II. Putra Mahkota Alinston

8.8K 883 135
                                    

—oѺo—

SUDAH beberapa kali tarikan napas kulakukan, tapi baik aku maupun empat pemilik napas lainnya masih membisu di sini. Hal yang tidak biasa terjadi, aku dipanggil masuk ke dalam ruangan pada waktu kunjungan, lantaran pengacara keluarga ingin tahu bagaimana sosok pengasuh Dave.

"Aku tak mengira kau semuda ini, maksudku, mengurus Tuan Alinston 'luar dalam' bukankah pekerjaan yang tidak mudah untuk gadis muda sepertimu." Aku paham prihal hormon masa muda dan perbedaan bobot tubuh, yang memang meragukan. Tapi apa maksudnya dengan 'tak mengira'?

"Syukurlah Tuan Alinston sejauh ini belum menggerutu tentang kinerja saya, jadi wanita semuda ini masih belum diberhentikan, Tuan."

"Apakah kau mengerti dan dapat menangani gangguan kesehatan ringan? Maksudku, bukankah yang menjaga Tuan Alinston setidaknya memiliki latar keperawatan atau kedokteran?"

"Saya tidak semahir itu, tapi untuk gangguan kesehatan ringan, Anda tidak perlu cemas."

"Penanganan pendarahan? Menghentikan pendarahan kalau-kalau terjadi hal yang tidak diinginkan?" Dapat kulihat sekilas pengacara muda ini melirik pada Ny. Ruth di belakangnya—tepat di samping perbaringan Dave.

"Ditambah menjahit luka terbuka, saya dapat melakukannya jika alat dan bahan tersedia," jawabku yakin.

"Apa maksudmu, Adam? Tidak mungkin Davies mendapat luka di rumahnya sendiri. Kau menuduhku tak bisa menjaganya, begitu?!" sela nyonya bersurai auburn itu sambil berkacak pinggang. Dan aku mendapat satu informasi baru, jadi Davies Alinston adalah nama Dave.

Ya, sosok pengacara itu adalah Adam—pria aneh yang membuatku mengenal keluarga Alinston. Tapi dari apa yang dilakukannya tadi, pastinya dia berpura-pura tak mengenaliku.

Adam menarik senyum yang tak tulus. "Aku hanya menduga kemungkinan. Mengingat delapan bulan lagi Davies berusia 27 tahun—batas dalam surat wasiatnya."

Apa maksudnya?

"Hantikan celotehanmu itu Adam, kau bicara tak tahu kondisi." Netra samudra dan bibir mirah nyonya rumah itu menajam kesal.

"Kenapa, kau tak ingin wanita ini mendengar?" Ada nada mengejek di sana, matanya lalu menatapku. "Dengar nona, kau harus mengurus lelaki di sana dengan baik, karena jika Tuan Alinston meninggal sebelum berusia 27 tahun, maka seluruh kekayaan berlimpah ini akan disumbangkan, nyonya itu tidak akan mendapat apapun, artinya kau pun tidak akan mendapat gajimu. Hahaha."

"Kau! Kurang ajar sekali mulutmu itu. Aku sudah habis kesopanan padamu Adam. Pergilah, waktu berkunjungmu telah habis!"—"Morgan!" Tak lama, paruh baya yang dipanggil pun muncul di ambang pintu. "Cepat kau tunjukan pintu keluar untuk anak itu!" Ny. Ruth mengusir dengan terang-terangan, ia tampak kesal karena informasi yang kudengar tadi.

Adam menghela tangan Morgan untuk menyentuhnya, seperti mengatakan aku bisa pergi sendiri. "Ck. Dengan kulit pucatnya itu, kuyakin sudah lama Davies tak dibawa ke luar." Adam jelas melemparkan sindiran halus padaku tepat sebelum ia pergi.

Dalam hati aku jadi mempertanyakan, satu tahun ini aku belum membawanya keluar kamar, lalu kapan terakhir kali Dave melihat matahari?

Merasa tak dibutuhkan, aku pun menunduk pamit. Dari ekor mata dapat kulihat Riley yang sejak tadi duduk acuh di tepi kamar, jadi bergerak tak tenang ingin menyusulku, tapi aku hanya berlalu.

"Mau kemana kau, Riley? Kau tidak sedang bermain dengan pelayan itu bukan?" Kalimat nyonya yang sempat kudengar sebelum pintu tertutup.

Aku melangkah cepat menyusul Adam yang telah menghilang, terkejar. Tapi sialnya, seperti tahu aku telah di sana mengejarnya, ia bergerak cepat masuk ke tunggangan merahnya, dengan melambai pula—jelas ia tengah mempermainkanku. Rasanya... ingin kujejakan kakiku sekuat-kuatnya ke wajah Adam, menghancurkan tampang menyebalkan itu.

ASHLYN [Running into Mr. Billionaire]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang