Sejenak kedua manik mata beda warna tersebut bertemu pandang. Cukup lama hingga Brian membuang wajah. Lucy terperanjat. Ia segera menunduk. "Apa terasa sakit?"tanya Lucy mengingat taringnya menancap di kulit Brian. Ia mengulurkan tangan dan menyentuh dua jejak taring di kulit Brian.
"Tidak." Brian tidak menolak ketika Lucy menyentuh luka di tangannya. Ia membiarkan Lucy membersihkan luka tersebut dan menempelkan plester di luka tersebut. Kemudian gadis itu berdiri dan berjalan menuju meja rias di samping tempat tidur.
Brian memperhatikan sosok Lucy yang membelakanginya. Ternyata, Lucy mengambil pisau kecil dan sebuah botol kaca berukuran kecil. Ia kembali ke tempat duduknya. Brian masih berdiri ketika Lucy menggoreskan pisau itu di telapak tangannya.
Lucy menggepalkan tangannya. Seketika darah kental berwarna merah kehitaman menetes di kulit pucat Lucy. Tetes demi tetes masuk ke dalam botol kecil yang dibawa Lucy. "Sesuai janjiku."ucap Lucy ketika ia mengelap tangannya. Gadis itu menutup botol kaca tersebut dan menyodorkannya pada Brian. "Ini."
Brian menerima botol berisi darah tersebut.
"Darah itu untuk apa Brian?"tanya Lucy penasaran.
"Urusanku. Kau tidak perlu mengetahuinya."balas Brian.
"Baiklah. Aku tidak akan bertanya lagi." Lucy bangkit. Ia berjalan menuju pintu. "Aku akan pergi sebentar." Lucy menutup pintu.
Brian mengangkat bahu. Ia duduk di kursi dan menimang-nimang sebotol darah Lucy. "Haruskah aku melakukannya?"tanya Brian pada dirinya.
Tanpa Brian sadari, sosok asing yang memperhatikan dari kejauhan mendengus. Giginya bergemeletuk menahan emosinya. Sebelah tangannya mengepal dan menunjukkan urat-urat nadi tangannya. "Brengsek!"makinya.
Detik berikutnya, Lucy datang. Bersamaan dengan itu sosok misterius yang memperhatikan Brian menghilang.
"Aku membawakanmu makanan."ucap Lucy senang. Ia berjalan dengan membawa senampan aneka kue. Di nampan itu juga terdapat segelas jus tomat. Ia meletakkan nampan yang baru dibawanya ke atas meja. "Makanlah."ucap Lucy.
"Nanti saja."tolak Brian setelah memandang makanan itu beberapa saat. Ia kembali memperhatikan botol kaca di tangannya.
Lucy diam. Ia duduk bersandar sambil memperhatikan sosok Brian. Ia tidak tahu akan melakukan apa. Mengajak Brian berbicara adalah hal yang sia-sia. Laki-laki itu tidak akan menjawab panjang lebar. Hanya berbicara secukupnya. Menurutnya, memandang Brian dengan mengunci mulut merupakan tindakan yang benar sekarang.
"Apa kau harus memandangku seperti itu?"tanya Brian.
"Apa lagi yang bisa aku lakukan? Bukankah kamu tidak suka berbicara banyak hal?"tanya Lucy balik.
Brian tak bisa berkata. Ucapan Lucy tepat mengenai dirinya. Ia sadar bahwa dirinya memang menjaga jarak dengan orang-orang di sekitarnya. Ia bukanlah tipe yang akan berteman dengan siapa saja. Ia akan lebih memilih pergi dan menghabiskan waktunya sendiri.
"Aku ingin melakukan sesuatu..."
"Apa itu Brian?"
Brian mengangkat wajahnya. Ia menatap lurus Lucy. "Aku akan meminum darah ini. Dan..."
"TIDAKKK!"tolak Lucy keras. Gadis itu terengah-engah. Ia berdiri dan berjalan cepat. Ia merampas botol darah di genggaman Brian. "Kalau itu yang akan kamu lakukan, aku tak akan memberikan darah ini!"tegas Lucy.
"Apa yang kau lakukan? Bukankah benda itu sudah menjadi milikku. Hakku menggunakannya sesuai keinginanku." Brian ikut berdiri dan bersiap merampas darah itu. Alhasil, Lucy munduk beberapa langkah, menjauh dari Brian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen Of Midnight (End)
Vampire[ Romance - Vampire] Di dalam nadiku, mengalir darahmu. Di dalam nadimu, mengalir darahku. Aku membawa darahmu dan kamu membawa darahku. Kita telah terikat oleh takdir tak kasat mata. "Aku sangat membencimu. Semua bangsamu. Semua ras yang kau perjua...