Waiting!

781 60 8
                                    

Setelah selesai, Fathiya segera memasukkan bukunya ke dalam tas. Baru saja ia merasa senang, sekarang sudah tergantikan oleh rasa sepi. Fathiya memang menyukai Farra. Farra itu tipe lelaki idaman Fathiya.

Ada beberapa hal yang disukai Fathiya dalam diri Farra. Yang pertama, Farra itu baik. Kedua, omongannya berbobot. Ketiga, Farra itu rajin banget salatnya. Setiap kali Fathiya ke mesjid, pasti selalu ada Farra di sana.

Lupakan soal Farra. Kini Fathiya harus segera mencari angkot. Sekarang sudah pukul lima sore, dan biasanya di jam-jam segitu angkot susah nyarinya.

"Kamu!" Fathiya tersentak. Bahkan ia sempat memundurkan langkahnya. Ia mendapati Langit yang sedang berdiri tepat di hadapannya.

"Hai, Fath. Lo kayaknya kaget bener liat gue, lo kira gue  syaiton apa?" Langit menundukkan kepalanya untuk melihat Fathiya.

"Mau apa kamu ke sini?" Fathiya tak menggubris pertanyaan Langit. Ia memilih mengedarkan pandangannya pada langit yang terlihat masih cerah, walau sudah sesore ini.

"Kalau lo mau liat langit, jangan liat ke atas. Liat gue aja. Pegel tuh leher kalau liat ke atas terus. Di sini kan ada gue. Gue yang selalu cerah kayak langit." Langit dengan santainya berbicara seperti itu. Tanpa ia sadari kalau perkataannya membuat Fathiya menatapnya geli.

Fathiya jelas merasa kesal oleh Langit. Lelaki itu tidak menjawab pertanyaan.

Tak pernah terbayangkan oleh Fathiya, kenapa dia bisa bertemu dengan orang sejenis Langit.

Karena kesal. Fathiya segera berjalan melewati Langit. Ia menyeberang jalan untuk menunggu angkot.

"Eh, Fath... Fath... Kenapa lo ninggalin gue?" Langit segera berlari menuju motornya. Ia segera mengikuti Fathiya dengan motornya.

Fathiya berdiri di pinggir jalan. Ia menatapLangit di hadapannya. "Kamu maunya apa sih?"

"Aku maunya kamu, Fath."

"Gak lucu!"

"Emang gak lucu. Tapi lo nya aja yang terlalu lucu buat gue."

"Semoga cepet ada angkot. Males ngeladenin orang kayak dia." Fathiya bergumam. Ia mencoba memalingkan muka setiap kali Langit beeusaha menatapnya.

"Fath, gue masih belum ngerubah niat gue buat nganter lo pulang." Kali ini Langit berbicara serius. Ia masih menatap Fathiya yang masih memalingkan wajah darinya. "Ntar besok-besok gue minjem motor ninja punya tetangga deh, biar lo gak malu dibonceng sama gue."

"Langit mendingan kamu cepet pulang sana."

"Gue kan udah bilang kalau gue mau nganter lo pulang dulu. Lagian gue kan ngelewat ke rumah lo."

"Gak usah repot-repot!"

"Gue gak merasa kalau lo ngerepotin gue kok."

Anak ini, rutuk Fathiya dalam hati. Ia menatap tajam ke arah Langit. Tanpa berbicara lagi, ia berjalan mendekati Langit dan segera menaiki motornya.

"Nah gitu dong dari tadi."

"Cepetan jalan, nanti aku berubah pikiran."

Langit Terlalu PagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang