Berbeda dengan hari kemarin, kali ini Fathiya dan Langit belajar di dampingi oleh Susan. Langit lebih banyak diam saat Susan memperhatikannya. Biasanya kan, Langit tukang ngusilin Fathiya.
"Mam, gak pegel apa liatin Langit terus? Langit jadi gak konsen nih ngerjain soalnya." Langit menatap Susan cemberut.
"Langit, anakku tercinta. Fathiya ketiduran, kamu lagi ngerjain tugas, kalau Mama gak nemenin kamu, nanti malah terjadi sesuatu lagi." Susan menegakkan duduknya, ia menatap tajam pada Langit.
"Mami, gak percaya sama aku?"
"Jangan banyak alasan, Langit! Cepat kerjakan soal yang diberikan Fathiya!"
"Yah, Mami kok gitu sama aku sih?"
"Langit!"
"Iya, Mam."
Langit menundukkan kepalanya, ia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari kertas soal. Susan selalu mengawasinya setiap detik. Padahal Langit ingin sekali melihat wajah Fathiya saat tertidur.
"Mam, kalau seandainya Fathiya jadi istrinya Langit, gimana ya? Cocok gak, Mam. Langit kok ngerasa kalau Fathiya itu bidadari yang menjelma jadi manusia. Bidadari yang diciptakan buat Langit seorang." Langit berbicara dengan nada bercandanya. Meskipun dalam hatinya, ia berbicara sungguh-sungguh.
"Ya, Mami juga berpikir seperti itu. Fathiya memang anak yang baik, tapi masalahnya kalian masih esema." Susan sedikit merendahkan tubuhnya, ia menatap Langit yang sedang duduk di atas permadani. "Ditambah lagi, apakah Fathiya suka sama kamu? Kamu kan anak yang konyol."
Langit menegakkan kepalanya, ia melihat Susan kecewa. "Mami, kok, gitu sama Langit. Bukannya mensupport, malah bikin Langit down begini."
"Langit, kamu itu masih kecil. Belajar yang bener aja dulu."
"Tapi, Mami merestui Langit sama Fathiya, kan?"
"Astagfirullah." Fathiya terbangun, ia melihat Susan dan Langit bergantian. "Maaf, Tan. Saya ketiduran."
Fathiya tampak salah tingkah saat dua pasang mata menatapnya. Meskipun tatapan yang didapatkannya bukan tatapan tajam.
"Fath, cuci muka dulu gih, sana. Mukanya semrawut gitu, gak enak dilihatnya juga." Langit langsung menyibukkan diri dengan soal-soal. Ia tidak ingin Fathiya menyadari pembicaraan antara dirinya dengan Susan.
Fathiya langsung bangkit, ia berjalan ke kamar mandi.
Langit lalu melihat Susan yang bangkit dari duduknya, "Lho, Mami mau ke mana?"
"Mau pergi. Kan Fathiya-nya juga udah bangun. Jadi, Mami gak perlu jagain kamu lagi."
Langit hanya manggut-manggut gak jelas. Setelah Susan pergi, kini gilliran Fathiya datang dari arah kamar mandi.
"Tante Susan ke mana, Langit?" tanya Fathiya, ia langsung duduk di hadapan Langit yang sedang menundukkan kepalanya.
"Pergi."
"Ke mana?"
"Ya, gak tahu lah. Emangnya dia siapanya gue."
"Tante Susan, kan, Maminya kamu."
"Oh, iya, gue lupa, Fath. Mudah-mudahan Mami gue nggak denger."
"Langit, Langit." Fathiya hanya menggeleng. Ia lalu memperhatikan Langit yang serius mengerjakan soal yang diberikannya. Entah kenapa, Fathiya merasa sangat senang melihat semangat Langit yang menggebu.
"Nih, udah selesai. Gue bisa mastiin kalau nilai latihan kali ini pasti lebih besar dari yang kemarin." Langit menyodorkan lembar jawabannya.
Fathiya mengernyit, ia mengambil lembar jawabannya, "kita lihat saja, kalau nilai kamu besar besok kita belajar di luar. Aku bakalan traktir kamu."
"Serius?"
"Kita lihat saja!" Fathiya lalu memeriksa satu per satu jawaban dari Langit. Kemarin Langit mendapat poin tiga. Entah, sekarang poinnya berapa.
Fathiya tiba-tiba meletakkan lembar jawabannya di bawah, ia lalu menatap curiga pada Langit.
"Ada apa?"
"Tadi kamu gak nyontek, kan? Mami kamu gak bantuin ngerjain soalnnya, kan?"
"Gak, lah. Buat apa gue nyontek? Lagi pula, Mami gue dari tadi cuman diem aja."
"Yang bener? Kamu gak bohong, kan?"
"Nggak!"
"Serius?"
"Asli."
"Bener?"
"Sumpah."
"Kamu jujur, kan, pas ngerjain soalnya?"
"Suerr, gue jujur."
"Poin kamu dapet delapan." Fathiya berbicara dengan lesu, seharusnya ia tidak berjanji sebelum melihat poin yang didapat Langit.
"Yeah! Gue tagih janji lo, besok!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Terlalu Pagi
Spiritual"Gue Langit, anak kelas sepuluh ipa tujuh." Langit mengulurkan tangan, bibirnya melengkung bak bulat sabit sempurna. Matanya sedikit berbinar, "lo siapa?" Perempuan itu tak menyambut uluran tangan langit, ia menyatukan kedua telapak tangannya di dep...