"Zian cepetan ih. Ngacanya entar aja napa sih. Kagak tau sini lagi panik apah ck". Decak Cahya sebal. Sedari tadi adiknya itu hanya menyisir rambutnya dengan jari di kaca spion. So ganteng banget dia.
"Ya elah. Lagian lamaan siapa kalo di bandingin sama lo hah. Gue udah ampe jamuran disini nunghuin loe. Masih untung wajah gue yang tampan ini kagak geseng".
Yang telat siapa yang marah-marah siapa. Zian agak kesel dengan kakaknya yang satu ini. Cerewet bin bawel. Tapi Zian suka itu.
"Oke. Oke gue kalah kali ini. Udah buru kasian ka Salsa di Rumah sakit sendirian".
Rencananya Cahya akan menemani kakaknya yang berada di Rumah sakit Akungnya. Beberapa menit yang lalu pihak rumah sakit menghubungi keluarga Purnama. Mengatakan cucunya tengah di rawat di Rumah sakit.
Akung dan utinya sudah berada di sana selepas menerima kabar tersebut.
Sedangkan Cahya di sini sedang kesal dengan adiknya itu. Satu-satunya orang yang tak mau ngalah jika sudah beradu argumen.
"Elah gak bakal ilang juga kali. Gak ada yang mau nyulik juga". Ucapnya datar lalu menstater motor gedenya.
"Aadawww. Sakit. Loe apaan sih". Zian meringis mengusap kepalanya yang ducium tas ransel kakanya yang menurutnya galak itu.
"Lagian mulut loe tuh yah. Kalo ngomong tuh di filter dulu kek. Ucapan itu do'a tau gak?".
"Ya ya sorry. Udah buru. Mau naik gak nih. Gue tinggal yah".
"Eh eh. Gak lucu yah Zi. Tapi kalo Bunda liat kita boncengan gimana?. Gue takut Bunda marah".
Cahya agak ragu saat akan menaiki motor Zian. Teringat masa SMA dulu dia nebeng pulang Zian karena lupa minta uang saku pada Bundanya. Tidak mungkin Cahya nyelonong tanpa membayar ongkos angkutan umum. Bisa-bisa Cahya yang kecantikanya di atas rata-rata itu di cap sebagai gadis pencari gratisan abang angkot. Apa kata dunia nanti.
::
"Bun....Bunda.." . Teriakan Cahya nyaring sampai ke ruang makan. Gadis itu mencoba mencari Bundanya karena di panggil-panggil tak ada sahutan.
Indra penciumannya dengan cepat menangkap signal ke saraf otak cantiknya. Gadis itu langsung menebak dengan tepat bahwa Bunda yang di carinya sedang memasak.
"Aya kamu tuh ya..pulang bukannya ucap salam malah teriak-teriak. Ini bukan hutan Aya"
Fatimah yang notabennya sebagai Bundanya Cahya, merasa kesal dengan gadis cerewetnya itu.
"Hehe .. lupa Bund. Wah Bunda masak rendang yah. Kebetulan Aya laper Bund."
Cahya langsung mengambil posisi duduk dan mulai menyantap masakan favoritnya. Bukan karena rendang kesukaannya melainkan karena chef di balik semua makan itu.
Apapun masakan Bundanya akan ia lahap dengan senang hati.
"Mending kamu pulang cepet. Biasanya kan lama nungguin angkot". Tanya Fatimah yang mulai duduk di depan Cahya.
"Iya tadi nebeng sama Zian Bund". Jawab Cahya datar tanpa melihat wajah terkejut Bundannya.
"Apah" ......Brak....
Uhuk..uhuk..huk..
Cahya yang tengah menelan suapan terakhirnya tersedak saat Bundanya terpekik kaget menggebrak meja.
"Astaghfirullah Aya..ini ini minum".
Fatimah yang menyadari putrinya tersedak karena ulahnya pun dengan cepat menyodorkan segelas air. Tanpa ba bi bu Cahya langsung menandaskan minumnya. Berharap makanan yang tersangkut di tenggorokan bisa teratasi.
"Bunda kenapa sih Bund".
"Aya kamu jangan pernah boncengan sama Zian lagi. Bunda gak mau dengar itu apalagi melihatnya ". Ucapnya tegas.
"Kenapa Bund?".
"Karena itu untuk kebaikan kamu sama Zian juga nak".
"Tapi Bund Zian itukan adik Aya. Lagian tadi nebeng juga karena Aya lupa minta uang saku sama Bunda. Kalo Aya nekat naik angkot trus abang angkot minta ongkos ke Aya. Aya mau ngasih apa Bund. Kan Aya malu".
"Ya ampun Bunda juga lupa kalo kamu gak minta uang. Maafin Bunda yah" Fatimah mendekati putrinya mengelus pucuk kepalanya sayang." Trus kamu gak makan siang tadi. Pantesan pulang-pulang masuknya dapur". Sambungnya.
"Makan ko Bund. Tadi malak Zian di Kantin". Jawan Cahya asal. Tapi itulah kenyataannya.
"Kamu ini yah" Fatimah menyentil hidung putrinya gemas" Terus Ziannya kemana kok gak ikut makan".
"Tadi masih di luar Bund. Lagi telfonan tuh sama ayang bebnya".
Fatimah membulatkan matanya sempurna. Terkejut dengan penuturan Cahay. Jangan bilang kalau Zian pacaran. Fatimah merasa tidak pernah mengajarkan anak-anaknya untuk mendekati pacaran apalagi melakukannya.
"Zian gak pacaran kan?". Tanyanya to the pont.
"Gak ko Bund. Paling itu dari penggemar alay putra Bunda itu". Cahya terkikik mendengarkan ucapannya sendiri. Mengingat adik konyolnya itu kalau di sekolah selalu di kerubungi cewe-cewe. Udah mirip artis masuk kampung. Haha
::
"Yaudah buruan izin Bunda dulu. Kalo boleh ya gue anter kalo gak ya gue sia-sia nunggu loe. Waktu gue kebuang gitu aja". Ucapnya datar. Ada setitik rasa kecewa jika Bunda tak mengizinkannya mengantar sang kakak.
Setelah beberapa menit mengobrol dengan Bundanya. Cahya diperbolehkan pergi ke Rumah sakit dengan Zian. Asalkan ada penghalang diantara dirinya dengan Zian.
Dan kebetulan Cahya membawa tas ransel yang lumayan bisa menjadi penghalang diantara mereka berdua.
***Apah ka Salasa mau nikah? Sama siapa. Ko aku gak tau sih.
"Assalamualaikum Akung uti".
Cahya muncul dari pintu kamar Rumah sakit tempat kakaknya di rawat.---------------------☆☆☆-----------------
Assalamualaikum kawan. Para ukhti akhi...ingat ya.. cerita ini karangan author asli deh. Bener.
Jadi jangan bayangin ada real nya. Tapi kalau pun ada maapin. Bukan maksud menceritakan nasib seseorang. Tapi cuma berimajinasi.
Maaf kalau tulisan ini kurang menarik.
^_^
Lanjut yuks....
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Halal Altsar
Spirituale" Cerita ini hanya karangan penulis belaka " Judul: Cinta Halal Altsar Genre : Romance religi #Prlog ☆Muhammad Ali Kautsar Ya Allah, jadi orang yang membuat Ku berubah lebih mengenal-Mu adalah istriku sendiri. Wanita yang bertaun-taun lalu sel...