Sorry for typo(s)
.
.
.
.
.
.Sehun kini duduk memandangi seseorang yang duduk jauh di depannya. Melihat istrinya yang cemberut, menggerutu, atau lebih tepatnya sedang merajuk kepadanya. Ia bingung kenapa istrinya itu merajuk dan mendiamkannya setelah kegiatan panjang mereka di kamar mandi tadi. Bukankah Yoona juga menikmatinya? Lalu kenapa istrinya itu jual mahal dengan pura-pura merajuk? Wanita memang aneh pikirnya.
Sehun berdehem untuk membuka suara, "Yoongie, apa kau sedang marah kepadaku?" Yoona hanya mendengus sebal mendengar pertanyaan tak bermutu Sehun, bukankah laki-laki itu tahu jika dirinya sedang marah atau mungkin tepatnya jual mahal kepadanya, kenapa harus bertanya hal sepele seperti itu? Ia tak habis fikir dengan tingkah Sehun yang berpura-pura polos itu.
Tak ada jawaban dari Yoona membuat Sehun tak hilang akal, ia hampiri Yoona dan berjongkok menyamai tinggi Yoona yang tengah duduk. Awalnya Yoona tak mau memalingkan wajahnya melihat apa yang akan Sehun lakukan kepadanya, namun karena lama-kelamaan rasa penasarannya semakin tinggi ia menoleh ke bawah dimana posisi Sehun sudah dekat sekali dengan wajahnya.
Sedetik kemudian, ia melihat senyum lebar Sehun dan detik berikutnya Sehun menghujaninya dengan ciuman. Dahi, kedua kelopak mata, hidung, kedua pipi, dan yang terakhir adalah bibir manisnya.
"Apa kau sekarang mau bicara denganku?" Sehun meraih kedua telapak tangan Yoona dengan pandangan berbinar miliknya. Sangat berharap Yoona berkata apa yang ia harapkan.
Namun, Yoona memberikan dirinya gelengan. Senyum dan mata yang berbinar di wajah tampan Sehun seketika pudar dengan rasa kecewa yang mengerubuni hatinya.
Ia hendak berdiri, namun kedua bahu lebarnya ditahan oleh Yoona yang menatapnya intens. "Kenapa kau pergi begitu saja? Aku bahkan belum menjawab." Yoona mengerling nakal setelah mengucapkan itu. Sehun jadi bertanya-tanya, apakah Yoona punya sisi 'nakal' juga? Entahlah, namun Sehun akui ia suka.
"Tapi, bukankah kau tadi menggelengkan kepalamu? Itu tandanya---" Yoona mengunci bibirnya dengan tangan lentiknya. Ia tak suka Sehun yang terlihat bodoh. Jadi, sebelum ia bicara semakin aneh bukankah lebih baik menghentikannya.
"Kau hanya menyimpulkan dari fisiknya saja, bukan dari dalam hatinya. Dimana otak jeniusmu kau tinggal?" Sehun hanya menghela nafas, jadi apa inti dari percakapan pagi hari mereka yang penting ini? Tak ada.
"Baiklah...ayo katakan nona jenius." Sehun lebih memilih mengalah.
Yoona tersenyum, suami memang harus mengalah terhadap istri bukan? Dan prinsipnya, 'istri selalu benar'
"Aku hanya sedang kesal padamu. Kau tahu bukan bahwa se-semalam...kita baru saja melakukan hal 'itu'. Tapi tadi pagi kau meminta 'itu' lagi...kau pikir aku karet yang kau renggangkan bisa kembali ke semula dengan cepat hah?! Aku juga perlu waktu untuk memulihkan diri."Oooh...intinya bagi Yoona ini adalah kesalahan Sehun. Memang Sehun itu mesum, sulit mengendalikan dirinya, dan hebatnya ia kuat. Untung saja Yoona juga memiliki ketahanan lebih. Mungkin kalau tidak ia sudah pingsan karena Sehun yang sangat kuat ketika di ranjang. Tapi, Yoona kan menikmatinya jadi tidak seluruhnya kesalahannya, pikir Sehun. Ia hendak protes, namun mlihat mata Yoona yang menyiratkan 'melawan berarti jatah hanya tinggal angan' ckckck. Mungkin mulai sekarang Sehun merupakan tipikal suami takut istri, atau mungkin suami takut tak dijatah..
Sehun tersenyum setelah keterdiamannya yang cukup lama, ia lebih suka mengalah mulai sekarang, "Mana morning kiss ku kalau begitu?" Kening Yoona berkerut, tiba-tiba Sehun meminta morning kiss? Heii..bukankah tadi aia telah menciumnya entah berapa kali pagi ini? Bahkan ini tak bisa dikatakan pagi lagi, ini hampir siang.
Yoona tersenyum aneh, "Mendekatlah jika kau ingin ciuman dariku." Sehun yang mendengar undangan dari Yoona mendekatkan wajahnya agar dapat sedekat mungkin dengan Yoona. Dengan memajukan kedua bibirnya dan memejamkan matanya berharap ciuman yang .nikmat dari Yoona.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY MUST ME? SEASON 2 [END]
FanfictionSECOND BOOK OF WHY MUST ME? Kebohongan tak akan selamanya mengendap di dasar. Suatu hari akan muncul kepermukaan dan berujung rasa tidak percaya