Bab 16. It Must Have Been Love

30.7K 2.6K 135
                                    

Author playlist : The Chainsmokers - Don't Let Me Down ft. Daya 

Source pics : Pinterest

***

Malam minggu-nya bareng Helena dulu. Untuk cerita fanfiction sedang saya lanjutkan satu per satu. Untuk Chao Xing di minggu depan updatenya karena saya lagi dikejar deadline lain soalnya. /nangis

Enjoy! ^-^

***

"Aku belum mengizinkanmu untuk pergi!"

Kalimat yang diucapkan William dengan nada marah itu menggema di sepanjang lorong hotel yang dilewatinya. Namun hal itu sama sekali tidak berhasil menghentikan langkah Largo. Kakak pertamanya terus melangkah mantap, sementara Abighail mengikutinya di belakang.

"Walcott?!" seru William setelah mengumpat pelan. Ia mengambil langkah cepat, setengah berlari untuk menyusul langkah kakaknya.

"Aku belum selesai bicara!" tegasnya untuk kedua kali membuat Largo berhenti melangkah dan membalikkan tubuhnya dengan gerakan cepat. "Apa maksudmu wanita itu adik..."

William menjeda. Ia menelan kering. Kalimat yang sudah berada di ujung lidahnya kembali ditelan. Rasanya sulit mengucapkan sekaligus mengakui jika wanita yang dimaksud oleh Largo adalah adiknya juga.

Pria itu mengusap kasar wajahnya, lalu menatap lekat wajah Largo. "Adik—mu," ucapnya kemudian penuh penekanan pada kata terakhirnya.

Largo menaikkan satu alisnya tinggi, balas menatap lekat William untuk beberapa waktu sebelum akhirnya memiringkan kepala ke satu sisi sementara Abi memilih untuk diam disisi pria itu dengan ekspresi datar, tanpa emosi.

"Adikku. Benar. Dia adikku," sahut Largo tenang, membenarkan ucapan William, dan entah kenapa pernyataannya itu berhasil membuat adiknya kesal.

Largo kembali melangkah pergi.

"Aku belum selesai!" ujar William lagi seraya menarik pergelangan tangan kiri Largo, menahan pria yang berusia dua tahun lebih tua darinya untuk tidak pergi. "Apa kau yakin dia adikmu?" tanyanya dengan kerjapan pelan.

Largo tertawa di dalam hati. William jelas ingin tahu lebih dalam mengenai Helena. Namun adik tirinya itu terlalu angkuh untuk mengakuinya.

"Aku lelah, Will. Kita bisa bicarakan hal ini nanti," tukas Largo dingin.

"Kapan?" tanya William terdengar tidak setuju. Sekilas ia melirik jam tangan mahal yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Masih terlalu sore untuk tidur," ujarnya sebal. "Bisakah kita bicara? Di bar hotel mungkin?" usulnya terdengar penuh permohonan tapi Largo bergeming.

Putra sulung keluarga Walcott itu memutuskan untuk membuat William bertambah kesal.

"Tidak. Aku sudah sangat lelah. Kita bisa membicarakan masalah ini nanti."

"Tapi, El—"

"Jangan memaksaku, Will," potong Largo cepat. Ia menyipitkan mata dan kembali bicara dengan nada dingin, "Atau aku meminta Abi untuk mematahkan hidungmu," ancamnya membuat William memutar kedua bola matanya, malas.

Pria berambut cokelat gelap itu sekilas melirik pada Abighail yang sepertinya menganggap serius ucapan Largo. Wanita muda itu bahkan sudah mengambil posisi siaga dan William hanya bisa berdeham pelan, menekan gugup yang mendadak muncul dalam dirinya.

Benar, William seorang pria. Namun Largo tidak mungkin mempekerjakan seorang wanita menjadi pengawal pribadinya jika wanita itu tidak memiliki kemampuan beladiri yang mengagumkan dan sepertinya William cukup tahu diri untuk tidak mencari perkara dengan wanita bertubuh mungil itu.

TAMAT - Helena (Walcott series #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang