memanggil perempuan itu.

Perempuan tersebut merupakan salah satu juniornya.

Akhirnya perempuan itu datang menemui panggilan ke kantin kampus. Ia bingung mengapa dipanggil padahal baru hari pertama. Sedangkan setahunya ia tak membuat masalah apa apa, tapi nyatanya langsung dapat panggilan oleh ketua senat sendiri.

Perempuan tadi sudah menemui ketua senat di universitas ini.

Ia tampak gugup, seolah bersedih air mukanya. Ia merindukan sosok ini.

Tapi tunggu, perempuan ini harus kuat. Masa lalunya tak boleh dibiarkan kembali begitu saja. Bagaimanapun, sosok yang didepannya lah yang salah. Menurut si perempuan.

Ekspresi perempuan yang sebelumnya tak sempat dilihat oleh Nichol karena Nichol sedang pura pura baca buku.

"Ehm, Permisi Kak?" Ucap perempuan itu dengan sopan.

Akhirnya Nichol mengalihkan pandangannya dari buku.

Nichol tertegun. Bahkan sangat tertegun ketika melihat wajah itu dari dekat. Semakin mirip, malah membuatnya semakin rindu.

Namun Nichol berusaha untuk tetap tegas di depan siapa pun.

"Kamu dari sekolah mana?" Tanya Nichol dengan santai.

"Ehmm, SMA,24,Kak." Kata perempuan itu dengan gugup.

Masa sih nih anak 24?
Nichol bingung.

"Kenal Aji?" Tanya Nichol.

Perempuan yang merupakan junior Nichol menggeleng.

Lah, kok kagak kenal. Padahal dia most wantednya 24, gimana dah.
Nichol semakin bingung.

"Kalau Setya?" Tanya Nichol lagi.

Perempuan itu juga menggeleng lagi.

Lah, padahal itu anak pentolan 24. Gimana sih, masa anak 24 ga dikenal sama dia sama sekali.
Lagi lagi Nichol kebingungan sendiri.

"Nama?"
"Nama kamu siapa?" Tanya Nichol dengan tegas.

"Ehmm, ehmm.." Gumam perempuan itu.
"Ghietsa Kak." Jawabnya.

"Oh oke. Boleh balik ke tempat. Silahkan." Ucap Nichol dengan ramah.

Perempuan yang bernama Ghietsa itu pun kembali ke halaman kampus, atau tepatnya 'lapangan' untuk bergabung dengan barisannya.

Kalau bukan dia, terus yang tadi siapa? Tanya Nichol dalam benaknya.

※※※
Nichol baru saja pulang kuliah jam 7 malam. Lelah sekali memang. Tapi apa boleh buat.

Ketika dirumah, ia mendapati adiknya, Priska, sedang dikunjungi oleh teman perempuannya.
Siapa lagi kalau bukan Aliska dan Sheryl.

Nichol terdiam sejenak di sebelah pintu kalau melihat tawa Sheryl di ruang tamu. Nichol menyukai tawanya. Dan ia akui itu. Bahkan sangat menyukai.

Sheryl itu 'imut imut ngegemesin'.
Begitu menurut Nichol.

Badan Sheryl putih susu, bibir kecil merah ke pink-an, mata ukuran tak terlalu sipit dan tak terlalu belo, namun matanya berwarna biru. Ternyata memang itu warna asli matanya, bukan warna softlense. Dan Nichol menyukainya. Rupa Sheryl maksudnya.

Tubuh Sheryl juga tidak tinggi. Hanya seketiak Nichol. Serius.

"Bang, ngapa diem?" Sambar Priska.

"Apaan sih lu de! Ganggu aja." Ucap Nichol.

"Lah, ngapa dah. Emang gua ganggu apaan sih?" Tanya Priska.

"Oh, Abang ngeliatin Aliska ya?" Curiga Priska.

"Oh gua tau. Abang dari tadi ngeliatin Sheryl ye kan. Cieee abang. Jadi pedofil gapapa kali ya. Belum terpaut jauh amat lah ama umur." Goda Priska.

Kini Sheryl sedang tersipu sebenarnya.

"Apaan sih bocah." Elak Nichol.
Nichol pun naik ke atas, ke kamarnya.

"Dasar abang. Awas aja kalo nanti kebukti." Teriak Priska dari bawah.

Sedangkan Sheryl hanya bisa tersenyum malu. Namun Aliska menyadarinya. Aliska jadi ikut senyum juga. Karena saat itu juga Aliska tahu, bahwa sahabatnya ini menyukai kakak kandung dari sahabatnya juga, kakaknya Priska, Bang Nichol.

Setengah Hati.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang