Prologue

3 2 0
                                    


Sore itu terlihat begitu cerah seperti biasanya, jalanan ibukota Jakarta terlihat padat akibat jam pulang kantor. Di sudut kota super sibuk itu, terlihat sekelompok anak-anak kecil sedang bermain dengan temannya. Tidak, mungkin lebih tepat disebut bertengkar dibandingkan 'bermain'. Terlihat seorang anak perempuan tomboy sedang meneriaki tiga bocah lelaki lainnya. Pasalnya, bocah perempuan itu melihat ketiga bocah ingusan itu merebut dengan paksa mainan bocah lelaki berperawakan feminin yang kini sedang bersembunyi di belakangnya. Tak lama ketiga bocah tersebut akhirnya lari tunggang langgang setelah dipukuli oleh bocah perempuan tomboy itu.

"Kamu tidak apa-apa?" bocah perempuan yang penuh rasa keadilan itu kemudian berbalik pada bocah lelaki di belakangnya lalu mengulurkan tangannya.

Bocah lelaki itu hanya mengangguk dan berdiri setelah meraih tangan bocah perempuan itu.

"Ada yang terluka?" ditanya begitu, sekali lagi bocah lelaki itu hanya menggeleng tanpa bicara sedikitpun. Tapi hal itu cukup bagi gadis cilik itu untuk tersenyum lega padanya. "Syukurlah!" pekiknya.

Bocah lelaki itu sempat terpaku sebentar melihat gadis cilik di depannya itu tersenyum.

"Kamu anak baru ya disini? Mereka tadi memang selalu mengganggu anak baru disekitar sini. Terlebih lagi mengambil mainan anak perempuan itu benar-benar kurang ajar namanya!" gadis cilik itu melipat tangannya sambil mendengus, rupanya bocah lelaki di depannya itu dikiranya gadis tomboy sepertinya.

Bocah lelaki itu hanya terdiam, wajahnya terlihat tidak begitu mengerti ucapan gadis itu.

"Oh iya, rumahmu dimana?"

"...uhm... Mutiara Residence..." jawab bocah lelaki itu akhirnya dengan pelafalan yang aneh.

"Oh! Aku juga tinggal disana! Namamu siapa? Aku Reina!" gadis cilik bernama Reina itu terlihat sumringah melihat dia akhirnya menemukan teman yang tinggal di kompleks yang sama dengannya.

"...Tian" setelah tampak berpikir sebentar, bocah itu akhirnya menyebutkan namanya.

"Tian? Kok kayak nama cowok?" ujar Reina dengan polosnya tetapi Tian hanya terdiam tidak mengerti.

"Ya sudahlah...Ayo kita pulang sama-sama!" dan dengan ceria gadis cilik itu menarik tangan bocah lelaki yang lebih pendek 3 cm darinya itu.

Besoknya di sekolah, betapa terkejutnya Reina melihat Sebastian berada di depan kelasnya berdiri menggunakan seragam sekolahnya.

"Nah anak-anak, ini adalah Sebastian Kim. Dia baru saja pindah dari Korea Selatan, dan mulai hari ini Tian akan belajar bersama kalian. Jadi ibu harap kalian bisa berteman baik dengan Tian ya?" kata ibu guru wali kelas 2A pagi itu memperkenalkan Sebastian. Dan setelah itu Sebastian pun di dudukkan di sebelah Reina yang kebetulan kosong.

"Kita bertemu lagi, ya!" ujar Sebastian senang pada Reina dengan bahasa Indonesia yang masih kurang lancar. Reina hanya terbengong-bengong melihatnya saat itu. Bukan karena kaget melihat Tian ternyata sekelas dengannya mulai hari ini, bukan juga karena dia baru saja pindah dari Korea sehingga kurang mengerti dengan ucapannya kemarin, tapi karena Sebastian ternyata laki-laki tetapi sejak kemarin Reina mengiranya adalah perempuan. Bagaimana tidak? Pasalnya Sebastian memiliki kulit putih pucat mulus, rambut hitam lebat yang cukup panjang bagi ukuran lelaki, mata sipit dengan bulu mata tebal panjang, bibir tipis dengan pipi gembul, juga badan kecil dan pendek.

Tapi siapa sangka, ternyata pertemuan mereka adalah awal perubahan kehidupan Reina setelah itu. Bocah lelaki kalem yang kadang cukup jahil itu akhirnya menjadi sahabat terbaik gadis cilik tomboy itu sampai kelas 6 SD. Sampai akhirnya Reina menyadari bahwa persahabatan mereka membuatnya jatuh cinta pada Sebastian, dan hal itu selalu disembunyikan Reina sampai akhirnya Tian secara tiba-tiba pergi kembali ke Korea setelah kelulusan SD. Meninggalkan Reina sendiri tanpa ucapan perpisahan apapun dengan rasa penyesalannya karena belum pernah sekalipun sempat mengatakannya pada Sebastian.

***

ResetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang