extr - Pra Badai

6.9K 729 477
                                    

*Minggu ini 3 yah, Selamat berakhir pekan. See u next tik tok tik tok*

EXTRAPART

    —oѺo—    

Tidak, aku tidak marah pada para mata merendahkan itu, pada para mulut pencaci itu, aku hanya marah pada diriku sendiri karena menyusahkan Dave!

Kilasan kejadian tadi masih jelas dalam pikiranku—bagaimana Dave susah karenaku, bagaimana ketenangan suamiku terobek karenaku, bagaimana matanya menderita untukku.

Kekalutan ini begitu menyesakkan untuk ditahan dalam diam, seolah semua rasa tidak menyenangkan itu bergejolak—menggempur-gempur benak. Membuat kami putus asa untuk saling menumpahkan, saling berbagi. Bahkan hanya menunggu untuk sampai di rumah pun, kami tak mampu.

Dalam perjalanan ini kami menggebu saling menyampaikan, tidak dengan kata, tetapi dengan bahasa lain yang kami sama tahu—bahasa tubuh. Tak kuasa untuk menahan raih, kami bergerak saling mencecap, menaut, rakus akan kebutuhan untuk saling berbagi, saling menenangkan. Apapun itu dalam benaknya dan benakku ingin kami tumpahkan dalam gemuruh, bagai sepasang yang putus asa berada dalam persimpangan amarah dan kesedihan.

Aku benar-benar menangis dalam pergumulan ini, hanya dapat menyebutkan namanya dalam isak. Bibirnya menyentuhku gila, mengatakan dari sana,

"Kumohon jangan menangis, Ash."

Tangisku membuatnya frustasi, aku tahu, ia merasa tersiksa karenanya. Tapi demi apapun aku pun ingin berhenti, ingin mengatakan padanya bahwa tangisku untuknya, karenanya, aku sedih untuknya, aku mencintainya, tapi tenggorokan sialan ini hanya dapat terisak. Jadi aku hanya berharap ia tahu, tahu dari mataku, dari penyerahan diriku. Penyatuan ini begitu menyedihkan. Hingga klimaks itu menjemput, membebaskan apapun itu yang sejak tadi membakar benak kami.

Tubuhku kacau balau, gaun cantik itu telah camping entah bagaimana. Setidaknya aku ingin merapihkan diri, agar nanti ketika limo ini sampai di rumah, aku tidak mempermalukan Dave. Tapi lelaki itu masih mendekapku dalam pangkuannya—menyilanginya, tidak membiarkanku pergi walau seinci pun.

Rasa aman yang membungkusku, kecup lembut di kepalaku dan belaian menenangkan di punggungku, bagaikan nina bobo sempurna yang mengirimku dalam pejam nyaman.

Maaf menyusahkanmu, Dave.

...

Aku bangun berteman dingin—Dave tak ada. Telingaku pun tak mendapatinya dalam kamar ini. Aku bangkit beralih, mematut diriku pada cermin. Memeriksa di balik kimono sutra putih ini, aku tersenyum menyadari Dave meninggalkan banyak jejak, rasanya jejak-jejak itu menjadi saksi bahwa aku dicintai.

Dan saat tak ada yang menghalangi, aku melihat bebatan luka di punggung tanganku, mengernyit kubuka kasa dan perekat itu, mendapati goresan luka memanjang lebih dari 10 cm. Aku lalu mengingat nyeri pasca tabrakan itu, kupikir hanya tergores, rupanya....

Tapi bagaimana tabrakan seperti itu dapat membuat luka?

Aku langsung panik memikirkan Dave, dia pasti gila saat melihat luka ini. Kepanikan akan Dave juga membuatku sadar pada tanda yang ditorehkan Riley, membuatku pasi.

Tanpa pikir panjang aku terburu memeriksa keluar kamar, hanya mendapati setiap koridor dan ruang berpenerang temaram. Ini tengah malam, para pelayan pun pasti telah terlelap.

Tapi kemana aku harus mencari?

Handphone! Ya, aku harus meneleponnya.

Kembali ke kamar, meraih dan menekan panggilan cepat. Tak terhubung, dialihkan ke pesan suara.

ASHLYN [Running into Mr. Billionaire]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang