Ulang Tahun

4.3K 199 1
                                    

Mentari pagi menembus celah jendela rumah besar bercat putih. Perlahan-lahan seseorang yang tengah tidur itu membuka matanya, mengecek jam yang ada disampingnya.

Pukul 09.00

Kevin enggan hendak pergi kesekolah, ia melanjutkan tidurnya. Kevin tak memperdulikan sekolahnya.
Ia mengecek handpond yang sedari tadi bergetar. Kevin membuka vitur Whats App dan menekan grup bertuliskan

#TeamCengir

Bomber : Woy
Bomber : Woy
Bomber : Woy
Bomber : Woy
Bomber : Woy
Bomber : Woy
Bomber : Woy
Eja : Anjing
Eja : Jangan nyepam lo
Bomber : Astagfirullah omongan lo Ja
Eja : Diem lo
Bomber : Si Kepin mana ?
Eja : Dicariin Vira lo Pin
Me : Ogah
Eja : Lo masuk ga Pin ?
Bomber : Gue dikacangin ini
Bomber : Ya Alloh kuatkan hati Fito
Me : Gak
Bomber : Lo napa sih Pin ?
Eja : Mampus lo Fit, Kepin ngambek
Bomber : Kok gue ?

Anda keluar dari grup

Seringkali Kevin keluar masuk dari grup karna ulah teman-temannya yang konyol. Namun, Kevin sangat bersyukur memiliki sahabat seperti mereka.

Kevin mengusap wajahnya dengan kasar, ia beranjak dari kamar tanpa mandi ataupun apa dan menyambar jaket dan kunci motornya.

"Den sarapan dulu" Bi Siti yang sudah mulai terlihat keriput menyambut hangat Kevin

"Nggak usah Bi, nanti aja" Kevin tetap berjalan melewati Bi Siti

"Den kenapa nggak sekolah ?" Tanya Bi Siti ragu

"Hmm" Jawab Kevin singkat

"Den anu..-" Bi Siti menggantungkan kalimatnya.

Kevin menoleh kebelakang menatap Bi Siti bingung.

"Bolos lagi ?" Terderngar suara berat dari depan Kevin.

Andrean berdiri di depan Kevin dengan memasukkan tangannya disaku celananya. Beliau masih tetap mennggunakan kemeja batik kesayangannya. Wajahnya tidak sekokoh dulu. Mata sayu dan rambutnya yang sudah memutih menampilkan sosok Andrean sekarang.

"Rumah ini akan papa jual" Jelas Andrean sembari membenarkan letak kacamatanya

Kevin tercekat, matanya memerah, tangannya terkepal kuat. Ia hendak ingin menonjok apapun yang ada. Rahangnya mengeras.
Bi Siti yang mendengar itu juga tercekat, ia berdiri dibelakang tembok mendengarkan pembiacaraan putra dan ayah yang terlibat perang dingin selama beberapa tahun silam

"Kamu harus tinggal bersama papa, agar papa bisa mengontrol kamu" Andrean mendekat ke arah Kevin

"Anda tidak boleh menjual rumah ini" Kevin berucap dingin

"Papa harus menjual rumah ini" Jelas Andrean

"Pah seharusnya papa ngerti. Ini rumah adalah rumah peninggalan mama. Papa dulu yang membangun rumah ini bersama mama" Kevin meninggikan suaranya

"Apakah papa tidak ingat ? Dulu mama yang selalu merawat papa, sekarang apa balasan papa ha ? Meninggalkan mama sendirian di rumah sakit itu sendirian. Dulu mama yang selalu suport papa hingga papa bisa sesukses ini" Kevin meninggikan suaranya, matanya memerah.

Bi Siti yang sedari tadi diam membendung air mata, kini air itu telah tumpah. Bi Siti terisak sendiri

"Mama kamu sudah gila Kevin"

Boom

Seakan ada hantaman keras yang meninju hati Kevin. Satu tetes air mata Kevin jatuh membasahi pipinya

"Apa kata papa ? Mama gila ? Mama nggak gila pah, mama hanya depresi paah" Bentak Kevin

"Apa papa nggak ingat ? Mama dulu sangat mencintai papa. Dulu papa sakit keras, mama rela hutang sana-sini buat papa. Sekarang apa balasan papa ?"

Andrean diam

"Oke kalau memang papa sudah tidak cinta mama lagi. Brati papa lebih memili sekretasis jalang papa itu" Kevin menunjuk wajah papa

Plaaak

Satu tamparan keras mendarat di pipi Kevin

"Mama depresi itu karna kamu, coba saja kalo dulu kamu nggak bandel" Ujar Andrean

Tanpa babibu Kevin segea meninggalkan rumah megah itu. Bi Siti yang menyaksikan itu hatinya miris menatap kepergian Kevin.

Andran mengusap keras wajahya. Air mata yang sedari tadi dibendung keluar. Putra semata wayangnya tak sehangat dulu.

***

Gadis dengan rambut lurus yang dikucir satu itu tengah duduk di atas rerumputan. Ia duduk sendirian ditemani terpaan angin. Sesekali ia menyelipkan helaian rambuta yang menutupi penglihatannya. Bersama novel kesayangannya Gladis duduk di atas rumput taman sekolah.

Sedari pagi ia sama sekali tak bertemu dengan kekasihnya itu. Biasanya Kevin selalu mengganggunya dikala ia membaca novel, entah mengagetinya, mengacak rambut Gladis, ataupun iseng kentut sembarangan.

"Dis" Suara berat dari belakang Gladis memanggilnya.

Terlihat cowok dengan jambul khasnya dengan badan atletis milik cowok itu

"Eh elo Za" Gladis tersenyum ramah

"Boleh gue ganggu waktu lo sebentar ?" Tanya Reza

"Iya gapapa santai aja kali"

Reza duduk disamping Gladis

"Kenapa za ?" Tanya Gladis

"Makasih ya Dis"

"Ma-makasih buat ?" Gladis mengernyit bingung

Reza menghela napasnya
"Lo udah buat Kepin banyak berubah. Dia jarang ngedugem lagi, ngrokok juga jarang"

"O-oh itu. Itu juga bukan karna gue lagi. Itu karna tekadnya Kevin berubah karna mamanya bukan gue" Jelas Gladis

"Jadi lo udah tau ?"

Gladis mengangguk.
Sedetik kemudian ia teringat buku perpustakaannya belum dikembailakan.

"Eh ini tanggal berapa ? Buku perpus gue belum gue kembaliin" Gladis menepuk jidatnya

"Tanggal 15 Januari" Reza mengecek handphonnya

Reza mengerjap seakan teringat sesuatu. Dengan cepat ia mengikuti Gladis, menepuk jidat

"Anjirt gue lupa. Hari ini Kepin ulang tahun" Reza melongo

"Kok Kevin ga cerita sama gue" Gladis sama melongonya

"Yaudah kita kasih kejutan sekarang. Kasih tau Fito dulu"
Reza menarik tangan Gladis cepat dan berlari mencari teman yang bertubuh gempal.

"Eh-eh Ja pelan - pelan napa"

"Udah cepeeet ga ada waktu lagi" Reza tetap berlari.

TroubleMakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang