Bagian 7

1 1 0
                                    


REINA

"Nomor 175... 175... hmm... ah! Ini dia!" aku sudah berjalan cukup lama di koridor panjang ini mencari nomor kamar penthouse tempat Sebastian tinggal ini. Bangunan ini terlalu besar bagiku untuk cukup pusing berputar-putar mencarinya di lantai 35 ini. Kenapa dia mesti tinggal di bangunan besar yang membingungkanku ini sih? Sambil menggerutu dalam hati aku pun memencet bel kamar bertuliskan 175 di pintu besarnya. Satu kali kupencet tak ada respon dari dalam, dua kali pun tetap tidak ada. Aku mulai was-was, apa jangan-jangan aku salah ruangan?!

Kutatap kembali catatan kecilku, alamat ini kudapatkan dari database terbaru kantor jadi aku tidak mungkin salah. Asisten macam apa aku ini jika tempat tinggal bos-ku saja tidak ku ketahui, bisa-bisa Sebastian memarahiku lagi nanti. Atau mungkin mengejekku?

Tapi ternyata rasa was-was itu hilang ketika pintu kamar itu akhirnya terbuka dan muncul Sebastian dari balik pintu dengan baju kaos santainya.

"Apa yang kau lakukan disini?!" tanya Sebastian cukup dingin padaku dengan nada setengah berbisik, alis tebalnya tampak menyerit heran sekaligus kaget melihatku.

"Lho? Kamu lupa apa? Kemarin aku sudah bilang akan datang ke tempatmu!"

Sebastian malah terdiam bingung mendengar penjelasanku.

"...Jangan bilang kamu lupa dengan janji kita untuk pergi memancing hari ini?!"

Dan seolah baru saja dihantam kembali oleh ingatan janji yang dibuatnya sekitar seminggu yang lalu, Sebastian menepuk jidatnya.

"Ya sudah, tunggulah di dalam, aku siap-siap dulu." Kemudian Sebastian pun membuka lebar pintunya mengundangku masuk ke dalam ruangannya lalu menutup pintu dengan cepat dan bergegas menuju ruang dressernya di dalam kamarnya.

Aku cukup melongo celingukan melihat sekeliling tempat ini. Penthouse memang sangat berbeda dengan apartemen biasa yang kutempati, selain begitu luas fasilitasnya pun begitu lengkap dan mewah sekaligus modern. Seluruh ruangan dalam kamar ini didesain classic modern dengan perlengkapan anterior simple modern namun anehnya tetap terlihat mewah. Ruang tengah ini yang paling luas dan memiliki set lengkap home theather, juga bersambungan langsung tanpa pintu dengan ruang tamu yang ukurannya lebih kecil, di samping kiri ruang tengah ini dipenuhi kaca jendela besar dan pintu geser besar dari kaca yang berbatasan langsung dengan beranda belakang yang cukup luas dan dipenuhi beberapa tanaman hias.

Di sebelah kanan ruang tengah ada kamar tidur utama milik Sebastian dan sebelahnya agak ke belakang lagi dekat dapur ada dua buah kamar cadangan yang berukuran lebih kecil, juga sebuah kamar mandi yang berada di belakang koridor jejeran dua kamar itu. Di sudut ruangan ini ada bar mini tempat berjejernya koleksi minuman keras, lalu bersebrangan dengan bar ada dapur yang dipisahkan dengan sebuah sekat kayu. Dapur itu didesain modern simple dengan meja makan yang berukuran medium di sebelahnya. Selanjutnya ada tangga pendek menuju ruangan atas yang sepertinya digunakannya sebagai ruang baca, perpustakaan mini, juga ruang kerjanya.

Tempat tinggalnya begitu bagus dan modern selayaknya tempat tinggal anak direktur utama, hanya saja sepertinya ada yang kurang. Meskipun ada beberapa terpajang lukisan dan hiasan dinding, aku tidak menemukan adanya foto keluarga Sebastian. Umumnya dalam sebuah rumah pasti akan dipajang foto keluarga mereka, tapi disini tidak begitu. Memang dari segi desain interior, seluruh ruangan dalam kamar ini terlihat hangat dan nyaman, tapi yang kurasakan tidak seperti itu. Hal yang paling kurasakan disini hanyalah rasa dingin beku dan kaku. Kata orang, tempat tinggal merupakan cerminan dari pemilik yang tinggal di dalamnya. Jadi, apa mungkin benar apa kata-kata para karyawan yang bekerja dibawah Sebastian, bahwa lelaki ini sekarang lebih dingin dan kaku.

ResetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang