Suasana canggung sungguh terasa setelah kata 'sayang' terucap dari bibir Ali. Walaupun Salsa tetap terlihat tidak peduli dengan terus menyirami bunga mawar disana. Itu semua tidak luput dari penglihatan Ali.
Ali yang masih mengenakan baju koko dan sarung, sungguh masih lengkap dengan pakaian yang tadi ia kenakan untuk berangkat ke Masjid. Duduk di kursi sambil melihat kegiatan Salsa. Itulah yang Ali lakukan saat ini.
Ali seperti melihat Uminya saat dia masih SMA dulu. Setiap Ali pulang sekolah dan kebetulan pulang sore, pasti tidak akan menemukan Uminya di dalam rumah. Uminya selalu berada di kebun belakang merawat bunga mawar merah sama seperti yang saat ini Salsa lakukan.
Mengingat akan pembicaraannya dengan bapak ketua Rtnya tadi subuh, Ali ingin membicarakannya dengan Salsa.Ali menegakkan duduknya. Tangannya berada di kedua sisi kursi.
"Sal"
"Hemm"
"Salsabila Kautsar"
"Eh"
Salsa langsung membalikkan badannya yang sebelumnya membelakangi Ali. Salsa merasa agak aneh mendengar namanya. Tapi setelah beberapa saat otaknya bekerja. Salsa sadar. Dia sudah menjadi istri Ali. Muhammad Ali Kautsar.
Ali justru terkekeh sampai bahunya sedikit bergetar saat Salsa kebingungan mendengar panggilannya. Apalagi melihatnya yang semakin menunduk. Entah karena malu atau apa Ali tidak tau.
"Sal. Tadi waktu saya pulang dari Masjid. Pak Rt ngundang kita ke acara syukuran di rumahnya. Katanya sih sehabis Asar baru dimulai".
"Ya udah. Lo berangkat aja sih. Kenapa ngajak gue. Yang di undang juga elo kan?".
"Yang di undang bukan cuma saya Sal. Tapi istri saya juga."
"Ya loe bawa aja istri loe. Susah amat". Salsa menjawab dengan entengnya tanpa berfikir bahwa dia lah istrinya. "Ngapain loe ketawa" Tambah Salsa. Perasaan ngga ada yang lucu. Tapi ko Ali ketawa. Pikirnya
Ali bingung menjawabnya. Istrinya ini benar-benar menggemaskan. Lagian bagaimana tidak ketawa. Apa Salsa tidak sadar saat mengucapkan bawa aja istri loe. Susah amat.
Ali hanya geleng-geleng kepala.
"Istri saya itu kamu jadi harus minta persetujuannya dulu dong".
Ali menjawab dengan memperhatikan Salsa lekat. Ingin melihat ekspresi Salsa sebenarnya."Em..itu..em..i..iya sih" . Salsa menggaruk rambutnya yang tidak gatal sebenarnya. Malu juga dengan jawaban bodohnya tadi.
"Ya udah kamu fikirkan saja dulu. Mau berangkat atau tidak. Tapi saran saya kita berangkat saja nanti sore. Memenuhi undangan dari seorang muslim adalah salah satu hak seorang muslim atas muslim lainnya" . Ali menarik nafas .
"Kamu masih ingat apa saja hak seorang muslim atas muslim lainnya? Atau kamu belum pernah denger yah?"
Salsa mendengus saat pertanyaan Ali terdengar meremehkannya. Walaupun memang benar Salsa tidak tau. Tapi kan gengsi kalau harus bilang jujur.
Dengusan kecil dari Salsa terdengar di telinga Ali. Itu justru membuat Ali makin semangat untuk memberitau istrinya itu, bahkan dia sampai terkekeh lemah.
"Hak-hak nya. Yang pertama, jika engkau bertemu dengannya maka ucapkan salam. Kedua, jika dia mengundangmu maka datanglah. Tuh kan sal kita harus dateng deh kayaknya. Yang ketiga, jika dia meminta nasihat kepadamu maka berilah nasihat. Yang keempat, jika dia bersin dan mengucapkan hamdalah maka balaslah dengan doa Yaharmukallah. Yang kelima, jika dia sakit maka jenguklah dan yang keenam, ini yang terakhir sal. Jika dia meninggal maka antarkanlah jenazahnya ke kubur. HR.Muslim".
***
"Kalo ngga suka masakannya ya ngga usah di makan kali".
Salsa dan Ali, keduanya berada di meja makan sekarang. Mereka berhadap-hadapan dipisahkan meja yang berisi makanan yang Salsa masak.
Setelah perbincangannya tadi di kebun belakang. Ali langsung mengajak Salsa makan di luar. Tapi Salsa menolak.
Salsa menolak karena dirinya sudah masak sebenarnya. Saat Ali berangkat ke Masjid dan Salsa selesai solat subuh. Salsa langsung menuju ke dapur mencari bahan makanan di kulkas.
Salsa hanya menemukan kacang panjang dan kangkung. Maka dari itulah dia memasak seadanya. Hanya oseng kacang dan tumis kangkung serta nasi pastinya.
Tapi melihat respon Ali yang diam saja setelah masakan tersaji di meja makan. Salsa berfikir, mungki Ali tidak terbiasa masakan seperti ini.
Salsa berinisiatif untuk membeli bubur di depan rumah.
Bukan Ali tidak suka dengan makanan yang Salsa masak. Justru dia sangat senang. Ini adalah masakan yang lagi-lagi mengingatkannya saat masih SMA.
ketika Ali kelas tiga SMA dan sudah mendekati ujian. Sekolah mengadakan les. Dan disitulah uminya selalu membekali Ali nasi dan lauk dari rumah. Ali tidak akan mau membawa bekalnya saat lauknya tidak diantara keduanya.
Ali tidak malu saat itu. Karena teman laki-laki yang lainnya juga sama. Membawa bekal sendiri dari rumah. Masakan ibunda terCINTA.
Melihat Salsa yang hendak berdiri Ali langsung memegang pergelangan tangannya dan menyuruhnya kembali duduk.
"Siapa bilang Saya tidak suka. Dengar, ini adalah makanan kesukaan saya. Ingat itu baik-baik dan jangan dilupakan" .
Ali memakan sarapannya dengan sangat lahap. Antara lapar sama doyan seperti susah dibedakan jika melihat Ali makan saat ini.
Mereka makan dalam diam sampai sarapan selesai. Salsa membawa piring kotornya ke dalur dan menaruhnya di wastafel.
Salsa mengambil gel pencuci piring yang ada di atas kulkas. Saat akan mencuci piring. Tangan Ali dengan sigap mengambil Alih.
"Biar saya saja. Nunggu piring ini bersih terus kamu yang ngelap ya".
Salsa mengerutkan keningnya bingung. Biasanya kan laki-laki paling enggan megang kerjaan dapur. Tapi Ali. Huft. Sudahlah.
"Nanti aku cariin ART ya. Biar kerjaan kamu ringanan dikit".
"Ngga perlu gue bisa ngerjain semuanya sendiri ko"
"Ini demi anak kita"
Mata Salsa melotot sempurna atas ucapan yang baru saja terlontar dari bibir Ali.
What
Anak
Maksudnya?
Ali tersenyum jail.
****
Huf.. Alhamdulillah mau lanjut bingung guys...
Sorry yah gaje ceritanya. Maklum lah. Menyesuaikan sama yang nulis. Hihi
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Halal Altsar
Duchowe" Cerita ini hanya karangan penulis belaka " Judul: Cinta Halal Altsar Genre : Romance religi #Prlog ☆Muhammad Ali Kautsar Ya Allah, jadi orang yang membuat Ku berubah lebih mengenal-Mu adalah istriku sendiri. Wanita yang bertaun-taun lalu sel...