Chapter 9

2K 49 0
                                    

Kini jam sudah tepat menunjukkan pukul 22.00 dan perempuan itu tengah duduk di atas sofa sambil memangku wajah menggunakan kedua tangannya.

Sedari tadi Ally sudah merasa kantuk telah menyerangnya. Ia terkadang menguap bahkan matanya mulai memaksa untuk terpejam, namun ia berusaha secepat mungkin kembali terjaga.

Bukan tanpa alasan ia seperti itu. Ia menunggu Harry pulang. Sebenarnya bukan karena ia takut ketika Harry pulang ia tidak membukakan pintu untuk Harry. Bisa saja bukan Harry meminta petugas apartment untuk membukanya dengan kunci cadangan? Tetapi ini lebih karena Ally merasa sedikit khawatir. Sedikit.

Bagaimana tidak? Harry berkata bahwa ia akan kembali sore tadi, dan nyatanya ia belum juga kembali.

Ally hanya takut terjadi sesuatu dengan Harry. Walaupun ia tahu benar Harry pasti pergi bersama teman-temannya dan lagipula Harry adalah pria dewasa yang sudah pasti bisa menjaga dirinya sendiri.

Namun lagi lagi Ally memaksakan matanya untuk tetap terbuka. Mengingat ini adalah New York City. Apapun bisa terjadi di sini. Bahkan hal yang kita tidak pernah inginkan sekalipun.

Sesungguhnya Ally ingin menghubungi Harry, namun ia sama sekali tidak mengetahui nomor ponsel Harry karena Harry tidak pernah memberikannya. Atau mungkin tidak mau. Entahlah.

"Ugh...kemana kau bocah keriting" gerutu Ally. Ia benar-benar mengantuk sekarang.

Tepat ketika Ally telah benar-benar memejamkan kedua matanya dan membaringkan tubuhnya di atas sofa, terdengar suara pintu yang dibuka oleh seseorang.

Ally benar-benar sudah tidak kuat lagi untuk membuka matanya.

"Harry?" hanya kata yang terdengar hampir seperti bisikan itulah yang dapat lolos melalui bibirnya.

***

Harry's POV

Aku melihatnya tertidur di sofa. Mengapa ia tidur di sini? Apakah ia menungguku?

Jujur aku benar-benar lupa jika aku berkata padanya bahwa aku akan pulang sore tadi, tapi nyatanya aku pulang ketika jam hampir menunjukkan waktu tengah malam.

Aku jadi agak kasihan padanya. Menungguku di apartement ini sendirian dan sekarang ia tertidur di sofa.

Dia pasti cemas karena aku tidak mengabarinya bahwa aku pulang lebih larut.

Ah, tapi apa peduliku? Sama sekali tidak penting. Mengingat ketika bertemu Taylor tadi, sepulang dari gedung Syco Records kami saling melepas rasa rindu, yang berarti hasrat yang telah aku pendam selama kami terpisah karena pekerjaan.

flashback

"Taylor?" kata-ku sedikit tidak percaya ia ada di sini sekarang. Di gedung Syco Records.

Ia beranjak dari tempat duduk di sofa empuk itu dan berlari kecil ke arahku lalu memelukku.

"I miss you, babe" ucapnya masih di dalam dekapanku.

Aku membalas pelukannya dengan kedua tangan besarku yamg kini berada di punggungnya.

Senang sekali melihatnya di sini. Tapi bukan senang bisa melihatnya lagi di sini. Senang mengetahui bahwa aku akan bisa 'bermain' kembali kali ini.

"Miss you, too"

Sebenarnya aku tidak begitu merindukannya. Melainkan lebih kepada 'permainan'nya di ranjang.

Menariknya dari dekapanku, aku tersenyum lebar ke arahnya. Ia menatapku tepat di manik mata dan ikut tersenyum.

"Mengapa kau bisa ada di sini? Bukankah kau sedang menjalani tour-mu?" tanyaku. Maksudku sebenarnya hanya untuk berbasa-basi agar terlihat aku memberikan perhatian kepadanya. Tapi sebenarnya tidak. Masa bodoh dengannya dan hidupnya. Bagiku saat ini yang terpenting adalah 'memberi makan' sesuatu yang telah meronta-ronta di dalam diriku untuk meminta makananya.

Senyuman Taylor yang pada awalnya menghiasi wajah cantiknya itu seketika hilang mendengar pertanyaanku.

"Memang kenapa jika aku kemari? Kau tidak suka?" balasnya ketus

Aku membalasnya dengan senyuman. Senyuman palsu. Jika saja aku tidak menginginkan 'itu' darinya, aku sudah pasti akan membentaknya atau balas menjawabnya dengan lebih ketus.

"Ah, bukan begitu. Aku hanya....."

"Hey, get the room you two!" seru seseorang dengan suara yang cukup memekakkan telingaku. Niall.

Oh, aku lupa masih ada 4 manusia aneh itu di sini, ditambah lagi dengan beberapa orang dari pihak management.

Aku hanya tersenyum canggung ke arah mereka semua lalu mengajak Taylor untuk duduk di sofa yang masih tersisa agar meeting kami hari ini bisa dimulai.

Dan berakhir lebih cepat sehingga aku bisa 'bermain' dengan Taylor.

Setelah mengikuti rapat hari ini. Aku meminta izin kepada the boys dan pihak management untuk pulang lebih dulu dengan alasan ingin melepas rindu dengan Taylor, namun yang kudapat malah sebuah celetukan dari Niall.

"Aku tahu maksud dari 'melepas rindu'mu itu, Tuan Styles" ia berbicara dengan nada yang cukup keras sehingga semua orang yang berada di ruangan terkikik.

"Whatever you say, pervert guy" kataku sambil memutar kedua mataku.

"Hey! I'm not, you are! Aku ini anak yang polos, kau tahu!"

Yah. Apa saja katamu, Nialler.

Biar kupikir lebih dulu kemana aku akan membawa Taylor. Ke apartment milikku? Hell no! Bodoh saja.

Ah, mungkin aku akan mengajaknya ke Starbucks lebih dulu sebelum berkunjung ke hotel tempatnya menginap dan 'melepas rindu' seperti yang Niall maksud.

Ketika hendak berpamitan untuk pergi dari ruangan itu bisa kudengar cibiran dari Zayn atas pernyataan Niall tadi.

"Polos, kau bilang? Lalu siapa pria blonde yang menghabiskan malamnya di pub dengan sebotol vodka lalu menari-nari seperti orang gila?"

Tumben sekali Zayn sassy seperti itu. Oh, jangan bilang dia mulai seperti Louis.

"Aku sudah 21 tahun. Bukankah itu hal yang legal?" Niall tetap tidak mau kalah.

Aku benar-benar merasa harus secepatnya meninggalkan tempat ini. Jika tidak, aku akan terus mendengar ocehan Niall yang tak ada ujungnya.

Kugenggam tangan Taylor dan bangkit dari sofa lalu mengajaknya keluar dari gedung ini menuju tempat yang aku maksud.

MASSIVE HAPPY BELATED BIRTHDAY, MY IRISH PRINCE NIALLER!! HOPE YOU GET ANYTHING DA BEST BABYYYY, GBU!;*<3({})

-JODOH HARRY AKA KEKASIH GELAP NIALL-

My Lovely BitchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang