Jason terdiam. Ia menelan ludah. Sudah lebih dua bulan ia berusaha mendapatkan hati gadis yang sudah lama dicintainya. Namun, tak sedikit ia mendapatkan cahaya untuk hatinya. Gadis itu tetap sama. Dingin dan menganggap dirinya hanyalah seorang teman kecil. Seseorang yang dekat yang tak kan mampu menjadi kekasih pemilik hatinya.
Hening.
Sepasang manik merah bersurai abu keunguan memandang Jason. Tatapan biasa, tak ada perasaan yang lebih di dalamnya.
Jason tertegun. Ia dengan susah menelan ludah kemudian menunduk. Ia tahu. Tanpa sebaris kalimat dari mulut mungil Lucy, ia tahu bahwa tak pernah ada celah diantara mereka. Tapi, ia masih belum menyerah.
"Aku akan segera kembali."tiba-tiba Jason sudah berpindah tempat di samping Lucy dan mencium pucuk kepala gadis itu dengan lembut. "Ku mohon padamu Lucy."lirih Jason, menyayat hati.
Lucy diam tak bergerak. Sepasang manik matanya menatap punggung Jason yang berjalan menjauh. Setelah sosok tersebut hilang di balik pintu, barulah gadis itu menoleh ke arah jendela. Ia menatap nanar langit biru yang dibingkai oleh jendela. "Brian, dimanakah engkau sekarang?"lirih Lucy.
Tiba-tiba manik Lucy bersinar tajam. Aroma harum mencoba menggelitik hidungnya. Taringnya mencuat. "Apa ini?" teriak Lucy keras. Gadis itu memegangi lehernya. Rasa haus yang tiada terkira mendera tenggorokannya. Cepat, matanya beralih menatap daun pintu kamarnya. Seketika dua kayu besar tersebut terbuka.
Sesosok anak kecil yang mencoba mendiami rumahnya beberapa waktu ini tengah berdiri setengah takut. Tangannya yang mungil terdapat luka akibat sayatan pisau kecil. Setetes demi setetes darah tersebut jatuh ke lantai.
Lucy tergoda. Ia mencoba menelan ludah dan menahan rasa hausnya sekuat mungkin agar ia tak merangkak menerjang Kaspar.
Di tempatnya, Kaspar mencoba kuat. "Ini adalah sesuatu yang benar."ulangnya berkali-kali. "Aku harus melaksanakan kewajibanku."ucapnya lagi.
"PERGIIII!"teriak Lucy menggema. Membuat Kaspar terjengkang, ketakutan.
Kaspar ingin pergi. Namun kedua kakinya tidak bertenaga lagi. Hingga ia hanya bisa duduk ketakutan begitu melihat Lucy yang menunduk dengan aura yang menakutkan.
"SIALANNN!"pekik Lucy lagi.
Lucy mencoba menahan diri. Bahkan ia sengaja melukai lehernya agar rasa sakit lebih mendominasi tubuhnya dari pada rasa haus akan berburunya. Beberapa menit mencoba bertahan, pada akhirnya naluri seorang vampir lebih menguasai dirinya. Ia melompat dan mencengkram kedua lengan Kaspar.
Kaspar menutup mata. Ia tahu, secepat mungkin taring tuannya yang menawan ini akan menancap di lehernya. Pastinya akan terasa sangat menyakitkan.
Detik kemudian, taring kecil Lucy sudah menusuk kulit Kaspa. Ia mencoba menghisap darah fovam tersebut. Setetes demi tetes darah manis melepaskan haus Lucy. Ia terus menghisap darah anak kecil tersebut. Melepaskan rasa haus yang menderanya karena tak pernah meminum setetes darahpun sejak kepergian Brian.
Kaspar meringis. Air matanya keluar. Ia menahan sakit yang teramat sangat begitu darah segar keluar dari tubuhnya. Ia bahkan terisak.
HIK HIK HIK!
Lucy terperanjat. Ia segera melepaska taringnya dan menatap heran pada Kaspar. "Apa yang telah ku lakukan?"tanyanya pada diri sendiri. Bersamaan dengan itu, kulitnya yang cantik telah kembali. Keanggunan sempurna yang ia miliki kembali memeluk sosoknya yang indah.
Lucy berdiri. Ia berbalik dan mengepalkan tangan. "Pergilah! Aku tidak menginginkan kamu berada di sini. Pergi! Kembali ke rumahku!"ucap Lucy dingin.
"Ta...pi..."Kaspar meringis menahan sakit.
"PERGI DARI SINI! ATAU AKU AKAN MEMBUNUHMU SEKARANG JUGA!"teriakan Lucy bahkan lebih menakutkan dari pada sebelumnya. Seketika, Kaspar berdiri, berlari sambil terhuyung. Ia secepat mungkin keluar dari rumah mewah tersebut.
"Jo! Antarkan anak itu pulang!"perintah Lucy pada salah satu pelayan yang menggunakan setelan hitam.
Perintah itu dilaksanakan. Jo, segera mempersiapkan sebuah mobil dan mengantarkan Kaspar kembali ke rumahnya.
*___*
Walau sakit masih menghantam lehernya, Kaspar tetap senang. Ia tersenyum begitu melihat rumahnya dari kejauhan. Setelah menutup pintu dan mengucapkan terima kasih, Kaspar berlari masuk ke dalam rumahnya.
"Ibu!!"panggil Kaspar begitu mendorong pintu kecil rumahnya.
Tidak ada sahutan. Kaspar merasa aneh. Ia melangkah menuju kamar ibunya. Namun tidak ada siapapun yang ia temui di dalam rumah itu. Ibunya, satu-satunya keluarga yang tersisa tidak terlihat.
"Wah! Wah! Wah! Coba lihat siapa ini?"suara seseorang yang sangat familiar bagi Kaspar mengejutkannya.
Laki-laki kecil itu menoleh dan mendapati Mark sudah duduk di atas meja. Di sebelahnya berdiri seorang gadis yang menggunakan jubah. Kaspar tidak tahu siapa yang menemani Mark.
"Lama tidak berjumpa Kaspar."sapa Mark.
"Tuan..."Kaspar beringsut mundur. Walau ia tidak tahu Mark akan melakukan apa, yang jelas tubuhnya merasakan hawa ketakutan yang amat sangat.
"Kau telah dicampakkan rupanya. Kalau begitu..."secepat kilat, Mark sudah mencengkram leher Kaspar. Dirinya yang seorang vampir, memamerkan dua taringnya yang mengerikan. "Ku rasa, aku bisa menyantap darah yang manis ini."Dua taring Mark menancap di leher Kaspar. Menghisap darah Kaspar sepuasnya.
Kaspar meronta. Berteriak. Meminta untuk dilepaskan. Namun Mark tidak memperdulikannya. Ia, dengan buas menghisap darah Kaspar hingga kering.
Begitu tubuh mungil yang telah tak bernyawa di cengkramannya kehabisan darah, ia melempar tubuh malang itu asal.
"Mari kita pergi dari sini."ucapnya pada gadis yang menjadi saksi bisu kejadian sadis tersebut.
TT
Cerita ini tinggal satu chapter lagi...
Maafkan Navi yang membuat cerita terlalu singkat. Memang sih, niatnya dari awal cerita yang satu ini nggak terlalu panjang kayak cerita Navi yang lainnya. ^^
Tapi tenang aja, habis ini Navi bakalan upload cerita fantasy lagi...
Loh? Kok fantasy lagi sih? Soalnya Navi demen sama cerita fantasy, seru deh pokoknya sama Navi.
Tapi cerita Navi nggak semua fantasy kok, masih ada THE BLUE MOON yang memiliki genre teen fiction lohh!
Kalau berkenan, mampir di cerita Navi yang lain yahhhh
^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen Of Midnight (End)
Vampire[ Romance - Vampire] Di dalam nadiku, mengalir darahmu. Di dalam nadimu, mengalir darahku. Aku membawa darahmu dan kamu membawa darahku. Kita telah terikat oleh takdir tak kasat mata. "Aku sangat membencimu. Semua bangsamu. Semua ras yang kau perjua...