Tugas Aneh

828 79 11
                                    


Mohon maaf baru update :)

Typo masih banyak :v 

Belum sempat edit :v

Happy Readings!!!

"Fath, kenapa lo malah diem aja di kelas? Lo gak akan pergi ke kantin, makan bareng kita-kita?" Nuni menatap Fathiya. Di sampingnya sudah ada Hana yang hendak ke kantin juga.

"Nggak deh Nun, kamu aja sama Hana yang ke kantin. Aku nitip teh kotak saja." Fathiya berbicara malas-malasan. Ia mengeluarkan uang sepuluh ribu di saku seragamnya.

"Biasanya lo yang semangat ngajak ke kantin. Emangnya kenapa sih?" Hana kini angkat bicara. Ia duduk di bangku tepat di hadapan Fathiya. Sedangkan Nuni mengambil uang yang diberikan Fathiya.

"Kalian udah dapet murid kan? Ehm, maksudnya adek kelas buat tugas matematika. Aku heran kenapa Pak Tono ngasih tugas yang begituan. Masa kita harus nyari adek kelas buat diajarin matematika oleh kita. Ditambah lagi, adek kelasnya harus lawan jenis. Ini tugas teraneh yang pernah aku alami." Fathiya melipat kedua tangannya di meja. Ia menatap Hana dan Nuni bergantian.

"Oh, jadi lo murung cuman gara-gara belum dapet murid?" Nuni manggut-manggut seraya tersenyum.

Fathiya menahan dagunya dengan kedua tangan. Ia mengangguk pelan. "Kalian pasti udah punya murid kan? Sedangkan aku?"

"Tenang Fath, nanti gue cariin lah. Adek kelas yang cowok-cowok kan banyak di sekolah kita. Lo jangan takut kehabisan. Lagipula baru kemarin kan Pak Tono ngasih tugas itu." Hana menepuk-nepuk pelan bahu Fathiya. "Mending sekarang lo ikut bareng kita aja. Makan dulu, mikirin tugas mah nanti, belakangan."

"Ya sudah, aku ikut ke kantin bareng kalian." Fathiya akhirnya menyetujui ajakan kedua sahabatnya. Ia lalu bangkit dan berjalan beriringan.

***

"Hallo Fathiya. Gimana kabar lo, baek-baek aja kan?" Tiba-tiba saja Langit datang, ia duduk tepat di samping Fathiya.

Hana dan Nuni saling beradu pandang. Keduanya tampak memikirkan sesuatu.

"Baik." Fathiya menjawab dengan singkat. Bahkan ia tidak menatap Langit sedikit pun. Pandangannya hanya tertuju pada batagor kuah yang sedang dimakannya.

"Lo yang namanya Langit?" Hana bertanya, ia menunjuk ke arah Langit.

"Iya, gue Langit. Emangnya kenapa? Lo naksir sama gue?" Langit berbicara dengan penuh percaya diri. Ia memegang kerah bajunya sendiri. Lalu detik berikutnya ia merapikan rambutnya.

"Bener kata Fathiya, lo itu kepedean Ngit." Nuni ikut menimpali.

"Biar gue kepedean, yang penting gue tetep ganteng. Iya kan, Fath? Gue ini ganteng?" Langit menatap Fathiya dengan ganjen. Hal itu langsung membuat Fathiya bergidik dan kehilangan selera makannya.

Fathiya tanpa berbicara sedikit pun langsung bangkit. Ia belum menghabiskan batagor dan teh kotak pesanannya. Langit segera memandangi Fathiya.

"Eh, Fath lo mau ke mana?" tanya Langit keheranan.

"Kelas." Fathiya menjawab tanpa memandangi Langit. Ia hendak melangkahkan kakinya. Hana menahan pergelangan tangan Fathiya.

"Jangan balik dulu ke kelas, Fath. Gue ada saran nih buat lo."

"Oke, apa?" Mau tidak mau akhirnya Fathiya duduk kembali di kursinya. Tepat di samping Langit.

"Soal tugas Pak Tono, kenapa lo nggak ngajak Langit aja. Gue rasa dia mau bantu lo. Iya kan, Ngit?" ucap Hana seraya mengedipkan matanya ke arah Langit.

"Apapun itu, gue pasti bakal bantu lo, Fath." Langit tersenyum. Ia memasang wajah sok imutnya. Meski kenyataannya ia sudah imut.

Hana dan Nuni mengangguk-angguk. Mengisyaratkan Fathiya untuk meminta bantuan pada Langit. Hanya saja Fathiya malah tidak merespon. Yang ada, Fathiya malah membelalakan matanya tak percaya.

"By the way, emang tugasnya apa sih?" Langit terlihat antusias.

"Gampang sih, lo cuman harus jadi murid Fathiya. Kalau lo punya tugas matematika atau mau ulangan matematika, lo tinggal minta diajarin sama Fathiya. Terus nanti di akhir, lo bakal dites sama Pak Tono." Jelas Hana. Ia berbicara supaya meyakinkan Langit.

"Gue mau banget. Gue nggak akan nolak. Apalagi yang ngajarinnya itu Fathiya. Duh, gue gak bisa ngebayangin kalau gue belajar sama Fathiya. Gue bakalan berduaan terus." Langit berbicara sambil tersenyum.

"Aku nggak butuh bantuanmu, Langit. Aku akan mencari adek kelas yang lain. Kalau belajar sama kamu, aku nggak bakalan fokus." Ucap Fathiya berhasil mematahkan hati Langit.

"Nah, kenapa kalau gue yang diajarin lo nggak bakalan fokus?" Langit tersenyum. Lalu ia menatap jail pada Fathiya. "Gue tahu alasan lo gak bakalan fokus belajar sama gue, karena lo suka sama gue kan? Jadinya lo gak fokus ngajarin gue."

"Kamu itu terlalu percaya diri, Langit. Pokoknya aku nggak mau ngajarin kamu. Lebih baik aku nyari adek kelas yang lain." Fathiya berbicara dengan tegas.

Nuni dan Hana bertatapan kembali. Keduanya saling mengangkat bahu satu sama lain.

"Fath, gue yakin, hampir semua murid cowok udah punya kakak kelas yang ngajarin. Mending lo pilih Langit aja, lagian dia kan belum punya kakak kelas yang ngajarin." Hana memberikan usulan. Menurutnya ini merupakan usulan terbaik untuk tugas yang diberikan Pak Tono. Tugas aneh tentunya.

"Oke, kalau lo gak percaya. Di kantin ini ada beberapa adek kelas cowok. Lo coba deh samperin mereka dan tanya ke mereka buat jadi murid lo. Gue seratus persen yakin, kalau mereka udah punya kakak kelas yang ngajarin. Lagipula kalau mereka belum ada kakak kelas yang ngajarin, mereka belum tentu mau diajarin sama lo. Secara kan lo itu orangnya kaku, jadi adek kelas gak akan mau belajar sama lo, karena mereka merasa segan sama lo." Nuni berbicara panjang lebar. Ia sepenuhnya mendukung Langit untuk dijadikan murid oleh Fathiya.

"Oke, siapa takut." Fathiya bangkit dari kursi. Ia ingin membutikan perkataan Nuni.

Fathiya menghampiri sebuah meja yang dikerumuni banyak lelaki. Ia tersenyum pada mereka dan mengucapkan salam. Ia tahu kalau mereka itu adek kelas karena baju mereka yang masih kinclong. Biasanya kan adek kelas alias murid baru SMA pasti bajunya masih bening-bening.

"Adek-adek, apa kalian sudah tahu mengenai tugas kelas sebelas yang harus mencari murid untuk diajari matematika. Di sini aku mau nyari murid. Apa di antara kalian semua ada yang belum mempunyai kakak kelas?" Fathiya berbicara dengan sangat sopan. Bahkan, pada adik kelas sekalipun.

"Maaf, Kak. Kita semua sudah punya kakak kelas yang ngajarin matematika."

"Oh oke, terima kasih kalau begitu. Maaf sudah mengganggu makan siangnya."

Fathiya tidak mau menyerah begitu saja. Detik berikutnya ia menghampiri meja lain. Ia bertanya sama seperti sebelumnya. Sama seperti yang tadi. Adik-adik kelasnya sudah mempunyai kakak kelas. Ada juga yang menolak karena punya kegiatan ekstrakurikuler yang sangat padat.

Merasa perjuangannya sia-sia. Fathiya kembali ke meja semula sambil memesang wajah lesu.

"Tuh, kan. Gue bilang juga apa." Hana memasang wajah kesalnya sekilas.

"Udah mendingan lo ngajak Langit aja. Langit pasti mau-mau aja sama lo." Nuni memandangi Fathiya dan Langit bergantian.

"Ya sudah." Fathiya mengangguk pelan, ia memasang wajah kecewa pada dirinya sendiri.

"Tenang Fath, gue bakalan ada buat lo kok. Kalau lo butuh gue, gue pasti ada buat bantuin lo." Langit tersenyum bahagia.

*** 

Tinggalkan komentar untuk kritik dan saran. Terima kasih :)

Langit Terlalu PagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang