VII. Mungkin Pandai Berkelit

8.4K 836 374
                                    

—oѺo—

MULUT di sana teredam ikatan kain, hanya bisa menjerit-jerit tak jelas. Meski sepertinya ada kengerian pada sorot matanya, tapi keangkuhan dan kutukan itu masih ia lemparkan padaku. Humh, sejujurnya aku tak pernah mendendam pada Morgan, tapi behubung sudah disajikan... mengecewakan suami adalah pantangan, bukan? (alasan :V)

"Kupikir... kau menyukai mangsamu menjerit ketakutan, Dave," gumamku setengah serius.

"Aku tak suka bising," jawabnya memberi pengetahuan baru tentangnya.

"Tapi kau menyukai aku berisik sepanjang malam." Hujat aku karena kecentilanku, terserah, aku hanya merasa lepas bersemangat pagi ini.

"Kau boleh merubah latihan berburumu dengan gulat panas, Ash. Hanya pancing aku sekali lagi, kau akan terkurung hingga siang nanti." Nadanya kagak kesal terpercik, aku tak berani mendongak untuk mendapati matanya.

Baiklah, aku memberinya jawaban dengan mengangkat panah, fokus mengarahkan tepat ke dada sebelah kiri sasaranku—posisi jantung yang kutahu. Pantas saja aku tak pernah melihat Morgan sejak terakhir ia memecutku, rupanya lelaki ini telah disimpan apik oleh Dave. Aku bertanya-tanya, apa yang membuatnya menyimpan Morgan—karenaku atau memang keinginannya?

"Kau mengambil hati permintaanku waktu lalu? Menyingkirkan Morgan untukku?" kataku, teringat pernah meminta saat ia masih tertidur.

"Menyeretmu menjauh dariku, merusak kulitmu didepan mataku. Dia menantang kemurkaanku, Ash." jawaban tidak tepat darinya, tapi aku dapat mengambil maknanya, bahwa Dave membenci Morgan karenaku.

Anak panah itu kulepas, melesak cepat hingga akhirnya menimbulkan jeritan teredam, mungkin lelaki itu menangis di sana. Sayangnya mata panahku meleset jauh—bersarang di sekitar tulang kering Morgan. Aku mendengus, bukan karena gagal tapi karena kuyakin Dave tersenyum mengejekku di belakang sebelum ia mengirim bisik di telingaku.

"Hanya berikan padaku, jika kau menyerah Ash."

Apa? Dan memberinya alasan untuk tidak akan pernah mengijinkanku ikut berburu? Tidak akan.

Jadi aku mengambil satu lagi anak panah, menjodohkan dengan yakin ke busur. Meregangkan tali busur dengan jampi-jampi keyakinan. Tapi apa yang membuatku meleset jauh?

Ternyata tangan ini biang keladinya—kali tadi dan kali ini tangan Dave meluncur melingkari pinggangku. "Cepatlah, Ash. Aku tak suka berlama-lama mengambil nyawa," katanya sambil santai bertengger dagu di pundak kiriku.

"Ini kali pertama untukku dan kau mengangguku Dave," tanggapku seraya melepaskan lagi anak panah lebih tinggi.

Kecupan kecil kuperoleh di leherku, hujaman besi runcing diperoleh Morgan di lehernya. Gagal lagi. Aku berdecak, Morgan tersedak, Dave mengeratkan pelukan.

"Sekarang kau tahu rasanya, Ash. Konsentrasimu terganggu karenaku. Alasanku tidak mengijinkanmu ikut berburu, kau—keselamatanmu mengganggu konsentrasiku."

Dia mengambilkan satu anak panah lagi, seolah mengatakan ini adalah kesempatan terakhir. Tapi kali ini tangan tidak mengganggu, tapi membimbingku terampil.

"Ingatkan aku untuk mengolahragakan tanganmu, Ash. Posisi setengah tarikan kau harus rileks."—"Holding," Aku menuruti.

Dave melepas tanganku, mengembalikan beban ranggangan tali busur sepenuhnya padaku. Dave berbisik entah sengaja atau tidak, dan konsentrasiku terganggu, "Jika kau mendapatkan titik merah di sana, malam ini aku akan mengalah." Lengan horizontalku langsung sedikit goyah karenanya—ia tak pernah membiarkanku memimpin gelut malam bukan.

ASHLYN [Running into Mr. Billionaire]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang