Chapter 4

5.7K 93 1
                                    

Author's POV

"Please stay here for 3-4 days more" pinta Harry masih dengan mata tertutup

Ally masih membisu dalam diam. Ia harus berpikir dua kali untuk menyetujui permintaan lelaki bermata hijau itu.

Harry bangun dari tidurnya dan mengambil posisi duduk di tepi tempat tidur sementara matanya langsung menatap lurus ke dalam mata gadis itu.

"Aku akan menambahkan bayaranmu" tambahnya lagi

Ally masih terdiam. Ia balik menatap mata hijau milik Harry

"Mmmm...well alright" Ally menjawabnya ragu. Ia masih belum begitu yakin dengan jawabannya. Tetapi di sisi lain, ia benar-benar butuh uang untuk melanjutkan kuliahnya.

"Good then" kata Harry singkat lalu ia bangkit untuk berjalan menuju kamar mandi.

                              *****

Ally's POV

Sekarang aku seperti orang bodoh saja. Duduk di pinggir jendela flat milik lelaki yang baru aku kenal untuk memperhatikan setiap tetes air hujan yang jatuh di luar sana dan dengan bebasnya mengalir di luar jendela sambil ditemani oleh keheningan yang dari tadi menyelimuti. Yap, aku sedang sendiri di flat Harry, ia tadi mengatakan bahwa ia ingin keluar untuk bertemu dengan temannya-atau mungkin kekasihnya. Entahlah. Tapi apa peduliku? Itu tidak penting. Selama ia membayarku dan aku melakukan pekerjaanku dengan baik. Aku akan segera pergi jauh-jauh darinya. Lagipula ia bukan siapa-siapaku.

Aku kembali memperhatikan air hujan yang meluncur dengan bebasnya di atas kaca jendela. So beautiful. That's what I'm thinking.
                           *****

Kulihat sekilas jam dinding yang tergantung di ruang tengah setelah kembali dari dapur untuk mengambil sekaleng coke yang aku dapatkan di lemari es milik Harry. It's already 6.15 pm. batinku berkata. Kemana si lelaki keriting itu? Mengapa sejak tadi pagi ia pergi sekarang belum juga pulang? Apa sih yang---hey! Aku tidak khawatir padanya. Jangan kau pikir bahwa aku peduli atau mengkhawatirkan lelaki keriting itu!

Ceklek....

Aku mendengar suara pintu terbuka. Akupun menolehkan kepalaku ke arah pintu. Kulihat seorang pria yang aku kenal bertubuh kekar menggunakan white t-shirt dan skinny jeans tengah berdiri di ambang pintu. Entah mengapa aku merasakan sebuah pelangi terlukis di hatiku padahal di luar masih turun hujan. Aku merasa bahagi---WHAT?! No! Tidak mungkin!

Ia tersenyum kepadaku dengan dimples di kedua pipinya yang ikut menghiasi wajahnya dan membuat wajahnya semakin terlihat.....perfect?

"Hey! Stop looking at me like that!" Harry menghamburkan lamunanku

"What? No! You're so over self-confident uh, Mr. Curls?" balasku sarkastik

"I know I'm handsome, makanya kau menatapku seperti itukan? Kau kagum dengan ketampananku bukan?" Ugh pria ini! Ia orang yang kelewat percaya diri atau benar-benar bodoh karena tidak pernah berkaca? Idiot boy!

"Ok whatever you say curls!" aku memutar bola mataku. Sungguh pria ini sepertinya memiliki kepercayaan diri di ambang batas normal.

"Kau tidak percaya?" ia masih tidak mau kalah rupanya

"Mau kubuktikan?" tambahnya

Aku hanya menatapnya dengan tatapan apa yang mau kau buktikan Tuan Styles? Kemudian ia merogoh saku jeans sebelah kanannya dan mengambil sesuatu. Handphone.

Ia sepertinya sedang mengetik sesuatu di layar handphone mahal miliknya itu lalu mendekatkannya ke telinga.

"Hallo!Louis?" katanya kepada seseorang yang ia panggil Louis di ujung telepon

"Harry?Hey! Sup dude?" balas seseorang yang bernama Louis tersebut. Tentu aku bisa mendengarnya karena sepertinya Harry mengaktifkan pengeras suara.

"Oh nothing. Aku hanya rindu padamu" Ewwwh! Harry is a guy? Itu yang terlintas di kepalaku saat ini

"Bukankah kita baru bertemu beberapa menit yang lalu?"

"You're right. But, aku ingin menanyakan satu hal" nada suara Harry berubah menjadi serius

"Yeah. Go on"

"Apa menurutmu aku tampan?" What the-- Oh god lelaki ini normal atau ia benar-benar homoseksual?atau biseksual mungkin?kau tahukan, jika ia benar-benar guy, tidak mungkin ia mau meng-hireku.

"Of course man! Jika tidak, tidak mungkin wanita-wanitamu di luar sana tidak hen---" sambungannya terputus karena Harry buru-buru mematikan teleponnya.

"Well, sekarang kau percayakan kalau aku ini tampan?" katanya membanggakan dirinya sendiri. Over self-condfident!

Aku yang berdiri beberapa langkah di depannya hanya bisa memutarkan bola mata dengan kedua tangan yang kuletakkan di dadaku.

"Tidak aku belum mempercayainya. Bisa saja ia pasangan guymu makanya ia mengatakan bahwa kau itu tampan" balasku tak mau kalah dengan nada sarkastik

"Kalau begitu sepertinya aku harus membuktikan satu hal lagi padamu" katanya sambil menunjukkan senyum cheekynya dan mendekat ke arahku. Entah mengapa aku hanya diam terpaku di tempatku berdiri dan setelah ia benar-benar berdiri hanya beberapa centimeter saja dari wajahku, ia mendaratkan kecupan ke leherku sehingga aku bisa merasakan hembusan nafasnya di telingaku dan meletakkan kedua tangan besarnya di pinggangku---dan tentunya kau pasti sudah tahu apa yang terjadi berikutnya.

                            *****

Harry's POV

Malam ini the boys berencana untuk mengadakan dinner bersama. Guna merayakan keberhasilan tour kami, begitu kata Liam karena ia yang memiliki ide tersebut. Acara ini khusus untuk aku dan the boys yang lain memang, tapi Liam, Louis, dan Zayn pasti akan membawa serta pasangan mereka. Aku juga tidak ingin dikatakan sebagai lelaki yang tidak memiliki pasangan, apalagi Louis, ia pasti akan menertawakanku. Oh! Dan Niall? Kau tidak perlu menanyakannya karena ia sudah pasti akan datang sendiri dan the boys tidak akan berani mengejeknya karena Louis pernah menjadikannya sebagai bahan lelucon namun sepertinya saat itu Niall sedang sensitif sehingga ia tersinggung dan tidak mau keluar kamar selama 3 hari, jadilah Louis harus memohon-mohon kepada Niall agar dimaafkan. Tentu saja Niall memaafkannya. Dengan iming-iming makanan tentunya.

Dan aku? tentu saja aku akan mengajak Ally. Tapi jangan salah paham dulu, karena hanya ia yang bisa aku ajak. Kau bertanya tentang kekasih? Oh tentunya kekasih-kekasihku akan lebih memilih pekerjaannya dibanding denganku, lagipula menurutku mereka hanyalah wanita gila kesuksesan dan karir yang sama sekali tidak bisa menghargai pasangan dan mereka tidak pantas untuk didewakan. Do you know? They're just like toys for me. Mereka tidak seperti ibuku dan Gemma, karena bagiku hanya merekalah perempuan baik-baik dan pantas dihargai. I love them more than anything in the world.

Author's POV

Setelah mandi, Ally yang masih menggunakan handuk berjalan menuju ruang tengah untuk mencari Harry.

"Harry?" panggilnya

"Yeah?" balas Harry dan beranjak dari posisi duduknya di sofa yang membelakangi Ally

"Apa yang ingin kau katakan ta--whoa!kau rapi sekali. Apakah kau akan pergi ke pesta?" mata dan bibirnya membulat setelah melihat Harry yang berdiri di hadapannya mengenakan setelan tuksedo warna hitam dengan kemeja putih di baliknya.

"Bukan aku, tapi kita. Kita akan pergi dinner" balas Harry sambil tersenyum manis

Ally terperangah. Ia berusaha mencerna kata-kata Harry barusan

"Maksudmu? Tapi aku---"

"It's okay. Aku sudah membelikanmu sebuah gaun. Kau bisa mengenakannya. Cepat berdandanlah, ah ya aku lupa memberi tahumu. Aku meletakkan gaunmu di atas kasur. Bergegaslah. Aku menunggumu di lobby" ujar Harry sebelum akhirnya ia berjalan menuju pintu untuk menunggu Ally di lobby.

GIMME ANY FEEDBACK(S) PLEASE:)
SORRY IF THIS STORY IS GETTING MORE ABSURD. LUVVV .XX

My Lovely BitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang