Read, vote, comment and Loving This Story.
***
Hari ini Langit membawa motor ke sekolah. Setelah bel pulang ia berniat untuk mengajak Fathiya supaya pulang barengan. Begitulah Langit, ia juga tidak tahu kenapa dirinya bisa suka sama yang namanya Fathiya. Padahal, jujur saja, masih ada perempuan yang lebih cantik dan menarik di bading Fathiya. Di tambah lagi, status Fathiya sebagai kakak kelas. Namun tetap saja, Langit menyukai Fathiya.
Langit hanya menyukai Fathiya. Ia tidak mau terburu-buru untuk mencintai Fathiya. Cukup menyukainya saja dulu. Soal mencintai mah belakangan.
Setelah melewati gerbang, Langit sengaja melajukan motornya sampai di tempat tambal ban yang menjadi tempat Fathiya menunggu angkot. Ternyata di sana sudah ada beberapa murid yang menunggu kehadiran angkot. Hanya saja Langit belum menemukan Fathiya.
Tak lama kemudian, Langit melihat Fathiya yang sedang berjalan mendekatinya. Dari kejauhan sana, terlihat perubahan wajah Fathiya yang menjadi muram saat mendapati Langit di sana. Sedangkan Langit terlihat sangat senang karena bisa melihat Fathiya.
"Fathiya...." Langit melambaikan tangannya. Ia melambaikan tangan seolah sudah tidak bertemu lama dengan Fathiya. Kontan murid-murid yang ada di dekatnya langsung menatap heran pada Langit.
Langit cuek-cuek saja saat murid-murid lain menatapnya dengan heran. Sedangkan Fathiya, ia berniat untuk memutar balik arah kakinya. Namun ia tidak bisa, karena sekarang Langit malah berjalan ke arahnya.
Awalnya Fathiya ingin berbalik arah dan segera lari saat melihat Langit mendekatinya. Hanya saja, Fathiya merasa tak enak hati kalau dirinya harus lari. Nanti dikira ada apa-apa lagi. Fathiya sungguh tidak ingin lagi bertemu dengan Langit. Saat dirinya tidak ingin bertemu Langit, saat itulah Langit selalu muncul di hadapannya tanpa terduga.
"Fathiya, gue bawa motor loh. Gue hari ini lagi berbaik hati nih. Mau nawarin tebengan ke elo." Langit tanpa sadar memegang pergelangan tangan Fathiya.
Selanjutnya Fathiya terdiam, ia tidak membuntuti Langit yang berjalan di depannya. Langit pun ikut menghentikan langkahnya. Bingung kenapa tiba-tiba Fathiya menghentikan langkahnya.
Fathiya memelototi Langit sambil mengalihkan pandangan ke tangannya yang sedang ditarik oleh Langit.
"Upss. Sorry, gue nggak sengaja." Cepat-cepat Langit melepaskan tangannya. Ia tersenyum polos. Sangat polos. Sampai-sampai Fathiya jijik melihat senyuman Langit.
Mereka sudah sampai di samping motor Langit. Langit segera menaiki motornya seraya memakai helm.
"Ayo!" Langit menginstruksikan Fathiya supaya menaiki motornya. Namun Fathiya malah mematung. Tak menyambut ajakan Langit.
"Makasih Langit atas ajakannya. Tapi aku mau pulang naik angkot saja." Fathiya berbicara dengan sangat pelan. Ia tidak mau terdengar oleh murid-murid cewek di sampingnya. Ia takut mempermalukan Langit di depan cewek-cewek itu.
"Loh emangnya kenapa? Kenapa lo nolak ajakan gue? Apa karena motor gue jelek? Apa mesti gue ganti motor bebek gue ini sama motor ninja? Lo malu ya dibonceng sama motor bebek jelek butut milik gue?" Langit memasang wajah kecewa. Ia tidak memedulikan cewek-cewek yang melihatnya dengan ekspresi cemooh.
"Jangan keras-keras bicaranya, Langit." Fathiya menempelkan telunjuk di bibirnya sendiri. Ia mengisyaratkan supaya Langit menurunkan volume suaranya.
"Emang kenyataannya begitu, kan?" Langit bukannya menurunkan volume suaranya, ia malah menaikkan volume suaranya.
Jelas. Hal itu mengundang perhatian semua orang yang ada di dekat mereka. Bahkan tukang tambal ban pun ikut memandangi mereka berdua. Fathiya benar-benar malu dan tidak mau menjadi pusat perhatian semua orang. Berbeda dengan Fathiya, Langit tetep cuek dan benar-benar tidak peduli dengan sekelilingnya.
"Bukan gitu, Langit. Aku sudah ada janji dengan Farra, aku akan pulang bersamanya." Fathiya akhirnya menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Ia tidak mau kalau Langit salah paham.
"Siapa Farra? Dia cowok elo ya?" Setelah mendengar nama Farra, Langit segera menurunkan volume suaranya. Ia terdiam. Ia merasakan kecewa bertubi-tubi hanya dalam selang waktu beberapa menit. "Kenapa lo gak bilang kalau lo udah punya cowok. Kalau tahu lo udah punya cowok, gue gak akan ngejar-ngejar lo."
"Bukan gitu, Langit." Fathiya merasa semuanya jadi tambah rumit. Langit tambah salah paham. Dan Fathiya tidak tahu harus menjelaskan gimana lagi.
"Terus aja elo bilang 'bukan gitu, langit' sampai monyet bertelur. Gue kecewa sama elo, Fath. Gue kecewa." Langit mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ia menutup kaca helm dan segera melajukan motornya.
Fathiya tidak bisa menghentikan Langit. Lagipula Langit tidak penting baginya. Untuk apa ia memikirkan Langit. Biarkan saja Langit marah padanya. Toh nyatanya Langit bukan siapa-siapanya Fathiya.
"Fath, kamu sudah menunggu lama?" Farra datang dengan wajah tersenyum.
"Enggak kok, aku baru aja sampai beberapa menit yang lalu." Fathiya membalas tatapan Farra.
"Kita jadinya naik angkot kan? Aku soalnya nggak bawa motor."
Fathiya mengangguk mengiyakan. Beberapa detik kemudian, angkot datang. Mereka segera menaiki angkot. Mereka tidak akan pulang. Mereka akan pergi ke perpustakaan daerah untuk meminjam buku.
***
"Kamu sudah dapet bukunya?" tanya Farra pada Fathiya. Mereka sudah ada di dalam perpusda ini sekitar satu jam-an. Waktu yang lumayan lama.
"Udah, Far. Kamu?" Fathiya balik bertanya.
"Sama. Ya sudah kita segera ke Bu Ina." Farra berjalan terlebih dahulu. Ia segera menghampiri Bu Ina---petugas perpus.
"Eh Fath, Fath tunggu. Ada telpon nih. Kamu duluan aja yang laporan minjem bukunya ke Bu Ina." Farra merogoh ponselnya yang berbunyi di saku celana. Ia tampak berbincang-bincang dengan seseorang. Sedangkan Fathiya segera menemui Bu Ina.
Setelah menerima telepon tersebuta. Farra segera menemui Fathiya dengan tergesa-gesa.
"Fath, maaf ya. Aku harus segera pulang. Sopir utusan Ayah sudah menungguku di luar. Kamu gak apa-apa kan pulang sendirian?" Farra terlihat cemas. Ia segera mengambil buku yang dipinjamnya dari genggaman Fathiya.
"Oh ya udah. Nggak apa-apa kok." Fathiya manggut-manggut sambil menyaksikan punggung Farra yang sudah membelakanginya, sebelum ia selesai berbicara.
***
Segini aja dulu. Haha terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Terlalu Pagi
Spiritual"Gue Langit, anak kelas sepuluh ipa tujuh." Langit mengulurkan tangan, bibirnya melengkung bak bulat sabit sempurna. Matanya sedikit berbinar, "lo siapa?" Perempuan itu tak menyambut uluran tangan langit, ia menyatukan kedua telapak tangannya di dep...